Sabtu, 16 Juni 2012



                    Teori Sastra Anak



       Saudara Mahasiswa, sebelum kita membahas tentang sastra anak, terlebih dahulu kita akan menjabarkan pengertian sastra. Jakob Sumardja dan Saini, K. M. (1991: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
            Dalam bahasa Indonesia, kata sastra berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni berasal dari akar kata sas-, yang dalam kata kerja turunannya diartikan sebagai “mengarahkan”, “mengajar”, dan “memberi petunjuk dan instruksi”. Akhiran –tra menunjukkan alat untuk mengajar, buku petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran.
            Saudara Mahasiswa, selanjutnya, kita bicarakan tentang sastra anak. Sastra anak dapat merujuk pada bacaan anak secara umum ataupun secara khusus, yaitu bacaan anak yang bernilai sastra. Dalam pembahasan ini, istilah sastra anak dapat digunakan untuk merujuk pada kedua maksud tersebut, baik merujuk pada bacaan anak secara umum maupun bacaan anak yang bernilai sastra. Penggunaan kedua rujukan ini bukan tanpa pemikiran, salah satunya adalah untuk membiasakan kita menggunakan istilah sastra anak sebagai bacaan anak yang bernilai cipta sastra. Artinya, meskipun diturunkan untuk konsumsi anak-anak, persoalan yang disampaikan sama-sama menyangkut persoalan antarumat manusia dalam kehidupannya.
            Oleh karena itu, sastra anak dapat diartikan sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa, baik lisan maupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh anak- anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. 
            Dalam sastra anak, ada dua subunit yang akan dibahas yaitu subunit satu tentang hakikat sastra anak dan sub unit kedua tentang unsur pambangun sastra anak yang meliputi unsur pembangun puisi anak, cerita anak-anak, dan unsur pembangun drama anak-anak.
 



                                                   


Selamat belajar, semoga sukses











A. Pengertian Sastra Anak
 
                                                                                                 
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar orang menyebutkan atau mengucapkan kata sastra anak, cerita anak atau bacaan anak. Namun kenyataannya, istilah sastra anak dalam beberapa kamus istilah sastra, seperti Kamus Istilah Sastra (Panuti Sudjiman, 1990: 7-1-72) dan Kamus Istilah Sastra (Abdul Rozak Zaidan, et al. 1994: 181-184). tidak ditemukan tema itu. Demikian juga, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 786-787) atau Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun tidak kita temukan tema atau subtema sastra anak. Lalu, kita pun bertanya-tanya: apa pengertian dari sastra anak itu?
Kata sastra anak merupakan dua patah kata yang dirangkaikan menjadi satu kata sebut, yaitu dari kata sastra dan kata anak. Kata sastra berarti 'karya seni imaginative dengan unsur estetisnya dominan yang bermediunikun bahasa' (Rene Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lisan. Sementara itu, kata anak di sini diartikan sebagai 'manusia yang masih kecil' (KBBI, 1988: 31) atau 'bocah' (KBBI, 1988: 123). Tentu pengertian anak yang dimaksud di sini bukan anak balita dan bukan pula anak remaja, melainkan anak yang masih berumur antara 6-13 tahun, usia anak sekolah dasar. Jadi, secara sederhana istilah sastra anak dapat diartikan sebagai 'karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa. baik lisan ataupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahaminya oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak'.
Sementara itu, Riris K. Toha-Sarumpaet (1976: 21) menyatakan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan di urns xeria dikerjakan oleh orang tua. Artinya, sastra anak ditulis oleh orang tua untuk anak. Orang tua jugalah yang mengedit, mengilustrasi, mencetak, menerbitkan, mendistribusikan, memilihkannya di rumah atau di sekolah. sering kali membacakannya, dan sesekali membicarakannya. Orang dewasa pulalah yang membimbing anak dalam memilih dan mengusahakan bacaan yang baik bagi anak.
Sebenarnya, tidak semua sastra anak itu ditulis oleh orang tua. Penulis sastra anak dapat juga dilakukan oleh anak-anak itu sendiri, misalnya anak yang telah berumur sepuluh atau sebelas tahun ke atas, sudah dapat menulis puisi atau catatan harian dalam majalah Bobo dan sebagainya. Memang pada umumnya sastra anak itu ditulis oleh orang dewasa atau orang tua untuk anak-anak. Sementara itu, istilah cerita anak merupakan istilah yang umum untuk menyebut sastra anak yang semata-mata bergenre prosa, seperti dongeng, legenda, mite yang diolah kembali menjadi cerita anak, dan tidak termasuk jenis puisi anak atau drama anak. Istilah bacaan anak lebih menekankan pada media tertulis, bahasa tulis, dan bukan bahasa lisan. Bacaan anak tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat fantasi atau sastra, tetapi juga bacaan yang bersifat pengetahuan, keterampilan khusus, komik atau cerita bergambar, cerita rakyat, dan sebagainya.
 Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sifat sastra anak lebih menonjolkan unsur fantasi. Sifat fantasi ini terwujud dalam eksplorasi dari yang serba mungkin dalam sastra anak. Anak-anak menganggap segala sesuatu, baik benda hidup maupun benda mati, itu berjiwa dan bernyawa, seperti diri mereka sendiri. Segala sesuatu itu masing-masing dianggap mempunyai himbauan dan nilai tertentu. Di situlah letak kekhasan hakikat sastra anak, yaitu bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam alam kehidupan mereka (Sarumpaet, 1976: 29).
B. Ciri Sastra Anak
 



                   Riris K. Toha-Sarumpaet (1976: 29-32) mengemukakan bahwa ada 3 ciri yang menandai sastra anak itu berbeda dengan sastra orang dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa:


   (1) unsur pantangan,
   (2) penyajian dengan gaya secara langsung,
   (3) fungsi terapan.

Unsur pantangan merupakan unsur yang secara khusus berkenaan dengan tema dan amanat. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sastra anak menghindari atau pantangan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian. kekejaman, prasangka buruk, kecurangan yang jahat, dan masalah kematian. Apabila ada hal-hal buruk dalam kehidupan itu yang diangkat dalam sastra anak, misalnya masalah kemiskinan, kekejaman ibu tiri, dan perlakuan yang tidak adil pada tokoh protagonis, biasanya amanatnya lebih disederhanakan dengan akhir cerita menemui kebahagiaan atau keindahan, misalnya dalam kisah Putri Salju, Cinderella, Bawang Merah dan Bawang Putih. Limanm, Cindelaras, dan Putri Angsa.
Penyajian dengan gaya secara langsung adalah, bahwa sajian cerita merupakan deskripsi secara singkat dan langsung menuju sasarannya, mengetengahkan gerak yang dinamis, dan jelas sebab-sebabnya. Deskripsi itu diselingi dengan dialog yang wajar, organis, dan hidup. Melalui pengisahan dan dialog itu terwujud suasana yang tersaji perilaku tokoh-tokohnya amat jelas, baik sifat, peran, maupun fungsinya dalam cerita. Biasanya lebih cenderung digambarkan sifat tokoh yang hitam putih. Artinya, setiap tokoh yang dihadirkan hanya mengemban satu sifat utama, yaitu tokoh baik atau tokoh buruk.
Fungsi terapan adalah sajian cerita yang harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik untuk pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun untuk pertumbuhan anak. Fungsi terapan dalam sastra anak ini ditunjukkan oleh unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada teks karya sastra anak itu sendiri, misalnya dari judul Petualangan Sinhad akan memberi informasi tokoh asing. Keasingan itu merupakan bahan informasi bahwa Sinbad berasal dari daerah Timur Tengah, Arab-Persia. Selain memberikan informasi yang berupa kata atau nama tokoh, anak akan bertambah pengetahuannya tentang negeri asal kata atau tokoh itu, letak negeri itu, apa yang terkenal di negeri itu, dan sebagainya.
C. Fungsi Sastra Anak

 


Ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya, sastra anak berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak memberi banyak informasi tentang sesuatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak, Dalam contoh kisah Asal Usul Nama Surabaya si anak memperoleh banyak informasi tentang asal-usul nama Surabaya, letak geografis kola Surabaya, informasi tentang lambang kota madya Surabaya, pengetahuan praktis tentang kehidupan di air laut dan di sungai, nama binatang air, serta pendidikan moral untuk bermusyawarah, mempertahankan hak, dan kepahlawanan.
Kisah tentang perebutan kekuasaan dan daerah pencarian mangsa padu ikan Hiu-Sura dan Buaya seperti itu, sebenarnya dapat dimusyawarahkan secara adil dan jujur. Musyawarah merupakan jalan perdamaian yang dianjurkan untuk menghindari pertumpahan darah. Memang daerah kekuasaan yang sudah menjadi hak miliknya itu perlu dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Perlu diingat bahwa mempertahankan hak, yaitu sesuatu yang telah menjadi milik kila itu merupakan suatu kewajiban. Selain kita yang membela kebenaran dan keadilan itu merupakan jiwa kepahlawanan. Sebaliknya, jika merebut sesuatu yang bukan milik dan hak kita itu merupakan perbuatan yang tak terpuji atau termasuk kejahatan.
Dari sajak Kembang Sepatu karya L.K. Ara banyak hal yang dapat memberi fungsi pendidikan pada si anak. Mengapa bunga itu dinamakan "kembang sepatu"? Jawabnya adalah jika kembang itu diusapkan pada sepatu akan berkilau atau mengisap. Fungsi informasi yang lain, misalnya tempat asal kembang sepatu, yaitu India dan Cina. Kebiasaan gadis-gadis Cina dan India memakai bunga sepatu untuk penghias alis. Bentuk daun sepatu, yaitu berbentuk hati yang ujungnya meruncing. Ada bermacam-macam warna bunga sepatu, yaitu merah, putih, merah muda, kuning, dan merah kekuning-kuningan. Hanya sebentar bunga itu mekar, kemudian segera layu.
Sajak Kembang Sepatu itu juga jelas memberi informasi kreativitas pada diri anak untuk memanfaatkan kegunaan kembang sepatu. Pertama, sebagai tanaman hias untuk pagar pekarangan rumah, Kedua, bunga sepatu untuk mengilatkan warna sepatu. Ketiga, bunga sepatu untuk kecantikan wajah dengan menghias alis. Keempat, bunga sepatu itu dapat juga direbus untuk dibuat pewarna kue makanan. Dan, kelima, akar hingga sepatu itu dapat direbus sebagai penawar racun. Sementara amanah atau pendidikan moraliti adalah manusia itu hendaknya menjadi manusia yang berguna bagi siapa saja, baik bagi masyarakat, bagi nusa bangsa, maupun bagi agamanya.
Fungsi hiburan sastra anak jelas memberi kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada diri anak. Ketika membaca dan menghayati sastra anak. seperti Asal Usul Nama Surabaya dan Kembang Sepatu, si anak memperoleh hiburan yang menyenangkan dari bacaannya itu. Hati si anak akan terhibur dengan perilaku tokoh ikan Hiu-Sura dan Buaya yang saling berebut daerah mangsa. Si anak juga akan terhibur dengan ketulusan hati tokoh Kembang sepatu yang banyak memberi manfaat bagi kehidupan di sekitarnya. Hiburan itu akan terasa pula jika karya sastra itu dibacakan secara nyaring oleh seorang siswa di depan kelas. Siswa-siswa yang lainnya, yang mendengar pembacaan karya sastra itu, akan merasa terhibur pula.
Saudara, selain fungsi pendidikan dan hiburan, sastra anak juga berfungsi (1) membentuk kepribadian, dan (2) menuntun kecerdasan emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang dibacanya. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya itu anak-anak secara alamiah akan terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi secara wajar, menanamkan konsep diri, harga diri, memerlukan kemampuan yang realistis, membekali anak untuk memahami kelebihan dan kekurangan diri, dan membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada diri si anak, seperti ingin dihargai, ingin mendapatkan cinta kasih yang tulus, ingin menikmati keindahan, dan sastra anak pantang terhadap tema atau hal-hal percintaan yang bersifat erotis, kekejaman yang keji, kesengsaraan yang menyedihkan, dan perbuatan tercela yang penuh prasangka buruk itu disebabkan oleh kondisi si anak yang masih suci, jernih, penuh kasih sayang, dan kepribadian yang masih labil sehingga mudah dibentuk. Sastra anak harus memberikan sesuatu hal yang bermanfaat bagi kehidupan anak di kemudian hari, membentuk kepribadian yang bermoral, dan mampu mengembangkan kreativitas untuk meraih cita-cita berbudi pekerti luhur dan mulia hidupnya. Dengan menghindari pantangan itu, diharapkan sastra anak mampu menjadi media pendidikan yang efektif bagi kehidupan anak di masa depan.
Sastra anak dapat diartikan sebagai 'karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa. baik lisan ataupun tertulis, yang secara khusus dapat dipahaminya oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak.
Riris K. Toha-Sarumpaet (1976: 29-32) mengemukakan bahwa ada 3 ciri yang menandai sastra anak itu berbeda dengan sastra orang dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa (1) unsur pantangan, (2) penyajian dengan gaya secara langsung, dan (3) fungsi terapan.










UNIT II

 


                                     Unsur Pembangun Sastra Anak
Pendahuluan

 



          Saudara Mahasiswa, dalam subunit 2 ini, penulis akan mengajak Anda untuk mempelajari salah satu bagian penting dalam membahas materi penting tentang  karya sastra anak. Materi unsur-unsur pembangun karya sastra anak merupakan salah satu materi yang sangat berguna bagi Anda karena di dalamnya membicarakan  tentang struktur  karya sastra sebagai salah satu karya fiksi yang tentu saja terdiri atas  struktur luar atau yang dikenal dengan unsur ekstrinsik dan struktur dalam, atau yang lebih dikenal dengan struktur intrinsik.
               Struktur luar atau unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi kehadirannya sangat mempengaruhi cerita yang disajikan, misalnya faktor sosial-poiltik, ekonomi, dan kepengarangan, serta tata nilai yang dianut oleh masyarakat.
               Struktur dalam atau unsur intrinsik adalah unsur- unsur yang membentuk karya sastra itu sendiri baik pada prosa, puisi maupun drama. Unsur-unsur intrinsik tersebut seperti tokoh, tema, amanat, alur, latar, gaya bahasa, dan pusat pengisahan.
               Untuk lebih jelasnya dalam memahami unsur-unsur pembangun sastra anak yang terdapat dalam setiap karya sastra anak yang berbentuk prosa, cerita anak-anak, puisi, dan drama, akan dijelaskan dalam pembahasan di bawah ini .



A. Karya Sastra Anak yang Berbentuk Prosa

 



            Saudara Mahasiswa, karya sastra anak yang berbentuk prosa dapat berupa novel, roman, novelet, cerpen, dan yang jelasnya dikatakan sebuah prosa ketika berisi sebuah cerita tentang kehidupan, khusus untuk anak-anak biasa dikelompokkan dalam cerita anak- anak.
            Sebuah karya sastra anak yang berbentuk prosa dibangun oleh unsur-unsur yang saling mendukung, yaitu tokoh, tema, alur, latar, gaya dan pusat pengisahan. Secara garis besar perhatikan uraian berikut ini tentang unsur-unsur pembangun prosa.
1.      Tokoh dan Penokohan

 


           
            Tokoh merupakan pemain, pelaku, pemeran atau orang yang berada atau yang memiliki peran dalam cerita tersebut. Sebuah karya fiksi hadir tanpa adanya tokoh cerita atau tanpa adanya tokoh yang bergerak dari awal hingga akhir cerita maka, belum bisa dikatakan sebagai karya sastra anak yang berbentuk prosa, sedangkan penokohan adalah perwatakan atau gambaran perilaku, watak atau karakter dari  masing- masing tokoh dalam cerita.
            Tokoh dan penokohan merupakan unsur pembangun dalam cerita yang merupakan satu struktur yang padu. Gambaran tentang seorang tokoh dengan segenap perilakunya tentu saja sekaligus menguraikan tentang gambaran tentang perwatakannya.    
            Cara menghadirkan perwatakan atau penokohan ini dapat dilakukan oleh pengarang dengan dua cara yaitu yang pertama, pengggambaran analitik atau penggambaran langsung yang dilakukan seorang pengarang tentang watak atau karakter tokoh seperti penggambaran seorang tokoh yang keras kepala, setia, penyabar, emosinal, religius dan lainnya.Yang kedua adalah penggambaran dramatik atau penggambaran perwatakan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pengarang, misalnya melalui pilihan nama atau tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, dan melalui dialog.
2. Tema

 



            Saudara Mahasiswa, menemukan tema sebuah karya sastra harus dimulai dengan ditemukannya kejelasan tentang tokoh dan perwatakannya serta situasi dan alur cerita yang ada, sehingga tema dapat dikatakan sebagai gagasan sentral yang menjadi dasar cerita.
            Tema dapat ditelusuri melalui beberapa variabel, yakni (a) apa yang membuat karangan tampak berharga?, dan (b) mengapa pengarang menulis cerita tersebut?. Untuk menjawab semua itu tentunya Anda harus membaca cerita secara cermat, bagian demi bagian, tidak melompat-melompat dan jangan Anda berharap dapat menemukan tema hanya dengan membaca ringkasannya.
3. Alur 
 



            Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita dan dialami tokoh- tokohnya. Alur atau plot biasa juga disebut sebagai struktur rangkain kejadan dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian- bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita.
4. Latar atau Setting

 



            Saudara Mahasiswa, yang dimaksud dengan latar atau setting adalah llingkungan tempat peristiwa terjadi yang bentuknya dapat bermacam- macam, misalnya kampus, pedesaan, perkotaan, nama desa, nama kota, nama daerah dan nama  Negara serta segala tepat yang dapat diamati dengan pancaindra kita, seperti suasana pasar malam. Biasanya latar ini muncul pada semua bagian cerita atau penggalan cerita.
            Latar cerita ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu yang pertama adalah latar sosial atau penggambaran keadaaan masyarakat kelompok-kelompok sosial, sepert adat istadat, cara hidup, dan Bahasa yang digunakan. Yang kedua adalah latar fisk atau tempat dalam wujud fisiknya, yatu segala sesuatu yang membangun daerah tertentu atau latar tempat dan waktu.
5. Gaya Penceritaan

 



            Saudara Mahasiswa, yang dimaksud dengan gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan Bahasa agar menimbulkan penekanan tertentu. Tingkah laku berbahasa ini merupakan salah satu sarana sastra yang sangat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Kita tentu ingat bahwa karya sastra pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan pengarang dalam membahasakan sesuatu kepada orang lain.
6. Pusat Pengisahan

 



            Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya atau dari mana seorang pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik pandangan pengarang inilah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya.
B. Karya Sastra Anak yang Berbentuk Puisi

 


            Saudara mahasiswa, sebelum kita memasuki unsur pembangun puisi anak, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa puisi anak itu. Puisi anak adalah puisi untuk dikonsumsi anak, yang isinya sesuai dengan lingkungan anak, usia anak dan memiliki nilai-nilai yang dapat membentuk sikap, budi pekerti yang luhur, serta memiliki nilai seni.
Adapun unsur- unsur yang membangun puisi anak adalah:
1. Unsur Intrnsik Puisi
            Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam, atau dari wujud puisi itu sendiri yaitu:
(a) Tema
            Seperti prosa dan drama, puisi pun memiliki tema yang berisi persoalan yang mendasari suatu karya sastra. Tema munculnya pada awal, sebelum penyair menulis puisinya. Tema merupakan dorongan yang kuat yang menyebabkan penyair mengungkapkan apa yang dirasakannya melalui puisi. Untuk menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara  yaitu: dengan cara melihat judul puisinya dijadikan  dengan melihat bentuk fisik puisi  itu, seperti dari sisi diksi ( pilihan kata ), dari sisi judul puisinya, dan dari keterapan kata yang sering muncul.
(b) Amanat
            Amanat merupakan sala satu unsur yang membangun puisi anak. Amanat dalam puisi adalah pesan atau nasihat yang disampaiakn oleh pengarang kepada pembaca atau pendengar. Oleh karena itu, amanat hanya dapat dirumuskan oleh pembaca atau penikmat, sehingga bisa  terjadi beda pendapat antara penikmat satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan karena beragamnya tingkatan penikmat baik dari sisi pengetahuan, latar agama, latar budaya, dan sebagainya.
(c) Sikap, Suasana atau Nada, dan Perasaan dalam Puisi.
            Sebuah puisi tidak dapat dinikmati jika tidak dibaca secara keseluruhan. Pembacaan puisi dapat dilakukan tanpa suara, hanya sekedar dinikmati pembacanya saja atau dibaca dengan suara keras, bisa juga dideklamasikan. Dengan dideklamasikan atau membacanya secara keras, Anda akan merasakan perasaan yang diungkapkan oleh penyairnya. Suasana kejiwaan akan terungkap melalui ungkapan nada pada puisi yang diciptakan.
            Nada dan perasaan dalam puisi merupakan espresi  penyair dalam menyampaikan apa yang dirasakan dalam hatinya. Sikap dan penyair akan terlihat jelas dalam puisinya. Sikap yang berbeda pada tiap penyair, akan membedakan tiap karya alam bentuk nada-nada  puisi yang diciptakan meskipun objek yang disampaikan. Oleh karena itu, unsur sikap, suasana, nada, atau perasaan pada puisi anak adalah ekspresi perasaan penyair yang disampaikan dalam bentuk nada-nada yang menimbulkan keindahan, seperti memberontak, main-main, serius, takut, dan sebagainya.
(4) Tipografi
            Tipografi adalah ukiran bentuk puisi yang biasanya berupa susunan baris, ke bawah. Ada yang menyebutkan istilah tipografi  dengan sebutan tata wajah puisi. Baik tipografi maupun  tata wajah memiliki pengertian yang sama, yaitu salah satu unsur puisi yang menjadikan puisi lebih indah karena tata wajahnya dibuat seperti lukisan tertentu. Perhahtikan contoh di bawah ini:
Sajak Transmigran II
                            Singkong
                                        Oleh: F. Rahardi
Dia selalu singkong
       Dan terus menerus singkong
Hari ini singkong
       Besok mungkin singkong
              Besoknya lagi juga singkong
Dirumah sepotong singkong
                     Di ladang seikat singkong
       Di pasar segerobak singkong
              Di rumah tetangga sepiring singkong
                     Enam bulan lagi tetap singkong
       Setahun lagi tetap singkong
       Sepuluh tahun tetap singkong
Dua puluh tahun makin singkong
       Dan lima puluh tahun kemudian          
             Transmiran berubah
                          Sakit-sakitan
                                  Mati
       Lalu terkubur di ladang singkong

(5) Rima atau Persamaan Bunyi

            Rima adalah persamaan bunyi yang berulang secara teratur pada kata yang letaknya berdekatan di dalam satu larik atau antarlirik.  Perhatikan pengulangan bunyi pada puisi berikut, dan bacalah keras-keras dan ulangi lagi membacanya. Benarkah ada kekuatan magis?
Catatan hari lebaran
Sepiring ketupat luka
Semangkuk sop duka
Sepotong lauk alpa
Tergeletak di atas meja
Sajakku pun sigap menyantapnya.

(6) Citraan atau Pengimajian
            Citraan atau pengimajian adalah susunan kata yang dapat memperjelas apa yang dinyatakan oleh penyair. Mengingat puisi bukanlah hanya untuk sekedar dibaca maka penyair menggunakan citraan ini sebagai cara untuk memperjelas agar penikmat memahami puisi ciptaannya melalui citraan yang disajikan dalam beberapa bentuk citraan:
(a) Penglihatan ( visual imagery)
(b) Pendengaran ( auditory imagery)
(c) Penciuman (  smell imagery)
(d) Perasaan (tactile imagery)
Perhatian contoh pengimajian penglihatan pada puisi Chairil Anwar berikut
            Tuhanku
            Dalam termangu
            Aku masih menyebut nama- Mu
            Biar susah sungguh
            Mengingat kau penuh seluruh
            ……………………………………………

            Tuhanku
            Aku hilang bentuk
            Remuk
            Tuhanku
            Aku mengembara di negeri asing
           
            Tuhanku
            Di pintu- Mu aku mengetuk
            Aku tidak bias berpaling

(7) Gaya Bahasa, Irama, atau Ritme
            Gaya Bahasa atau irama atau ritme adalah cara khas yang dipakai penyair untuk menimbulkan efek estetis (keindahan) pada karya sastra puisi yang  dihasilkannya. Perhatikan contoh pengulangan bunyi dan pengulangan kata pada puisi berikut yang menimbukan bunyi teratur dan menciptakan irama.
            Menyesal ( Ali Hajmi)
            Pagiku hilang/ sudah melayang
            Hari mudak/ telah melayang
            Kini petang/ dan membayang
            Batang usiaku/ sudah tinggi
             Tuhanku
            Dalam termangu
            Aku masih menyebut nama-Mu
            Biar susah sungguh
            Mengingat kau penuh seluruh

2. Unsur Ekstrinsik Puisi
            Unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun puisi anak yang dari luar. Disebut unsur luar, tetapi sangat mempengaruhi totalitas puisi. Unsur ekstrinsik di bawah ini terdiri atas: unsur biografi penyair, unsur kesejarahan, dan unsur kemasyarakatan.
            Di samping unsur intrinsik dan ekstrinsik, karya puisi juga dapat dilihat dari struktur yang berbeda, yaitu struktur lapis-lapis norma. Struktur norma ini ditinjau dari kenyataan yang ada dalam puisi itu sendiri atau fenomena yang ada. Lapis-lapis tersebut adalah:
-          Lapis Bunyi
            Lapis bunyi yaitu bunyi kata, kelompok kata, kalimat dan bait.
-          Lapis Arti
                            Lapis arti merupakan wujud puisi yang berada pada lapisan ke duaberupa makna tiap rangkaian huruf, kata, kelompok kata, kalimat, dan bait.
-          Lapis Pengarang
         Lapis pengarang merupakan hal-hal yang berasal dari sisi pengarang yang turut memperkuat keindahan hasil karyanya, seperti imajinasi dan suasana ucapan tak langsung berupa kiasan- kiasan yang memperkaya puisi.
C. Drama Anak- Anak

 


            Saudara Mahasiswa, sebelumnya kita membahas tentang unsur pembangun drama anak- anak, kita  harus mengetahui terlebih dahulu apa itu drama anak-anak?.
            Secara umum pengertian drama adalah teks yang bersifat dialog dan isinya membentangkan sebuah alur (Luxemburg, 1984: 158). Dapat juga dikatakan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan emosi lewat lakuan dan dialog, lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung, (Sudjiman, 1984: 20). Sedangkan secara khusus, pengertian drama anak-anak adalah proses lakuan anak sebagai tokoh. Dalam berperan, mencontoh atau meniru gerak pembicaraan seseorang, menggunakan atau memanfatkan pengalaman dan pengetahuan tentang karakter dan situasi dalam suatu lakuan, baik dialog maupun monolog guna menghadirkan peristiwa dan rangkaian cerita tertentu, (Wood dan Attfield, 1996:144).



            Adapun unsur yang membangun drama anak-anak adalah sebagai berikut:
Unsur intrinsik

1. Tokoh
            Tokoh dalam drama anak-anak selain orang dewasa dan anak-anak juga biasa  berupa boneka, binatang,  tumbuhan, dan benda mati, sikap dan tingkah lakunya tetap  menggambarkan kehidupan manusia. Ciri–ciri tokoh drama anak-anak, yaitu yang pertama memiliki ciri-ciri kebadanan seperti: usia, jenis kelamin, keadaan tubuh,dan kondisi wajah. Yang kedua, ciri-ciri kejiwaan, misalnya mentalitas, moral, temperamen, kecerdasan, dan kepandaian dalam bidang tertentu. Yang ke tiga adalah  ciri-ciri kemasyarakatan, misalnya status sosial, pekerjaan, pendidikan, ideology, kegemaran,dan peranannya dalam masyarakat.    
2. Alur
            Alur atau plot dalam drama biasa juga disebut dengan plot atau jalan cerita. Alur atau struktur drama anak-anak pada umumnya mengandung lima rangkaian peristiwa, yaitu:
-          Perkenalan adalah rangkaian peristiwa dalam drama anak- anak yang berisi mengenai keterangan tokoh dan latar. Dalam hal ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menjelaskan peristiwa yang akan terjadi.
-          Konflik  adalah tahapan rangkaian peristiwa  dalam drama anak-anak yang menimbulkan suasana emosional karena pertentangan antara manusia dengan alam, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan pencipta- Nya, dan manusia dengan diri sendiri.
-          Klimaks adalah tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang menimbulkan puncak ketegangan.
-          Antiklimaks adalah tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang menunjukkan  perkembangan lakuan ke arah selesaian.
-          Penyelesaian adalah tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang diakhiri kebahagiaan, kedamaian, atau punkesedihan.
3. Latar
            Konsep tentang latar telah  dipelajari sebelumnya pada unsur pembangun karya sastra anak dalam bentuk prosa. Seperti yang kita ketahui bahwa latar dalam karya sastra anak yang dikenal adalah latar tempat dan latar waktu.
4. Tema
            Pada umumnya tema dalam teks drama anak-anak dinyatakan secara eksplisit. Di samping itu, tema drama anak-anak merupakan pikiran utama yang dikaitkan dengan masalah kebenaran dan kejahatan. Misalnya, perbuatan yang jahat akan dikalahkan oleh perbuatan yang baik.

 Unsur Ekstrinsik
            Adapun unsur ekstrinsik yang terdapat dalam karya sastra yang berbentuk drama anak-anak, meliputi: yang pertama adalah biografi pengarang, dalam hal ini pengarang sastra anak-anak perlu menjiwai corak kpribadian anak-anak.Yang kedua adalah psikologi, ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang,(P. Hariyanto, 1997-1998: 930), psikologi juga merupakan ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental, baik berkenaan dengan proses mental yang normal maupun tidak normal.Yang ketiga adalah sosiologi, ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan proses-proses  sosial, (P. Hariyanto, 1997-1998: 932).

D.    Karya Sastra yang Berbentuk Cerita Anak-anak

 



            Menurut Titik W. S., dkk., (2003: 89) bahwa, cerita anak-anak merupakan cerita sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat yang wacananya yang baku dan berkualitas tinggi, sehingga cerita anak-anak harus berbicara  tentang kehidupan anak-anak.
            Cerita anak-anak juga dikatakan sebagai sesuatu yang kompleks, artinya cerita anak-anak dibangun oleh stuktur yang tidak berbeda dengan cerita orang dewasa, sebab cerita anak-anak yang sederhana itu tetap harus disususn dengan memperhatikan unsur keindahan.
            Saudara mahasiswa, anak-anak SD dikelompokkan pada usia antara 6-13 tahun. Apabila dikelompokkan berdasarkan jenjang kelas maka mereka terkelmpok menjadi kelompok kelas anak rendah dan kelompok anak kelas tinggi. Kelompok kelas rendah berusia antara 6-9 tahun, sedangkan kelas tinggi berusia antara 10-13 tahun.
            Perkembangan jiwa anak-anak usia  6-9 tahun berada pada tahap imajinasi dan fantasi yang tinggi sehingga cerita-cerita yang disenangi oleh anak-anak usia ini adalah cerita-cerita yang mengandung daya khayati atau fantasi.
            Adapun jenis-jenis cerita anak yang cocok untuk SD adalah
(a)   Cerita Jenaka

 


Cerita jenaka merupakan cerita yang mengungkapkan hal ihwal atau tingkah laku seorang tokoh yang lucu. Kelucuan yang diungkapkan dapat berupa karena kebodohan sang tokoh atau pula karena kecerdikannya.
(b)   Dongeng

 



Dongeng adalah cerita yang didasari atas angan-angan atau khayalan. Dalam dongeng terkandung cerita yang menggambarkan sesuatu diluar nyata, seperti Timun Mas, Putri Salju, Peri yang baik hati, dan sebagainya.



(c)    Fabel

 


                                                                                  
Fabel adalah cerita yang menampilkan hewan-hewan sebagai tokoh-tokohnya. Di dalam fabel, para hewan atau binatang digambarkan sebagaimana layaknya manusia yang dapat berpikir, bereeksi dan berbicara. Fabel mengandung unsur mendidik karena diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral. Misalnya, “ Kancil dan Kera “, “ Kancil dan Buaya”. 
(d)  Legenda

 



Legenda adalah cerita yang berasal dari zaman dahulu. Cerita legenda bertalian dengan sejarah yang sesuai dengan kenyataan yang ada pada alam atau cerita tentang terjadinya suatu negeri, danau atau gunung. Contoh cerita “Malin Kundang”, “Batu Menangis”, Sangkuriang”, “asal Usul Kota Surabaya”
(e) Mite atau Mitos 
 



Mite atau mitos merupakan cerita yang berkaitan dengan kepercayaan kuno, menyangkut kehidupan dewa-dewa atau kehidupan makhluk halus. Mitos adalah cerita yang mengandung unsur-unsur misteri, dunia gaib, dan alam dewa.
E. Unsur-unsur  yang Membangun Cerita Anak- Anak

           


            Adapun unsur-unsur karya sastra yang membangun cerita anak- anak di antaranya adalah:

(a)    Tema cerita
            Tema dalam sebuah cerita ibarat fondasi pada sebuah bangunan. Ini artinya eleman atau unsur yang pertama harus ada dalam sebuah cerita adalah tema. Tema atau amanat yang terkandung dalam cerita anak-anak berisi pertetangan antara baik dan buruk. Secara lebih konkret  tema pertentangan baik dan buruk ini dinyatakan dalam bentuk kejujuran  melawan kebohongan, keadilan melawan kezaliman, kelembutan melawan kekerasan.
(b)   Amanat
            Cerita anak-anak yang bersifat didaktis pada umumnya mengandung ajaran moral, pengetahuan dan keterampilan. Amanat pada sebuah cerita dapat disampaikan secara implisit( tersurat) ataupun eksplisit (tersirat).
(c) Tokoh
            Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan  di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan atau diserupai sebagai manusia.
       (d) Latar
            Latar atau setting diartikan juga sebagai landas tumpu sebuah cerita. Secara kasat mata, latar dalam cerita berkenaan dengan tempat atau ruang atau waktu yang tergambar dalam sebuah cerita. Secara terperinci latar meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk tipografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh; waktu berlakunya kejadian masa terjadinya, musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelektual dan sosial para  tokoh.
            (e) Alur
            Alur atau plot adalah jalan cerita. Dalam cerita anak, penggunaan alur tidak serumit dalam cerita orang dewasa. Hal itu disebabkan oleh pengalaman dan daya berpikir anak yang masih terbatas untu memahami ide-ide yang rumit. Penggunaan alur yang sederhana ini biasa disebut dengan alur datar. Alur datar dijabarkan melalui gaya bercerita secara langsung.
(f) Sudut Pandang
            Sudut pandang atau pusat pengisahan ( point of view) digunakan pengaraang dalam menciptakan cerita. Secara garis besar, sudut pandang dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang orang yang pertama yang disebut dengan akuan atau sudut pandang orang yang ketiga disebut dengan diaan atau disebut dengan  insider atau outsider. 
(a)    Gaya
            Gaya dalam bercerita  berkaitan dengan sasaran cerita, artinya cerita yang dituturkan untuk siapa. Cerita untuk siswa SD menggunakan bahasa dengan gaya yang berbeda dengan cerita yang ditujukan untuk remaja, orang dewasa, atau orang yang sudah usia lanjut. Melalui gaya bercerita, pengarang bertujuan untuk menampilkan suasana, latar, tokoh, dan unsur-unsur cerita yang lain menjadi hidup. Apapun jenis cerita, tujuan, dan sasaran  yang dimasudkan melalui tulisan, ciri atau karakteristik yag dimilikinya akan tampak dalam gaya tulisannya.  






UNIT III
 


                                                    Apresiasi Sastra Anak
PENDAHULUAN

 





            Modul Apresiasi Sastra Anak ini membahas dua topik subunit. subunit pertama menguraikan konsep apresiasi anak dari pengertian apresiasi, kegiatan apresiasi, tingkatan apresiasi sastra anak. Subunit kedua menguraikan pembelajaran apresiasi sastra anak, dari persiapan memilih bahan, memilih metode pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran sastra anak.
            Komposisi modul seperti yang dikemukakan di atas, diharapkan dapat membekali Anda dengan konsep dasar apresiasi sastra anak , fungsi apresiasi sastra anak hingga Anda sendiri mampu  mengapresiasi sastra anak dan melaksanakan pembelajaran sastra anak di kelas dengan baik. Modul ini, merupakan bekal utama dan sekaligus pegangan dasar bagi Anda mempelajari sastra anak , kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam tindak lanjut (mengerjakan tugas-tugas) dan ketika Anda melaksanakan praktik mengajar di depan kelas.
            Apabila Anda mempelajari modul ini dengan sungguh-sungguh dan tekun, niscaya Anda akan memperoleh manfaat dalam pengembangan ilmu dan wawasan, baik bagi diri Anda itu sendiri maupun bagi bekal mengajar sebagai guru, yaitu pembelajaran sastra anak ini akan sangat diperlukan. Pada saat Anda mempersiapkan bahan pembelajaran sastra yang sesuai dengan  tuntunan kurikulum, tentu Anda membutuhkan pengetahuan dan kemampuan mengapresiasi sastra anak. Demikian juga, pada saat Anda menyajikan materi pembelajaran sastra anak itu kepada siswa Anda, tentu bekal ini sangat dibutuhkan agar pembelajaran sastra anak di bangku sekolah dasar dapat berjalan denagn lancar dan sukses.
            Setelah mempelajari modul ini, secara umum Anda diharapkan dapat menerapkan pembelajaran sastra anak di bangku sekolah dasar.
            Secara khusus Anda diharapkan:
1.      Menjelaskan konsep apresiasi sastra anak
2.      Mengapresiasi satra anak
            Meskipun modul ini bersifat pengayaan, Anda diharapkan tidak hanya merasa cukup dan berhenti dengan membaca yang tersurat dalam modul ini tanpa mengembangkan dengan berbagai fenomena kesusastraan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau hal itu sungguh terjadi maka, Anda hanya memperoleh sesuatu yang bersifat hafalan dan tidak terlalu bermanfaat bagi perluasan ilmu pengetahuan dan wawasan sebagai guru dan pendidikan anak-anak dalam menghadapi masa depan bangsa dan negara ini. Oleh karena itu, ketika mengisi soal-soal latihan  dan mengerjakan tes. Sebagai tindak lanjut dari pembelajaran ini, hendaknya Anda tidak terpaku pada apa yang tertulis dalam modul dan memindahkannya sebagai jawaban. Anda hendaknya dapat memperkaya jawaban, latihan, dan tugas dengan referensi bacaan lain serta menuangkannya dengan bahasa sendiri, tanpa harus meninggalkan materi modul ini. Dengan  demikian, secara tidak disadari Anda telah melakukan pengembangan diri, berlatih menulis, menuangkan gagasan secara teratur, dan menjadi tenaga guru yang profesional di bidangnya.



                     Selamat Belajar!


Konsep Apresiasi Sastra Anak  vvv
A.  Pengertian Apresiasi Sastra Anak
vv
 




Sebagai guru, tentu Anda pernah mendengar atau membaca istilah apresiasi yang diucapkan atau ditulis orang dalam berbagai kesempatan. Kata apresiasi diserap dari bahasa Inggris appreciate. Dalam bahasa asalnya, appreciate berarti understanding of the nature and quality of something intelligent enjoyment,gratitude, an increase in money value, a critical estimate or judgment (Cayne,1990). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993), kata apresiasi sebagai tema dasar diberi arti (1) kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya; (2) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu; (3) kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah. Badudu dan Zain (1996) memaknai kata apresiasi, seperti (1) penghargaan; (2) pengertian, pemahaman; (3)penilaian, penafsiran.
Saudara, makna kata apresiasi, seperti dijelaskan di atas merupakan makna leksikal, sedangkan dalam kaitannya dengan istilah apresiasi sastra ada beberapa pendapat yang perlu Anda perhatikan. Marilah kita ikuti pendapat-pendapat itu!
Dalam Enksilopedia Indonesia (1980) di jelaskan, bahwa apresiasi sastra adalah sikap menghargai sastra berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya. Badudu dan Zain (1996) menjelaskan bahwa, apresiasi sastra adalah pemahaman, penghargaan, dan penilaian yang positif terhadap karya sastra. Sudjiman (1990) memaknai apresiasi sastra sebagai pengahargaan terhadap karya sastra yang didasarkan pada pemahaman. Sementara itu, Zaidan (1994) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah penghargaan atas karya sastra sebagai hasil penilaian, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu. Effendi (1982) mendefinisikan pengertian apresiasi sastra sebagai kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Sejalan dengan rumusan-rumusan di atas, dapatlah dibuat definisi pengertian apresiasi sastra anak sebagai berikut. Apresiasi sastra anak adalah:
1.      Sikap menghargai sastra anak berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya;
2.      Pemahaman, penghargaan, dan penilaian yang positif terhadap karya sastra anak;
3.      Penghargaan terhadap karya sastra anak yang didasarkan pada pemahaman;
4.      Penghargaan atas karya sastra anak sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, pengahayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya;
5.      Kegiatan menggauli karya sastra anak dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadapnya.
Setelah membaca uraian di atas, akan timbul pertanyaan dalam hati Anda. Membaca pembelajaran apresiasi sastra perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sejak sekolah dasar? Dalam hal ini perlu diingat bahwa salah satu faktor yang diperlukan dalam mengapresiasi sastra dipandang sebagai salah satu usaha menumbuhkembangkan minat dan kegemaran  membaca pembelajaran apresiasi sastra akan membuat siswa memiliki kebiasaan membaca. Kebiasaan yang diciptakan seperti ini pada tahap selanjutnya dapat menjadi kebutuhan bagi anak-anak kita, terutama sebagai generasi penerusn bangsa Indonesia. Dengan banyak membaca, terbukalah kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak-anak kita untuk maju seirama dengan pesatnya laju kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini. Selain itu apresiasi anak bermanfaat bagi anak dan bagi Anda sebagai guru.
B. Manfaat Apresiasi Sastra

 


                                                             
Mempelajari apresiasi sastra bermanfaat secara estetis, pendidikan kepekaan batin dan sosial, menambah wawasan, pengembangan kejiwaan atau kepribadian.
  1. Manfaat Estetis
Manfaat estetis dalam manfaat tentang keindahan yang melekat pada sastra anak. Ada nilai keindahan yang terpancar dalam sastra anak, yaitu keindahan seni merangkai kata atau  menyusun bahasa. Manfaat estetis mampu memberi hiburan, kepuasaan, kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika suatu karya sastra dibaca atau didengar.  
  1. Manfaat Pendidikan
Manfaat pendidikan pada apresiasi sastra anak adalah memberi berbagai informasi tentang proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui kegiatan pembelajaran dan latihan. Berbagai ajaran kehidupan lahir dan batin dapat dipetik melalui kegiatan mengapresiasi sastra.
  1. Manfaat Kepekaan Batin atau Sosial
Manfaat kepekaan batin atau sosial dalam mengapresiasi sastra anak merupakan upaya untuk selalu mengasah batin agar mudah tersentuh oleh hal-hal yang bersifat batiniah ataupun sosial.
  1. Manfaat Menambah Wawasan
Manfaat menambah wawasan dalam mengapresiasi sastra anak adalah memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pendangan tentang kehidupan.
  1. Manfaat Pengembangan Kejiwaan atau Kepribadian
Manfaat pengembangan kejiwaan atau kepribadian dari apresiasi sastra anak adalah mampu menghaluskan budi pekerti apresiator. Dari banyak membaca karya sastra tentu anak banyak memperoleh informasi yang membuat anak (pembaca) memiliki kepribadian yang baik, budi pekerti yang saleh dan luhur.

C. Tingkat Apresiasi Sastra
 


            Saudara, sebelum Anda mempelajari tingkat apresiasi sastra, ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan Anda dalam mengapresiasi sastra. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan apresiasi langsung, apresiasi tidak langsung, pendokumentasian karya sastra, dan kegiatan kreatif.
1.      Kegiatan Apresiasi Langsung
Kegiatan ini dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk memperoleh nilai kenikmatan dan kehikmatan dari karya sastra anak yang diapresiasi. Nilai kenikmatan sastra anak dapat memberi sesuatu yang menyenangkan, menghibur, dan memberi kepuasan. Nilai kenikmatan sastra dapat memberi pelajaran, amanat, dan nasihat tentang kehidupan.
Kegiatan apresiasi langsung meliputi kegiatan-kegiatan seperti berikut:
a.       Membaca sastra anak
Kegiatan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh sesuatu yang terkandung dalam sastra anak, yaitu nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan anak. Nilai-nilai itu memberi arahan tentang perilaku, pandangan hidup, dan cara menyikapi sesuatu dalam menghadapi kehidupan.

b.      Mendengar sastra anak
Kagiatan ini dapat berupa mendengarkan pembacaan suatu karya sastra. Kegiatan ini memerlukan ketajaman pikiran dan perasaan guna menyimak karya sastra yang didengarkan.
c.       Menonton pementasan sastra anak
Kegiatan ini dapat berupa menonton pembacaa puisi, cerpen, atau pementasan drama. Kegiatan menonton ini tidak terbatas pada pementasan panggung saja, melainkan juga menonton lewat televisi atau film di bioskop.
2.      Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung
Kegiatan apresiasi tidak langsung merupakan kegiatan apresiasi yang dapat menunjang pemahaman seseorang terhadap karya sastra anak. Kegiatannya berupa kegiatan mempelajari teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra.
Mempelajari teori sastra dikatakan apresiasi tidak langsung, sebab yang dipelajari bukan karya sastra konkrit, melainkan  teori dan konsep tentang sastra. Teori sastra sebaiknya dipelajari oleh orang dewasa, terutama sekali untuk guru sebagai penambah wawasan tentang sastra, sedangkan untuk siswa sebaiknya Anda sajikan apresiasi sastra secara langsung yaitu anak langsung membaca karya sastra, mendengarkan pembacaan karya sastra, dan menonton pementasan karya sastra.
Mempelajari sejarah sastra dapat memperluas wawasan kita yang memang diperlukan agar mengatahui bagaimana perkembangan sastra di suatu wilayah atau Negara, perkembangan sastra dari satu dekade ke dekade berikutnya, dari satu angkatan ke angkatan selanjutnya. Dan dari satu aliran ke aliran lainnya. Hal yang dikaji dalam sejarah sastra adalah konsep-konsep dasar angkatan, sejarah aliran sastra, pekembangan jenis-jenis sastra dari berbagai segi, dan ciri-ciri struktur dan isi karya sastra setiap angkatan.
Demikian pula halnya, jika Anda mempelajari kritik sastra karena kritik sastra berkaitan dengan penelaahan karangan ditinjau dari segi-segi tertentu karya sastra. Bentuknya dapat berupa artikel dalam surat kabar atau majalah, buku essai atau antologi essai. Mempelajari kritik sastra dapat memperluas wawasan kita guna melihat bagaimana cara orang lain memberi pertimbangan baik dan buruk terhadap suatu karya sastra. 
3.      Pendokumentasian Karya Sastra
Pendokumentasian karya sastra juga termasuk bentuk apresiasi sastra yang secara nyata ikut melestarikan keberadaan karya sastra. Bentuk apresiasi atau pengahrgaan terhadap karya sastra dengan cara mendokumentasikannya itu dilihat dari segi fisiknya, yaitu ikut memelihara karya sastra, menyediakan data bagi orang yang memerlukannya, dan menyelamatkan karya sastra dari kepunahan. Kegiatan pendokumentasian sastra, meliputi pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra yang berupa artikel atau karangan dalam surat kabar, majalah, makalah, skripsi, tesis, disertasi ataupun buku-buku sastra.
4.      Kegiatan Kreatif
            Kegiatan ini dapat berupa kegiatan belajar menulis karya sastra, misalnya puisi, prosa atau drama. Hasilnya dapat dikirimkan dan dimuatkan dalam majalah dinding, buletin OSIS, majalah sekolah, surat kabar atau majalah tertentu. Kegiatan kreatif juga dapat dilaksanakan secara rekreatif, misalnya menceritakan kembali karya sastra yang didengar, dibaca, atau ditonton atau mengubah bentuk puisi menjadi prosa dan sebaliknya.
            Rusyana(1979) menyebutkan ada tiga tingkat apresiasi sastra, yaitu (1) seseorang mengalamki pengalaman yang ada dalam karya sastra, ia terlibat secara berangsur-angsur meningkat dari taraf yang rendah ke taraf yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih mendalam. Ini berarti, kemampuan mengapresiasi sastra itu dapat ditingkatkan, diperluas atau diperdalam. Caranya dengan melaksanakan kegiatan-kegiatn, seperti telah diuraikan di muka.
Apresiasi tingkat I
            Kegiatan apresiasi seseorang didominasi oleh pergaulan emosinya dengan panduan daya intelektualnya. Pada tingkat ini apresiator dapat merasakan kesenangan, kegembiraan, kesedihan atau kemarahan, sesuai dengan aspek–aspek emosi yang terkandung dalam karya sastra yang diapresiasinya. Apresiator seolah-olah berada di dalam cerita atau mengalami sendiri kejadian-kejadian yang ada dalam cerita itu.
Apresiasi Tingkat II
Pada tingkat ini, selain terjadi pergulatan emosi, terjadi pula pergaulan daya intelektualnya dengan kuat untuk memahami unsur-unsur yang membentuk cerita itu. Apresiator yang berada pada tingkat ini telah dapat memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya, apresiator dapat melihat kelebihan dan kelemahan karya sastra yang diapresiasinya melalui unsur-unsur intrinsik karya sastra tersebut. Dengan demikian, apresiator dapat menilai bagus tidaknya karya sastra itu.
Selain pendapat di atas, ada pula pendapat tentang tingkat apresiasi sastra yang dikemukakan oleh P. Suparman (dimuat dalam Tarigan,2001). Menurut P. Suparman, ada 5 tingkat apresiasi sastra, yaitu:
a. tingkat penikmatan, tindak operasionalnya: membaca karya sastra , mendengarkan pembacaan karya sastra, dan menonton pementasan karya sastra;
b. tingkat penghargaan, tindak operasionalnya: mendengarkan atau membaca dengan baik, mengambil suatu manfaat, merasakan suatu pengaruh ke dalam jiwa, mengagumi;
c. tingkat penghayatan, tindak operasionalnya: membuat analisis lanjut, mencari hakikat arti materi dengan argumentasinya, memparafrase, menafsirkan, dan menyusun pendapat berdasarkan analisis yang sudah dilakukan;
d. tingkat pemahaman, tindak operasionalnya: meneliti unsur intrinsik dan ekstrinsiknya, menganalisis dan menyimpulkan;
e. tingkat implikasi, tindak operasionalnya: merasakan manfaatnya, melahirkan ide baru, mengamalkan penemuan, dan mendayagunakan hasil apresiasi dalam mencapai nilai material, untuk kepentingan sosial, politik dan budaya.
MEMILIH BAHAN PEMBELAJARAN  SASTRA ANAK
 



            Sebelum kita memasuki pokok pembicaraan seperti tertulis di atas, lebih dulu perlu diketahui bentuk-bentuk sastra anak. Anda pasti ingat akan bentuk sastra. Secara umum, ada tiga bentuk sastra anak, yaitu prosa, puisi, dan drama. Bentuk sastra anak pun seperti itu, yaitu prosa anak, puisi anak, dan drama anak.
Puisi dan prosa anak banyak ditulis, sedangkan drama anak kurang mendapat perhatian. Ini tidak berarti bahwa drama anak tidak ada. Drama anak ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak puisi dan prosa anak.
Dewasa ini prosa dan puisi anak banyak ditulis oleh anak dan dimuat dalam majalah anak-anak ataupun dalam lembar khusus untuk anak-anak yang diusahakan oleh harian-harian tertentu di Jakarta ataupun di daerah-daerah. Ini merupakan hal yang apositif bagi perkembangan sastra anak di tanah air dan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, terutama bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.
Sekarang kita beralih membicarakan fungsi sastra  anak. Dari segi pragmatiknya, sastra anak berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak memberi banyak informasi tentang suatu hal, pengetahuan, kreativitas, atau keterampilan anak, dan juga memberi berfungsi membentuk kepribadian dan menuntun kecerdasan emosional anak. Perkembangan emosi anak akan terbentuk melalui kegiatan membaca untuk menikmati karya sastra. Karya sastra anak bermanfaat untuk membentuk kepribadian anak, menyeimbangkan secara wajar emosi anak, menanamkan konsep diri dan harga diri, mendorong anak menemukan kemampuannya yang realistis, membekali anak untuk memahami kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, serta membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada diri anak, misalnya sifat ingin dihargai, ingin mendapat cinta kasih yang tulus, ingin menikmati keindahan, dan ingin memperoleh kebahagiaan.
Fungsi hiburan pada sastra anak memberi kesenangan, kenikmatan, dan kepuasan pada anak. Coba perhatikan, betapa senangnya siswa Anda ketika Anda membacakan sebuah cerita atau puisi untuk mereka
Sekarang kita sampai pada pembicaraan tentang memilih karya sastra anak untuk keperluan pembelajaran apresiasi sastra. Bagaimana caranya agar Anda dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran apresiasi sastra secara efektif dan menarik? Salah satu cara yang dapat Anda tempuh adalah menyiapkan bahan pembelajaran yang baik. Untuk dapat memilih bahan yang tidak baik. Untuk dapat membedakannya dibutuhkan kriteria tertentu sebagai tolak ukurnya.
Dalam memilih bahan pembelajaran apresiasi sastra, guru harus menggunakan kriteria keterbacaan dan kesesuaian. Kriteria keterbacaan berkaitan dengan mudah sukarnya suatu karya sastra dibaca dan dipahami oleh siswa. Sedangkan kriteria kesesuaian berhubungan dengan sesuai tidaknya bahan pembelajaran dengan karateristik siswa sebagai penerima pesan pembelajaran.
Selanjutnya, ikutilah pembicaraan tentang penggunaan kedua kriteria itu dalam pemilihan bahan pembelajaran apresiasi prosa anak, puisi anak, dan drama anak.
1.      Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Prosa

 



a.         Kriteria keterbacaan yang digunakan dalam pemilihan bahan pembelajaran prosa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


1)        Kejelasan  bahasa
Prosa yang dipilih harus menggunakan bahasa yang sederhana, lugas. Kalimatnya pendek-pendek, tidak rumit sehingga memudahkan siswa menangkap isinya. Kata-kata yang digunakan bermakna lugas. Kejelasan bahasa memungkinkan siswa mudah menemukan unsur-unsur yang membangun sebuah prosa.
2)      Kejelasan tema
Prosa yang dipilih harus mempunyai tema yang terbuka. Artinya, tema dapat ditemukan dengan langsung oleh siswa.
3)      Kesederhanaan plot
Prosa yang dipilih harus mempunyai plot maju. Maksudnya, rangkaian peristiwa yang membentuk isi cerita tersusun secara kronologis dari awal hingga akhir. Cerita dengan plot maju memungkinkan siswa terkandung dalam cerita itupun mudah ditangkap oleh siswa.
4)      Kejelasan perwatakan
Perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita yang diplih harus terdeskripsi secara sederhana sehingga siswa dapat dengan mudah dan cepat mengenali tokoh-tokoh itu. Dengan demikian, pesan yang terkandung dalam cerita itu pun mudahn ditangkap oleh siswa.  
5)      Kesederhanaan latar
Latar atau setting  dalam cerita yang dipilih harus tidak berbeda jauh dengan lingkungan tempat tinggal siswa sehingga mereka merasa akrab dengan suasana dalam cerita itu.
6)      Kejelasan pusat pengisahan
Pusat pengisahan dalam cerita yang dipilih harus konsisten. Artinya, jangan terlalu banyak terjadi pergantian fokus. Seringnya terjadi pergantian fokus menyulitkan siswa mengikuti jalan ceritnya.
b.        Kriteria, kesesuaian berkaitan dengan karateristik anak
             Agar pembelajaran apresiasi sastra bermakna bagi siswa, pemilihan bahan pembelajarannya harus didasarkan pada karakteristik anak, sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya. Di samping itu, kandungan moral dalam cerita yang dipilih juga harus dipertimbangkan kelayakannya.
            Seperti telah diuraikan di muka, anak-anak SD berusia 6-13 tahun. Sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya, anak usia 6-9 tahun menyukai cerita sederhana tentang kehidupan sehari-hari, dongeng binatang, kisah-kisah yang lucu. Sedangkan, anak yang berusia 9-12 tahun atau 13 tahun menyukai cerita yang melukiskan pahit getirnya hidup  kekeluargaan yang ditulis secara realistis, juga menyenangi cerita yang fantastis (science fiction) dan kisah-kisah petualangan.
2.      Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Puisi   

 



a.       Kriteria keterbacaan dalam memilih puisi yang akan digunakan dalam pembelajaran apresiasi puisi berkaitan dengan sukar tidaknya bahasa yang digunakan dan sukar tidaknya menemukan pesan yang terkandung dalam puisi itu. Bahasa yang digunakan dala puisi harus terjangkau oleh kemampuan berbahasa anak. Artinya, sebagian besar kata yang digunakan dala puisi sudah dikenal anak. Di samping itu, susunan larik puisi pun harus diperhatikan. Puisi yang berlarik panjang-panjang sebaiknya tidak dipilih
b.        Kriteria kesesuaian dalam memilih puisi yang akan digunakan dalam pembelajaran apresiasi puisi dirinci sebagai berikut.

1)      Sesuai dengan kelompok usia anak
Umumnya, anak-anak SD menyukai puisi yang mengandung kemerduan bunyi. Hal itu dapat Anda lihat dala kehidupan sehari-hari, mereka senang melagukan puisi yang berisi permainan bunyi.
2)   Sesuai dengan lingkungan
Pembelajaran apresiasi puisi akan lebih efektif bila diawali dengan penyajian puisi yang memiliki suasana lingkungan yang akrab dengan siswa. Dengan demikian, mereka akan merasakan bahwa puisi itu mereka sehingga mudah membacanya.
  3. Pemilihan Bahan Pembelajaran Apresiasi Drama
 




a.        Kriteria keterbacaan dalam memilih drama yang akan digunakan dalam pembelajaran apresiasi drama dirinci sebagai berikut:
1)  Kejelasan bahasa (Dialog)
Kata-kata yang digunakan dalam naskah drama yang dipilih merupakan kata-kata lugas sehingga siswa merasa akrab dengan dialog seperti itu. Dialog dalam naskah drama sebaiknya merupakan kalimat yang pendek-pendek agar siswa mudah mengingat dan mengekspresikannya.
2) Kejelasan tema dan pesan
Tema drama yang dipilih harus teruji secara lugas, sehingga siswa dapat dengan langsung mengenalinya dan menemukan pesan-pesan yang terkandung dalam naskah drama.



3)   Kesederhanaan alur (Babak)
Drama yang dipilih sebaiknya beralur maju dan tidak terlalu panjang sehingga tidak sering berganti babak. Terlalu sering berganti babak dapat memudarkan daya tangkap anak terhadap keutuhan lakon.
4)   Kejelasan
Setiap tokoh dalam drama yang dipilih hendaknya memiliki 19 m karakter yang jelas sehingga mudah dibedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Kejelasan karakter ini akan memudahkan Anda dan siswa dalam mengarahkan laku historis yang akan diperankan.
b.        Kriteria kesesuaian dalam memilih drama yang akan digunakan berkaitan dengan fase perkembangan anak sesuai dengan usia psikologisnya. Drama yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik anak, yaitu sesuai dengan minat dan kemampuannya.










UNIT IV
 
   
                    Mengapresiasi Karya Sastra Anak
Pendahuluan
V
a.      Pendahuluan

 





            Saudara mahasiswa, mengapresiasi karya sastra anak dapat dilakukan secara reseptif dan secara produktif. Sebagian besar kegiatan mengapresiasi karya sastra anak yang dilaksanakan di sekolah bersifat reseptif, artinya lebih diarahkan kepada kemampuan memahami, menilai atau menikmati karya sastra anak lewat berbagai teknik seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
1. Apresiasi Reseptif
    Apresiasi reseptif dilakukan dengan cara mendengarkan atau menyimak cerita dan membaca cerita. Mendengarkan cerita dapat dilakukan dengan cara mendengarkan cerita melalui kaset, melalui radio atau mendengarkan orang lain membacakan, bercerita, atau orang lain bercerita.
            Membaca cerita (buku) dapat Anda lakukan di mana saja, sesuai dengan kesempatan (waktu) yang Anda miliki. Buku-buku cerita yang Anda baca juga sesuai dengan selera Anda. Namun, untuk cerita anak-anak sebaiknya juga Anda sesuaikan dengan kebutuhan putra-putri dan siswa-siswi Anda.
            Kegiatan apresiasi puisi secara reseptif dapat Anda lakukan dengan cara mendengarkan pembacaan puisi oleh para penyair terkenal, seperti Rendra, Taufik Ismail, Gunawan Muhammad. Tidak hanya itu, Anda juga dapat mendengarkan puisi yang dibacakan oleh siapa saja secara langsung atau melalui media kaset, radio, dan televisi. Dengan demikian, Anda dapat menilai dan membandingkan hasil pembacaan mereka.
            Sebagaimana halnya apresiasi prosa, kegiatan yang kedua adalah membaca. Membaca puisi dapat dilakukan tanpa bersuara atau dalam hati jika tujuannya hanya untuk memahami isi puisi. Akan tetapi, tujuannya untuk mengapresiasikan pembacaan puisi yang baik, Anda harus melakukannya dengan bersuara nyaring dan melibatkan emosi yang memang diperlukan sesuai dengan kebutuhan puisi yang Anda bacakan.
2. Apresiasi Produktif
Apresiasi produktif merupakan kagiatan mengapresiasi karya sastra anak secara produktif yang mengacu kepada (1) penciptaan karya sastra secara konkret (kreatif), dan (2) penciptaan kembali karya sastra (rekreatif) melalui teknik perafrase, yaitu teknik ubah bentuk atau alih bentuk, misalnya mengubah bentuk puisi menjadi prosa sebaliknya, prosa menjadi drama atau lakon dan sebaliknya.
            Kegiatan menulis karya sastra anak, yaitu menulis prosa, puisi, dan drama anak pada kesempatan ini dibatasi pada kegiatan menulis denagn teknik parafrase. Jadi, sifatnya rekreatif. Ini tidak berarti Anda tidak boleh melatih anak menulis prosa, puisi ataupun drama sacara kreatif. Anda boleh saja melakukannya, asalkan itu benar-benar bermanfaat bagi kagiatan pembelajaran yang Anda laksanakan.
            Seperti dijelaskan di atas, menulis karya sastra anak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik parafrase, yaitu mengatakan kembali sesuatu dengan cara lain yang biasa disebut juga cara penguaraian ( Badudu dan Zain,1996). Misalnya dalam bahasa prosa orang mengatakan matahari terbit, sedangkan dalam bahasa puisi ia dapat mengatakannya dengan sang surya keluar dari peraduannya; dalam bahasa prosa dinyatakan matahari tertutup awan, dalam bahasa puisi pernyataan itu dapat berubah bentuk menjadi mentari bersembunyi di balik tirai awan. Masih banyak lagi contoh yang dapat Anda ciptakan. Dalam hal ini perlu diingat. Meskipun bentuknya berubah. Tetapi maknanya tetap sama.

            Perhatikan puisi berikut ini !
                                    BUKU
                        Oleh : Rohaidawati
Bila malam tiba
Kubuka dan kubaca
Kupahami dan kudalami
Semua rahasia buku ini
            Kau menyimpan misteri
            Dalam kehidupan ini
            Kau tiada pernah marah
            Bila kami tak menyentuhmu
            Darimu aku tahu
Apa artinya ilmu
Yang berguna untuk kami
Tuk bekal kemudian hari

                                         (Dikutip dari Tarigan, dkk., 2001)               

Hasil parafrase puisi di atas adalah sebagai berikut:
                                                                        BUKU

            Setiap malam tiba, aku selalu membuka buku pelajaran. Kuulangi membacanya sampai benar-benar- kupahami isinya. Aku tak ingin ada yang terlewat walau sedikit. Semua teori dan latihan harus kupahami.
            Bagiku buku sebagai suatu misteri. Makin sering kubaca dan kudalami, makin banyak kudapatkan manfaatnya, semakin membuatku ingin tahu lebih banyak lagi tentang isi kehidupan ini. Ia guru yang baik setiap saat setia melayani. Ia tak pernah marah meskipun orang tidak membacanya.
            Berkat jasa buku, aku mengetahui berbagai ilmu. Setiap aku membaca, semakin bertambah pengetahuanku. Tidak ada yang sia-sia dari setiap pemberiannya. Semuanya berguna untuk bekalku dalam menempuh kehidupan ini.

            Dari contoh di atas, tampak kandungan makna dalam puisi dan hasil alih bentuknya sama. Hal yang berbeda hanyalah bentuk pengungkapannya. Pengungkapan dalam bentuk prosa tampak lebih bebas ketimbang bentuk puisi.
            Agar hasil memparafrase puisi baik dan mengena, kita perlu lebih dulu mempelajari puisi yang akan kita ubah bentuknya. Kita harus dapat menangkap makna puisi itu dengan baik sehingga dapat mengubah bentuknya dengan lancar menjadi prosa.
            Memparafrase prosa dapat dikalukan dengan dua cara, yaitu mengubah bentuknya menjadi puisi dan drama. Dalam pengalihbentukan puisi menjadi prosa, tampak adanya kebebasan kita dalam menggunakan kata atau kalimat, asalkan maknanya tidak berubah. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan mengubah bentuk prosa menjadi puisi.
            Puisi memiliki kekhususan dalam pilihan katanya. Kata-kata yang terpilih harus benar-benar dapat mewakili imajinasi penulisnya. Selain itu, unsur kepadatan dan ketepatan kata juga harus diperhatikan dengan baik.
            Langkah-langkah yang harus Anda perhatikan dalam menulis puisi dengan teknik parafrase adalah, seperti berikut.
1. Memahami teori, jenis dan perbedaan antara karya sastra yang akan diparafrase dengan karya sastra yang akan dijadikan hasil parafrase.
2. Membaca dan memahami secara keseluruhan karya sastra yang sudah dipilih
3. Membuat rangkuman cerita anak yang telah dipilih.
4. Menyusun hasil rangkuman berurutan ke bawah, tiap kalimat pokok ditulis dalam satu baris
5. Carilah kata-kata yang mungkin masih dapat diganti dengan kata-kata yang lebih pendek, tetapi maknanya lebih mengena.
6. Usahakan agar setiap akhir baris atau susunan kata berirama dan bersajak.

            Sekarang kita bicarakan parafrase prosa menjadi drama. Untuk itu, bacalah terlebih dahulu cerita anak di bawah ini !



PENYESALAN RIO
                                                               Oleh: Mien Rumini
            “ Bi maafkan aku, ya!” pinta adikku ketika aku dan bibi menengoknya di rumah sakit . “ Kamu jangan mikir yang bukan-bukan , Bibi sangat sayang kepadamu. Tenanglah biar kamu cepat sembuh, ya!”kata bibi sambil mengusap-usap kepala Rio. “ ya, Bi. Tapi Bibi memaafkan aku, kan?”
            “Tentu,Rio. Tanpa kamu minta, kau telah kumaafkan , “ kata bibi lagi. Adikku memang pernah marah pada bibiku. Ini terjadi karena berbeda pendapat tentang kucing. Bibiku ingin kucing itu tidak   menggelandang bebas di dalam  rumah, karena rumah menjadi kotor. Adikku berbeda lagi, ia ingin kucing itu selalu  bersamanya. Bermain,tidur, dan diberi makan di dalam rumah. 
            Suatu hari si kucing membuat bibi merasa jengkel. Kucing itu mengangkat ayam bakar dari atas meja makan. Padahal, makanan itu telah tertutup tudung saji. Bibi membawa sapu lidi mengepruk-ngepruk kucing supaya tidak ke  rumah lagi. Bibi dimarahi ibu, karena dianggap ceroboh. Bibi juga dimarahi adikku karena mengepruk-ngepruk kucing dengan sapu lidi, bahkan sampai berani mengusirnya. “Bibi jangan tinggal di sini! Pulang sana ke kampung !” Bibi hanya diam, dan pergi melanjutkan pekerjaan rumahnya, membuat taplak meja dengan sulaman.
            Bibiku memang dari kampung. Dia adik perempuan ayahku. Di sini ia sedang bersekolah di sekolah kepandaian putri, setingkat SMU. Di mataku, bibi sangat cekatan dan terampil. Walaupun, di rumah ini ada pembantu, namun bibi selalu mengerjakan urusan bersih-bersih dan memasak. Di sela-sela kesibukannya, bibi masih sempat menjahitkan baju-baju temannya. Bibi biasanya tidak mendapat uang dari menjahit ini, tetapi temannya membelikan kain secukup ukuran tubuh bibi. Jadi, jika bibi menjahitkan baju temannya, bibi pun punya sebuah baju baru.
            Selain itu, bibi masih punya tugas menjaga dan mengurus aku sejak masih kecil. Ibuku harus menjaga bayi, si Rio iru. Umurku memang hanya terpaut 13 bulan dengannya. Namun, entah mengapa, semua perbuatan bibi itu tidak membuat ibu dan bapakku menyayanginya.
            Suatu ketika si kucing berulah lagi, kucing adikku berak di dalam rumah. Muali dari kamar Rio sampai ke koridor penuh gundukan-gundukan kecil yang sangat menjjijikkan. Baunya memenuhi seluruh rumahku.
            Yang kebagian membersihkan, siapa lagi kalau bukan bibi, sore begini pembantu sudah pulang. Dengan menggunakan kantong plastik bening  di tangan dan sobekan kertas koran, bibi membersihkan kotoran itu. Setelah kotorannya hilang, bibi mengepelnya. Air pelnya dicampur lisol agar baunya cepat hilang katanya. Aku merasa kasihan sekali pada bibi, lebih-lebih setelah itu bibi muntah-muntah di kamar mandi. Tetapi kejadian itu tidak membuat adikku jera. Ia tetap saja membawa kucingnya ke dalam rumah. Sampai akhirnya ia sakit sesak nafas. Kata dokter,”Jangan dekat-dekat yang berdebu dan buli...kucing.” itulah sebabnya ia minta maaf kepada bibi, rupanya ia sadar bahwa bibi benar.
                                                                                   (Dikutip dari Tarigan, dkk.,2001)
            Dapatkah Anda menceritakan kembali cerita itu dengan singkat? Pasti dapat! Bagus’ mari kita buat ringkasannya.
            Cerita itu mengisahkan seorang anak laki-laki bernama Rio. Ia sangat menyukai kucing. Untuk kesukaannya itu ia sampai harus memarahi bibinya karena bibinya menginginkan kucing tidak menggelandang di dalam rumah. Menurut bibi jika kucing dibiarkan seperti itu, akan mengotori rumah. Suatu ketika kucing mencuri ayam bakar. Selain itu, kucing juga berak di dalam rumah Bibi dimarahi adik dan ibu. Akhirnya si adik sadar, bibi benar. Hal ini terjadi karena dokter mengatakan bahwa adik jangan dekat-dekat debu dan kucing.
            Secara garis besar, begitulah sinopsis cerita Penyesalan Rio itu. Anda pun dapat membuat sinopsis dengan gaya Anda sendiri.
            Sekarang mari kita lihat, di mana cerita itu terjadi! Ya, di rumah sakit dan di rumah. Dengan demikian, cerita dapat dijadikn dua babak, babak pertama di rumah sakit dan babak kedua di rumah.
            Selajutnya, siapa saja tokoh-tokoh yang ada dalam cerita itu? Ya, Rio, aku, bibi, ibu dan ayah. Dalam cerita, tokoh ibu dan ayah tidak begitu kelihatan geraknya. Di dalam drama perlu digerakkan agar lebih hidup. Selain itu, agar cerita lebih hidup, Anda dapat menampilkan tokoh perawat dan dokter. Dari tokoh-tokoh itu, siapa yang berperan sebagai protagonis, antagonis, tritagonis, dan tokoh-tokoh pembantu lainnya?
            Masih ingat dengan istilah protagonis, antagonis, dan tritagonis? Protagonis adalah tokoh pembawa ide kebaikan, antagonis adalah yang menentang keterlaksanaanya ide kebaikan dari protagonis, dan tritagonis yang menengahi pertentangan kedua  tokoh itu. Tokoh-tokoh lain yang menambah ramainya pertentangan dan tidak terlalu berperan digolongkan sebagai tokoh pembantu.
            Di dalam  cerita tadi, Rio adalah tokoh antagonis sebab memiliki watak yang kurang baik. Ia membiarkan kucingnya mengotori rumah, memarahi dan mengusir bibirnya. Di mana, posisi si aku menempati posisi tritagonis. Posisi ini dapat lebih ditonjolkan dalam drama, misalnya dengan cara menyajikan dialog antara aku dengan Rio. Isinya si aku mengingatkan Rio agar jangan terlalu galak pada bibinya.
            Siapa yang berperan sebagai tokoh protagonisnya? Ya, si bibi, bukan? Lalu, bagaimana dengan si ibu dan bapak? Dalam drama dapat dihadirkan sabagai tokoh yang menambah tajam konflik drama dengan cara memarahi bibi.
            Itulah tokoh dan peranannya yang dalam cerita tadi. Kita dapat langsung menggunakannya ke dalam drama atau  memodifikasinya lebih dulu. Begitu pula halnya dengan babak yang telah disebutkan di atas. Babak dapat  disusun, seperti babak satu terjadi di rumah dan babak 2 di rumah sakit. Itu jika cerita diubah menjadi beralur maju. Dapat pula terjadi dari tiga babak: babak 1 di rumah sakit, babak 2 di rumah, dan babak 3 di rumah sakit kembali.
            Langkah-langkah pengalihbentukan cerita anak menjadi drama:
1.      membaca cerita
2.      membuat sinopsis
3.      menganalisis alur, tokoh
4.      menentukan babak dan adegan
5.      mengembangkan dialog
            Memparafrase drama menjadi cerita ternyata tidak terlalu berbeda dengan memparafrase cerita menjadi drama. Jika dilihat dari langkah-langkanya, juga ada langkah yang sama yaitu :
1.      membaca drama.
2.      membuat sinopsis.
3.      menganalisis unsur-unsur intrinsik.
4.      menentukan pola cerita.
5.      mengembangkan cerita .
Membuat sinopsis dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu, membuat sinopsis babak demi babak atau membuat sinopsis langsung dari seluruh naskah. Bahkan membuat sinopsis dari keseluruhan dapat ditempuh dengan cara seakan-akan Anda menceritakan kisah itu kepada orang lain. Dengan demikian, Anda bebas mengembangkan cerita dengan menggunakan bahasa Anda sendiri. Selain itu, hasilnya tidak akan terlalu panjang sebab hanya bagian intinya saja yang Anda ceritakan.
Setelah menganalisis, Anda dapat langsung membuat pola cerita yang akan dikembangkan. Jika Anda mengingingkan kerangka yang lebih rinci, Anda dapat menyusun kerangka berdasarkan pola cerita, yang telah Anda tentukan itu. Namun, apabila merasa sudah hafal dengan isi setiap bagian dalam pola itu, Anda dapat saja tidak membuat kerangka seperti itu.
























UNIT V
                                            
                                             
                     Apresiasi  Sastra Indonesia
PENDAHULUAN
 





Effendi (1982) dalam bukunya Bimbingan Apresiasi Puisi memberi batasan terhadap apresiasi sastra, yaitu kegiatan menggali karya sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh ini disajikan melalui serangkaian materi pelajaran yang  sesuai dengan tingkat I kemampuan siswa SD. Dengan pergaulannya itu, diharapkan akan tumbuh sikap menghargai cipta sastra yang merupakan bagian dari pengajaran bahasa Indonesia. Dan melalui pengajaran sastra diharapkan mereka mengenal bentuk-bentuk dan isi karya sastra dan pada akhirnya mereka diharapkan dapat merasakan bahwa karya sastra mengandung keindahan dan kegunaan.
Pada jenjang SD, pengajaran apresiasi sastra barulah dilekankan pada tingkat pengenalan bentuk dan isi karya sastra. Hal itu terlihat dari berbagai materi pelajaran yang tersebar dari kelas 1 sampai kelas VI. Di kelas 1, regu anak-anak yang di hafal oleh mereka merupakan sarana yang dapat digunakan untuk pengungkapan keindahan bahasa, karena pada hakekatnya, lagu menggunakan bahasa sebagai medianya di samping melodi dan irama. Pada tingkat lebih lanjut mereka mendengarkan cerita dari guru, atau mengenalkan cerita melalui bacaan akan membantu pengenalan mereka terhadap cipta sastra.
Pada akhirnya di kelas yang lebih tinggi, pengalaman, perasaan dengan penggunaan bahasa sebagai medianya, sesuai dengan tingkat mereka.
Rangkaian materi yang mengacu ke arah kegiatan bergaul dengan cipta sastra tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia SD dengan berbagai variasi materi dan kegiatan yang harus dilakukan siswa. (Lihat GBPP Bahasa Indonesia SD, pokok bahasan Penghargaan Terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia). Dengan banyak bergaul dengan cipta sastra diharapkan, mereka menjadi akrab dengan teks sastra sehingga kegiatan apresiasi sastra merupakan bagian dari hidupnya, yang mampu mengisi rohaninya.
Ada dua kegiatan yang dapat dilakukan dalam mengapresiasi karya sastra. Kedua kegiatan itu saling menunjang dalam mencapai tujuan apresiasi yang diharapkan. Kegiatan tersebut adalah kegiatan yang dilakukan secara langsung dan kegiatan yang dilakukan secara tidak langsung (Effendi: 1982).
Kegiatan apresiasi secara langsung ialah kegiatan yang berhubungan langsung dengan karya sastra, baik ke dalam teks maupun ke dalam bentuk penampilan kegiatan sastra. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan teks, yaitu membaca berbagai ragam sastra: puisi, cerpen, novel, naskah drama hasil para satrawan dari berbagai zaman. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan penampilan (performance) kegiatan sastra ialah mendengarkan pembacaan puisi mendengarkan pembacaan cerpen, serta menonton pementasan drama di berbagai tempat kegiatan drama berlangsung. Kegiatan membaca, mendengarkan, menonton kegiatan sastra itu tentunya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sesering mungkin, sehingga diperoleh pengertian yang sebaik-baiknya tentang wujud dan fungsi karya sastra.
Kegiatan apresiasi secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan mempelajari teori sastra, essai dan kritik sastra, sejarah sastra, dan mendokumentasikan berbagai masalah sastra. Dengan mempelajari teori sastra, seseorang dapat mengetahui bagaimana wujud sajak, cerita atau drama, bagaimana fungsinya, bagaimana hubungan antar unsur yang terdapat di dalamnya. Dengan mempelajari teori ini, pemahaman tentang hakikat dan fungsi karya sastra dapat dipenuhi. Kegiatan mempelajari essai serta kritik yang dilakukan orang tentang karya sastra, akan membukakan wawasan pembaca, menambah pemahaman tentang karya sastra, dan membukakan mata hati tentang karya sastra yang mungkin belum dipahami sebelumnya. Kritikus sastra dan paracis sastra menambahkan jalan bagi seseorang yang ingin tahu lebih lanjut tentang karya sastra. Selain itu, dengan mempelajari sejarah sastra, penciptaan dan perkembangannya, kita akan dapat menempatkan suatu karya pada tempatnya, sehingga tidak timbul salah paham tentang hakikat dan fungsi sastra. Karya sastra tumbuh dan berkembang pada masanya. Karena itu kegiatan mempelajari sejarah sastra, pertumbuhan dan perkembangan karya sastra, akan menumbuhkan dan mempertajam pemahaman kita tentang karya sastra.
Kegiatan bergaul secara langsung dengan cipta sastra sangat diutamakan, tetapi kegiatan secara tak langsung tidak dapat diabaikan. Karena itu, kedua kegiatan tersebut saling menunjang, sama-sama bermakna dalam apresiasi sastra.
Bergaul dengan karya sastra, dapat juga dilakukan melalui kebiasaan mendokumentasikan masalah-masalah yang berhubungan dengan karya sastra, baik dengan membuat guntingan-guntingan karangan atau esel tentang sastra di majalah, surat kabar, maupun dengan mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan kesusatraan. Dokumentasi itu akan berguna bagi kegiatan selanjutnya pada masa-masa yang akan datang.
Berlatih menulis puisi, menulis cerita pendek, atau novel merupakan kreativitas langsung di bidang kegiatan bersastra. Melalui kegiatan ini, melalui penulisan, seseorang dapat memberikan pandangan, menyampaikan sikap, menyajikan pengalaman dalam wujud cipta sastra. Karena itu, kemampuan itu perlu dikembangkan.




Sikap Menghadapi Karya Sastra
 



Banyak orang yang mengatakan bahwa, karya sastra itu ialah hasil karya para pengalaman, para mengkhayal yang tidak berpijak pada bumi nyata. Mereka dikatakan sebagai orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan, orang-orang yang menganggur yang lainnya menghabiskan waktunya untuk mengkhayal dan melamun saja. Benarkah demikian halnya?
                        
                           Nyanyian Seorang Petani

Berilah kiranya yang terbaik bagiku
tanah berlumpur dan kerbau pilihan
biji padi yang manis
Berilah kiranya yang terbaik air mengalir
hujan menyerbu tanah air
Bila masanya, buahnya kupetik
Ranumnya kupetik rakhmat-Mu kuraih

Riwayat, 1967

Karya sastra lahir dari suatu pemikiran serta perenungan terhadap situasi yang terdapat dalam kehidupan nyata. Situasi yang ditemukan, dilihat, dan diamati oleh satrawan itu diangkat ke permukaan dalam bentuk karya sastra seperti puisi, drama, novel atau cerita pendek. Situasi atau fenomena-fenomena yang terdapat di dalam karya sastra adalah situasi dan fenomena kehidupan yang dapat dirasakan dan diterima oleh pembaca sehingga karya sastra menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh pembaca.
Pergaulan dengan karya sastra, tentulah akan menghindarkan seseorang dari kecurigaan terhadap proses penciptaan karya sastra. Sebaliknya kecurigaan yang menyelimuti bagi pembaca akan menjauhkan dirinya dari karya sastra. Sikap terbuka tanpa prasangka akan membawa seorang mau bergaul dengan karya sastra. Karena itu, sikap terbuka hati menghadapi karya sastra adalah sikap yang sangat diperlukan untuk mengapresiasi sastra.
Sajak itu mengungkapkan pengalaman indera dan pengembangan nalar penciptanya terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh petani. Pencipta puisi ini dapat merasakan, dapat menangkap pikiran dan perasaan petani yang selalu mengharapkan kesuburan tanah, air yang  merata mengalir di sawah, hujan yang iuran menyirami tanaman, sehingga tanaman itu menjadi subur dan hasilnya dapat dijual untuk kebutuhan hidup sehari-hari. "Begitu sederhana harapan Pak Tani, tugas permintaannya, dan itu merupakan harapan petani pada umumnya. Apa yang dilukiskan oleh pencipta puisi itu begitu hidup. Pembaca seakan-akan mendengar langsung suara hati, cetusan jiwa, ungkapan perasaan dan pikiran yang terdengar dari lubuk hati petani.
Siapa yang tidak akan gembira melihat tanaman yang subur, hasil panen yang melimpah yang semua itu akan meluncurkan ucapan-ucapan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat-Nya kepada petani.

Perhatikan pula puisi berikut ini;
                                  Rindu Dendam
Sementara dingin sekal
Kini pagi terang cerlang
Kuangkat kaki melangkah masuk ke dalam taman
Udara yang segar
Alam yang indah ....
Semua hijau
Semua hidup....
Apakah yang tentang cemerlang?
Tergantung-gantung di ujung daun bunga
bakung itu?
Kuhampiri, 0h, sebutir embun.
O, betapa jernih,
betapa suci dan putih ....
Kupandang ke dalam,
Aku meninjau ke dalam alam
Yang tak terbatas jauhnya,
Langit bercermin dalamnya,
Matahari berpacaran Jalanya....
Makin tinggi matahari naik,
Makin berderang embun itu memancarkan
terang itu keluar....
Makin kecil juga ia....
Akhirnya lenyap dari pandangan mata
Oh Tuhanku,
Biarkan aku menjadi embunmu
Memancarkan terangmu
Sampai aku hilang lenyap olehnya
Soli Deo Gloria

Puisi Bant, 1964

Sajak ini memperlihatkan betapa seseorang memperhatikan lingkungan hidupnya, betapa keindahan alam di waktu pagi menyentuh hatinya. Tanaman yang hijau menyegarkan, embun yang bercahaya menyilaukan, hembusan angin pagi yang menyejukkan, semua terpadu menjadi panorama keindahan alam di waktu pagi. Dengan membaca puisi tersebut, kita seakan-akan melihat panorama di pagi hari sebagaimana yang disaksikan oleh penyairnya. Keindahan panorama itu menyebabkan penyair mengingat  penciptanya dan  ingin menyatu dengan-Nya. kita baca pula sebuah cerpen "Gerhana" misalnya.
Kita seakan-akan diajak menyaksikan bagaimana kecintaan seseorang terhadap tanamannya sehingga dengan susah payah ia mengadukan penebangnya kepada Pak Carnal, Pak Lurah dan Pak Polisi. Walau ejek dan cela diterimanya dari orang-orang tempat ia mengadu, pengaduannya tetap saja ia lanjutkan.

Bacalah cerpen berikut ini:
                                                GERHANA
Buah pepaya memang manis rasanya. Yang ranum pun sedap kalau di bikin rujak. Ada lagi "keistimewaan pohon pepaya, ia tumbuh dan berbuah di segala musim, di musim basah, maupun di musim kemarau. Jadi, tak ada alasan bagi siapapun di muka bumi ini untuk memusuhi pohon dan buah papaya.
Itulah maka Sali tidak mengerti dan hampir tak dapat menahan hati, ketika diketahuinya pada suatu pagi pohon papaya satu-satunya yang tumbuh di pekarangan rumahnya dalam keadaan roboh membelinlang di tanah. Beberapa buah pepaya yang sudah ranum dilihatnya tertimpa batangnya yang gemuk itu, hingga lumat berlompotan serupa tempurung kepala bayi-bayi yang remuk ditimpah penggada raksasa.
Serasa Sali diapungkan ke langit, linglung tak tahu apa yang mesti dibuatnya. Perutnya berbunyi-bunyi, kedua belah matanya terus berkedip-kedip. Jari-jarinya menggeletar ketika membarut-barut batang papaya yang tumbang itu. Getahnya yang meleleh menetes-netes di matanya yang persis darah segar kental, meninggalkannya pada ccrita-cerita penyembelihan yang mengerikan.
Seorang tetangga dari sebelah rumahnya datang diam-diam telah berdiri disampingnya, ikut menyaksikan musibah ini.
"Tengok," kata Sali, "tengoklah ini ada bekas bacokan." Lalu dirabanya bagian itu. "Jadi telah dibacok dengan parang ..."
"Siapa yang melakukannya?" tanya tetangga.
"Mana kutahu? Kalau saja aku tahu siapa dia yang bertangan usil itu, “kata Sali sambil meremas-remas tangannya, "sekarang akan kau saksikan sudah pameran dari kepingan tangan jahil ilu. Akan kulunyah-lunyah sampai lembut berantakan tangan biadab itu."
"Aneh, apa maksudnya berbuat seperti ini? Apa latar belakangnya?" tanya tetangga pula.
"Kutanam dulu bijinya di sini," kata Sali mengais tanah di bawahnya dengan ujung jari kakinya, "kupupuk dan kusirami dua kali sehari, pagi dan sore. Ketika kuncupnya mulai nyemi hampir aku berjingkrak-jingkrak menari lantaran besar hatiku." Kembali diusapnya batang papaya itu. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan suaranya mengeruh; "Aku seperti bapaknya yang mengasuhnya sejak ia masih bayi, hingga sebesar ini," tersekat sesaat, lalu tambahnya, "sekarang, beginilah keadaannya, ditebang, dibacok, digorok dan diroboh kontak semena-mena.
Tercenung si tetangga mendengar kisah mengharukan itu. Berkali-kali mencampur bicara, tapi setiap kali diurungkannya, akhirnya berkatalah ia: "Sedih juga jadinya dengan ceritamu. Tapi seperti kau melebih-lebihkannya. Aku jadi teringat pada yang sudah mendahului kita..."
"Siapa melarang apabila air kutimang bagai anak sendiri?" tanya Sali tiba-tiba. "Bagiku dia tak berbeda dengan seorang anak yang sungguh-sungguh, Tidakkah ia punya nyawa juga seperti kita?"
Kepala tetangga terangguk-angguk. Tiadalah ia berusaha buat berbicara.
"Menebangnya serupa ini," kala Sali, "sama dengan membunuh satu nyawa, tidakkah demikian?
Kembali tetangga terangguk-angguk.
"Apakah dosanya maka ia ditebang, dirobohkan? Di segala musim dipersembahkannya kepada kita buahnya yang manis segar. Mengapa ia dimusuhi, dibenci, dibacok dengan parang seperti ini?"
"Benar juga katamu Sali," kala tetangga, "boleh dibilang ini pelanggaran, pelanggaran atas hak orang. Bisa dituntut, sebab setiap pelanggaran mestilah dapat hukuman yang setimpal. Sebaiknya hal ini kau laporkan kepada Pak Lurah."
"Tentu ini mesti dilaporkan. Bukan saja kepada Pak Lurah, kalau perlu bahkan kepada pembesar yang paling gede"
"Pembesar kukira tak sudi mengurusi soal-soal sepele seperti ini ....." sela tetangga, "Mereka cuma mengurusi perkara-perkara besar saja. Urusan ini tentulah tidak menarik minat mereka."
"Apa? Sepele?" dengus Sali. "Kini ditebangnya pohon papaya, besok rumahku akan dirobohkannya dan lusa seluruh kampung akan dibakarnya. Nah, apakah ini bukan perkara besar?"
"Kembali tetangga terangguk-angguk.
"Benar juga itu, sebaiknya kau lapor dulu pada Pak Lurah. Pagi-pagi tentulah dia ada di rumahnya ..."
Sebentar Sali berpikir kemudian cepat melangkah meninggalkan halamannya. Diluar pagar ia tertegun sejenak, ingat belum sarapan, tapi segera melangkah kembali, hampir berlari-lari menuju ke rumah Pak Lurah.
Di kelurahan Sali disambut Pak Lurah.
"Sepagi ini, ada apa? Kemalingan?" tanya Pak Lurah. Pak Lurah yang baginya mau mengada-ada itu. Tapi ia mendapat jalan lagi. Katanya:
"Kalau ada seorang bocah pernah mengencinginya, adakah pantas kalau ia lalu mencekek mampus setiap bocah yang dijumpainya di jalan-jalan?"
Rupanya Pak Lurah merasa tersinggung oleh bantahan Sali. Pak Lurah mendehem beberapa kali seolah-olah ada yang mengganjal di tenggorokannya. Kemudian ujarnya:
"Mana boleh bocah kau samakan dengan pohon papaya?"
"Kan pohon punya nyawa juga, Pak?"
"Uh, sebatang pohon papaya tak lebih berharga dari sepucuk nasi rames dan kau mau berlagak seolah-olah kehilangan anak kandung kesayanganmu?"
Sali mengerti bahwa Pak Lurah mulai meradang, kentara dari kedua belah matanya yang mulai memerah. Pikirnya lebih balk mengalah, ia berkata merendah.
Pak, pohon papaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan?"
"Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang harus diutamakan ialah kerukunan kampung. Soal kecil yang terlalu dibesar-besarkan bisa mengakibatkan kericuhan dalam kampung. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh main seruduk. Lebih-lebih terhadapmu, kabarnya kau berpenyakit darah tinggi. Suatu penyakit yang jelek sekali, mudah membuat orang jadi penasaran. Masih ingatkan kau pada peristiwa Dullah dan Bidin tempo hari? Nah, betapa menyedihkan kesudahannya ………………….
Istri   Sali    menangkupkan  kepalanya  ke   pinggiran   bale-bale. Punggungnya berguncang-guncang menahan kepiluan yang menghujan ke dalam dadanya.
Kini di hadapannya, di alas bale-bale itu terbujurlah mayat suaminya: Sali. Orang mulai menyibukkan diri, masuk ke luar pintu kamar. Tapi tiada seorang pun merasa perlu untuk menanyakan sebab-sebab kematian Sali, karena mati adalah untuk setiap makhluk yang hidup. Mungkin mereka sudah menduga, atau mereka reka di kepala dan seperti halnya mereka, istri Sali pun menduga, mereka-reka pula di kepala, berkala dia meski terbata-bata di sela-sela sedih-sedannya.
"Pohon celaka itulah gara-gara semua ini. Beginilah jadinya. Akulah yang menebangnya semalam, karena anak-anak sering memanjatinya..," Entah bagaimana jalannya tahu-tahu Sali sudah tiba kembali di pagar pekarangannya dan di sini sekonyong-konyong robohlah ia tak sadarkan diri. Masih juga ia tak sadar ketika kemudian keluarganya memindahkan badannya dari pekarangan dan membaringkannya keatas bale-bale di kamarnya.
Tidak juga ia mau siuman ketika beberapa dukun kampung lelah didatangkan, ketika mantera-mantera dibacakan dan ketika air penawar diguyurkan ke ubun-ubunnya dan dibasuhkan ke serata wajahnya.
Sekali terdengar keluhannya, kering dan gerah. Sudah itu sepi. Dadanya diam dan rata. Menjelang tengah malam para tetangga dikejutkan oleh suara pekikan istri Sali yang melulung mencabik kesenyapan malam. Tentu mereka pada tergugah dan sama takjub bertanya-tanya.
"Ada apa? Apa yang terjadi di rumah Sali?"

Cerpen ini mengungkapkan kehidupan masyarakat yang kompleks, suami tidak bertanya kepada istrinya terdahulu tentang menebang pohon pepaya kesayangannya dan istri pun tidak memberi tahu bahwa ia akan menebang pohon itu.
Perhatikan pula apa yang diungkapkan penulis dalam cukilan drama "Prita istri Kita" berikut!
PRITA ISTRI  KITA

Soalnya rumah itu tidak begitu besar meskipun tidak kecil amat, sehingga ruang di mana mereka makan, juga mereka pergunakan sebagai ruang tengah. Tapi maksud saya sementara ini kita anggap dulu sungguh-sungguh sebagai ruang makan. Tapi jangan segera mengira di sana kita akan mendapatkan sebuah kulkas bahkan kita tidak akan menyerupai barang-barang yang umumnya dipergunakan oleh orang-orang kaya. Ya, bisa kalian bayangkan sendiri rumah seorang guru, yang saya maksudkan adalah seorang guru sekolah menengah di Indonesia dewasa ini.
Kalau sekarang kalian melihat pada arloji bagi yang punya maksud saya, tentu kalian akan melihat bahwa waktu sekarang menunjuk jam satu siang, ya 12.30 WIB. Saya agak bisa memastikan memang, sebab perempuan muda itu sudah terbiasa menyediakan makan siang suaminya pada saat-saat seperti sekarang.
Lihatlah, malah perempuan muda itu baru saja ke luar dari dapur dan memasuki ruang itu. la membawa sebakul kecil nasi yang masih mengepulkan asap. Cemberut betul dia. Tanpa semangat sedikit pun, ia menaruh bakal itu di alas meja makan (rendah mutunya tentu saja).
Salah saya! Kesalahan saya yang terbesar selama ini salah saya! Selalu membayang-bayangkan hidup ini.
la masuk lagi ke dapur. la akan membuat sambal di alas cowek. Kita hanya mendengar suaranya saja.
Saya tahu! Tapi itu urusan pribadi saya! Memang sering kau ngomong, balikan terlalu sering. Hidup ini bukan untuk dibayang-bayangkan. Hidup ini bukan untuk diimpi-impikan. Hidup ini untuk dijalani. Untuk disaksikan. Untuk dirasakan. Dilihat dengan mata. Didengar dengan telinga. Ya, urusan saya. Pribadi, kau dengar? Congek! Siapapun tidak berhak menghalangi saya melamun atau pun mengenang sesuatu. Ya, juga kau! Kau pun tak berhak melarang atau menghalangi saya mengenangkan, membayangkan bekas pacar-pacar saya. Juga tak ada hakmu melarang saya melamunkan hidung Si Beni brewok itu. Itu hak saya  ke luar lagi dari dapur itu membawa cowek berisi sambal.
Betul, saudara-saudara. Itu hak tiap-tiap orang. Hak asasi manusia. Saudara-saudara pun tak berhak atas dunia sunyi seseorang. Dan apakah bisa? Itu rahasia. Dan saudara-saudaranya akan menjadi pembohong besar kalau sekarang berani mengatakan saudara-saudara tidak pernah melamun. Dan siapa yang kuasa melarang saudara mengerjakan pekerjaan dan itu?
Begitu jengkel pada dirinya, ia menghempaskan din dan nafasnya di atas kursi. Dadanya serasa sesak. la seperti ingin menjerit keras-keras.
Dalam keadaan begini saya ingin mabuk saja dengan menelan semua samba! itu. Saya tahu sambal itu merangsang nafsu makan. Tapi saya tidak perlu di rangsang. Tanpa sambal itu saya sanggup menelan sekaligus nasi sebanyak itu. Nasi Nasib! Ya, nasib. Bah nasib!
Setiap siang yang panas di meja ini selalu ada sambal yang panas. Ini bukan lagi perangsang. Saya bersungguh-sungguh, saudara. Bukan lagi perangsang. Sungguh-sungguh lauk untuk makan. Tiap hari. Tidak. Tiap saat! Apakah ini tidak berarti saya menuntaskan alkohol berbotol-botol sepanjang hidup? Ini penipuan mentah-mentahan namanya.
Cuma sebulan sejak lebih dari dua tahun saya menjadi istrinya pernah makan agak lumayan. Malah tidak penuh sebulan, dua puluh tiga hari Itulah bulan pertama saya seranjang dengan laki-laki itu, maksud saya Mas Broto.
Barangkali saudara-saudara menyangka saya berdusta? Mengada-ada? la mengangkat sebuah piring yang terletak di meja.
Tempe dan cuma lima kerat. Yang lima kerat lagi saya simpan untuk nanti malam
Ketukan pada pintu. Kedua tangannya pada mulut. la serasa hendak pingsan.
Dial Tuhan.
Ketukan pada pintu. Perempuan itu terduduk di kursi malas dan menangis sangat parah sekali.
Kalian pasti mengerti sudah. Ketukan itu ketukan suami saya. Saya menyesal sekali kenapa berpikiran demikian.
 Perempuan itu menangis parah.
Salah  saya.   Kesalahan saya yang terbesar selama  ini  Karena selalu membayang-bayangkan hidup ini. Ketukan pada pintu. :
Tapi saya yakin siapapun pernah berpikiran demikian dalam hidupnya. Kalian tentu sudah tahu apa yang sebaiknya saya perbuat sekarang. Sebagai istri yang baik saya akan menghapus air mata saya seakan saya tidak habis menangis. Di hapusnya air mata.
Kemudian saya akan berlaku seakan saya tak pernah berpikiran apa-apa. Saya   akan menyambut suami saya dengan manis dan mesra seolah saya tak pernah membayangkan apa-apa. Ketukan pada pintu
Sebentar, sayang! Terdengar suara laki-laki Offstage.
Prita!

Seraya mengucapkan kata-kata mesra perempuan itu melangkah cepat. Dan kalau dia meninggalkan ruang makan dan ruang tengah itu menuju kamar muka, maka tandanya selesailah sandiwara singkat ini.

Di dalam teks drama tersebut terlihat bagaimana jeritan hati seorang istri guru yang merasa hidupnya selalu susah karena suaminya hanya mengandalkan yang sangat terbatas, tidak man menerima uang sogok, tidak memerlukan persaingan hidup dengan orang lain yang lebih baik hidupnya. Gambaran yang diperlihatkan pengarang adalah gambaran kehidupan nyata yang terdapat sehari-hari dalam kehidupan masyarakat kita. Di antara orang-orang yang sibuk mengumpulkan harta untuk kekayaan dirinya dengan berbagai cara, masih ada orang yang hidup hanya mengandalkan gaji saja.
Dari pembacaan karya sastra tadi, puisi, cuplikan cerpen ataupun cuplikan teks drama jelas karya itu bukanlah hasil pekerjaan pengelamun. Mereka menulis dengan sadar dan menyampaikannya kembali untuk diinformasikan kepada orang lain.
Seorang yang mempunyai kemampuan mengapresiasi karya sastra biasanya peka pikiran kritisnya dan peka perasaannya terhadap karya sastra. Artinya, ia mudah tersentuh, tertarik atau terpikat oleh karya sastra. Dengan pikiran, keterbukaan hati, dan dengan cara yang sungguh-sungguh menghadapinya, seseorang akan berkenalan dengan berbagai pengalaman manusia yang lengkap dalam sastra, misalnya: kegelisahan, kepedihan, keinginan, ketentraman, kegembiraan, kekaguman, atau kebahagiaan. Semua itu akan memperkaya batin dan mereka akan merasakan makna kehidupan sebagai hasil ciptaan Tuhan.
Sekarang  kita perhatikan pula apa hakikat puisi bagi penyair sendiri.
Sajak
         Sanusi Pane   (1905-1918)

O, bukannya dalam kata yang rancak
yang pelik kebagusan sajak
O, pujangga, buang segala kata
 Yang 'kan cuma mempermainkan mata,
dan hanya dibaca sepintas lalu
 Karena tak keluar dari sukma.
 Seperti ralahari mencintai bumi.
 memberi sinar selama-lamanya,
 Tidak meminta sesuatu kembali
 Haus cintamu senantiasa.

Madah Keiaiia, 1931

Sajak
        Subagio Saslrowardojo (1924 )

Apakah arti sajak ini
Kalau anak semalam batuk-batuk
bau vicks dan kayu putih
melekat di kelambu,
Kalau isteri terus mengeluh
tentang kurang tidur, tentang
gajiku yang tekor buat
bayar dokter, bujang dan makan sehari,
Kalau terbayang pantalon
sudah sebulan sobek tak terjahit.
Apakah arti! sajak ini
Kalau sabentar malam aku lama terbangun
Hidup ini makin mengikat dan mengurung
Apakah arti! sajak ini:
Piaraan anggrek tricolor di rumah atau
pelarian kecut ke had akhir?
Ah, sajak ini
mengingatkan aku kepada langit dan mega,
Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian
Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan (tali
Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.
Simphoni,W75.

Sajak
                  Hartojo Andangdjaja (1930)

Sajak ialah kenangan yang tercinta
mencari jejakmu, di dunia
la mengelana di tanah-tanah indah
lewat bukit dan lembah
dan kadang tertegun tiba-tiba, membaca
jejak kakimu di Sana

Sementara di mukanya masih menunggu
 yojana biru
 kaki langit yang jauh jarak-jarak yang harus ditempuh

la makin rindu
dalam doa, dan bersimpuh
Tuhanku......

Sajak ialah kenangan yang tercinta
 mencari jejakmu, di dunia

Sastra VI(2), 1968

Dengan Puisi Aku
       Oleh Taufik lsmail

Dengan puisi aku bernyanyi
Sempat senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
            Janira waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.

Sanusi Pane, Subagio Sastrowardoyo, dan Hartoyo Andangdijaya adalah para penyair yang sudah lama dikenal. Pandangannya tentang puisi dapat terlihat dari puisi mereka yang berjudul Sajak. Menurut Sanusi Pane, sajak bukanlah ungkapan dengan menggambarkan kata-kala yang berbunga-bunga yang hanya mementingkan kebagusan persajakan, karena hal yang seperti itu tidak keluar dari sukma (dari jiwa).
Sedangkan menurut Hanoyo Andangdijaya sajak ialah kenangan dalam mencari jejak pencipta alam semesta, dan menurut Subagio Sasirowardoyo, sajak mengingatkan kita pada sesuatu yang bermakna dalam hidup seseorang. Tetapi Taufiq Ismail melihat puisi sebagai alat ekspresi, atau pengungkap pikiran dan perasaan penyair. Sesuai dengan makna puisi (sajak) bagi para penyair sendiri, jelas puisi bukanlah hasil pekerjaan pengelamun. Sebaliknya, ia lahir dengan penuh kesadaran pencipta. Demikian halnya dengan prosa, maupun drama sebagai bentuk karya sastra.
  Beberapa batasan yang pernah dikemukakan adalah batasan yang melihat sifat-sifat sastra. Batasan itu ialah:
1.      Sastra ialah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak . Dengan demikian, semua karya yang tertulis adalah sastra. Dalam bahasa Sansakerta, kata sastra berasal dari akar Sas yang berarti, mendidik, mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk. Akhiran itu biasanya menunjukkan alat, sarana. Jadi, Sastra berarti tulisan untuk mengajar atau memberi petunjuk. Kata ini memperoleh imbuhan  yang berarti baik, bagus, indah, sesuatu yang mengandung nilai estetik. Jadi Susastra berarti alat tulisan untuk mengajar atau memberi petunjuk dengan menggunakan daya estetik.
Sebagai bahan bandingan istilah sastra dalam bahasa barat juga berasal dari tulisan, huruf, letter yang berkembang menjadi literature, (Inggris). Untuk membedakan karya tertulis yang bernilai estetik digunakan istilah belles letters (Prancis).
Di dalam sastra Indonesia klasik istilah sastra sebagai karya yang tertulis memang terlihat kitab hukum dan perundang-undangan, Sejarah Raja-raja Pasal, Sejarah Negeri Kedah, merupakan karya sastra di samping karya sastra lainnya.
Definisi balasan   ini meniadakan sastra lisan yang  pada kenyataannya dimiliki oleh setiap bangsa dan menunjukkan budaya masyarakat lampau.
2.      Batasan berikutnya membatasi sastra pada tulisan yang maha karya (great books), yaitu buku-buku yang dianggap menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya. Dalam hal ini kriteria yang digunakan ialah keindahan karya tersebut, atau nilai keindahan karya tersebut dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Sedangkan buku lainnya dipilih kaca mutu ilmiahnya.
3.      Sastra ialah karya yang imajinatif. Pernyataan di dalam novel, puisi atau drama tidak dapat dianggap benar secara harfiah, melainkan secara imajinaiif saja.
4.      Sastra ialah karangan yang menggunakan bahasa yang khusus. Kekhususannya terlihat pada perbedaan bahasa sastra dengan bahasa ilmiah. Bahasa sastra bersifat konotasi sedangkan bahasa ilmiah bersifat denotatif. Bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonim, penuh asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya dan bersifat ekspresi. Bahasa sastra mengandung berbagai macam bentuk yang diciptakan untuk menarik perhatian pembaca misalnya, adanya aliterasi, asonansi yang mengandung daya estetis.
5.      Sastra ialah karya tulisan yang dominan fungsi estetisnya. Berbagai balasan tentang sastra, memperlihatkan bahwa kata sastra bukanlah kata yang sederhana, melainkan kata atau istilah yang meliputi berbagai kegiatan yang berbeda. Yang menonjol pada sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala rencana kehidupannya sebagai objek kreatifitasnya.
Dengan demikian, sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.

1.      Fungsi Sastra
Horace dalam Welek dan Warren (1977) menentukan dua fungsi sastra yang dominan yaitu fungsi keindahan, dan fungsi kegunaan. Kedua fungsi sastra itu menyatu di dalam karya sastra. Kalau sebuah karya sastra hanya berfungsi untuk keindahan tentu hanya untuk hiburan semata, sedangkan kalau sastra hanya berfungsi untuk kegunaan pendidikan, pelajaran, tentu tidak ada ubahnya dengan buku pelajaran.


2.  Unsur Karya Sastra
Dari bentuknya, sastra dapat dibedakan sebagai puisi, prosa, dan drama. Ketiga jenis karya sastra ini acuannya adalah dunia fiktif. dunia imajinatif. Istilah prosa, dikenal juga dengan istilah karya fiksi. Karya fiksi sering pula disebut cerita rekaan, yaitu cerita dalam bentuk prosa yang merupakan hasil olahan pengarang, berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya terhadap setiap peristiwa yang pernah terjadi, atau yang hanya berlangsung di dalam khalayaknya. Fiksi bercerita tentang pengalaman manusia. Kalaupun muncul bilang sebagai pelakunya, paling tidak binatang itu diperlakukan sebagai terwujud dan tingkah laku manusia.
Suatu karya sastra dibangun oleh dua struktur besar yaitu struktur luar karya sastra, dan struktur dalam karya sastra (struktur ekstrinsik dan struktur intrinsik). Struktur instrinsik adalah segala macam hal yang berada diluar karya sastra. Yang mempengaruhi terjadinya karya sastra. Misalnya keadaan sosial ekonomi, kebudayaan, politik, agama, dan tata nilai yang dianut masyarakat.
Sedangkan struktur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Struktur intrinsik untuk puisi tidak sama dengan prosa maupun drama. Struktur luar dan struktur dalam karya sastra ini merupakan unsur yang membangun karya sastra sebagai karya yang utuh. Di dalam pembicaraan karya sastra, struktur luar hanya dibicarakan kalau struktur itu mempengaruhi karya sastra. Jadi, tidak semua faktor luar itu relevan untuk dibicarakan mengingat betapa luas dan beragam struktur luar yang mempengaruhi karya sastra.

a.      Unsur-unsur Puisi
1) Unsur Fisik dan Unsur Batin
Maryorie Boulton (1979) membagi struktur intrinsik puisi atas dua unsur yang besar. yaitu unsur fisik dan unsur mental, atau unsur lahir dan unsur batin. Unsur fisik merupakan penampilan di atas kertas dalam bentuk larik-larik dan nada puisi, seperti; irama, sajak, intonasi, repetisi, serta perangkat kebahasaan lainnya. Adapun unsur menial terdiri dari; tema, urutan logis antar kata, antar larik, dan antar bait, pola asosiasi, pola citra, dan emosi. Kedua unsur ini terjalin dan terkombinasi secara utuh dan memungkinkan sebuah puisi secara utuh memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi pembacanya.

Perhatikan Puisi berikut ini!

Kepada Adik-Adikku
                          Oleh Arifin C Noor

Adik-adikku yang manis
janganlah bertanya kemana ibu pergi
sebab ibu tak pernah pergi
dari rumah kita

Adik-adikku yang manis
ibu akan selalu bersama kita
tidur dalam satu ranjang dalam satu pelukan
dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan
tentang suara

Adik-adikku yang manis
jangan kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi
selain dosa-dosa kita
adapun ibu tak akan pernah pergi
dari hati kita
bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya


Adik-adikku yang manis
potret yang terbaik, potret yang tercantik
adalah yang tersimpan dalam hati kita
"Terima kasih, Tuhan"
ucapkanlah kalimat itu sayang
sebab pada hari ini Tuhan telah selesai
membangun rumah terindah
buat ibu
dan kita
Amin
                                   Sastra, VlI/4/1969

Unsur fisik  (lahir) puisi "Kepada Adik-adikku" terlihat pada kala-kala yang digunakan larik-larik yang berderet, seperti, "Adik-adikku yang manis. Janganlah bertanya kemana ibu pergi, sebab ibu tak pernah pergi dari kita" dan seluruhnya. Secara kita melihat deretan kata dalam larik, deretan larik dalam keseluruhan puisi. Jika puisi itu dibaca akan terdengar kemanisan bunyi. Telinga kita seakan-akan mendengar keindahan bunyi dengan nada-nada ucap yang halus dari seorang kakak kepada adiknya yang ditinggal oleh ibunya. Pengulangan (repetisi) yang selalu dimunculkan dalam sapaan "Adik-adikku yang manis", mempertajam sentuhan keindahan tersebut.
Unsur batin dalam puisi tersebut terlihat pada terpancingnya asosiasi kita, membayangkan peristiwa yang terjadi dibalik puisi itu. Dengan membaca larik terakhir pada puisi tersebut, hati kita tersentak oleh peristiwa kematian seorang ibu yang sangat dicintai anak-anaknya. Kita dapat membayangkan bagaimana kesedihan yang dialami oleh anak-anak yang ditinggal pergi oleh ibu mereka; bagaimana pula kakak mereka berusaha meredam hati adik-adiknya dengan mengatakan bahwa ibu mereka tidak akan pernah pergi dari hati mereka. asal mereka selalu berdoa untuk ibunya. Suatu pesan yang disampaikan oleh penyair dalam larik "Tak adalah yang patut ditangisi selain dosa-dosa kita", merupakan puncak pesan dalam puisi ini. Itu adalah unsur batin yang kita tank dari makna puisi itu bagi kita, sebagai pembaca.

2)   Bentuk dan Isi
Pembagian lain pula yang dikenal dalam puisi ialah pembagian alas bentuk dan isi Pada hakikatnya pembagian ini tidak banyak berbeda dengan pembagian kedua tadi dengan istilah unsur fisik dan unsur mental. Bentuk adalah sesuatu yang terlihat secara lahiriah, tipografi (bentuk penulisan), kala-kala, dan bunyi di dalam puisi. Sedangkan isi adalah makna yang terkandung di dalam bentuk yang terlihat secara visual itu.

3)   Strata Bunyi dan Strata Makna
Roman Ingarden mengemukakan pula unsur-unsur yang membangun puisi yaitu lapisan-lapisan tertentu yang membangun puisi yang disebut aya lapis (strata). Lapis pertama adalah lapis bunyi (Sound Stratum) dan lapis kedua adalah lapis makna (units of meaning). Di bawah lapis  makna terdapat lagi lapis lainnya yaitu: lapis dunia dan lapis metafisis.
a. Lapis Bunyi (Sound Stratum)
     Lapis bunyi  ialah lapis pertama penampilan puisi dalam bentuk bunyi-bunyi suara, seperti suara suku kata, suara kata, suara frase, dan suara kalimat dalam konvensi bahasa tertentu, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia. Lapisan bunyi yang dimaksudkan dalam pembacaan puisi ialah lapisan bunyi yang bersifat khusus, istimewa, yang dipergunakan untuk memberikan efek puitis atau nilai sent atau lambang rasa dalam puisi. Misalnya, dalam bait pertama puisi "Kepada Adik-adikku" terdengar bunyi "s" yang berulang-ulang, menangis, tangis, yang memperlihatkan intensitas bunyi puisi tersebut. Demikian juga dalam bait kedua, bunyi kala dalam, yaitu: dalam satu ranjang, dalam satu pelukan, dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan. Efek bunyi yang demikian memberikan kesan penampilan puisi pada waktu pertama dibaca. Karena pentingnya bunyi itu dalam kepuisian, maka bunyi itu pernah menjadi unsur yang pertama dalam sastra romantik yang lirabul sekitar abad XVIII dan XIX di Eropa Barat. Salah seorang simbolis, Paul Verloine (1844 -1896) berkala bahwa musiklah yang paling utama dalam puisi. Para penyair romantik dan simbolis ingin menciptakan puisi yang mendekati musik, merdu bunyinya, dan berirama kuat.
b. Lapis makna (Units of meaning)
Lapis makna ialah lapis yang timbul dari makna kata atau makna kalimat yang diucapkan dalam puisi. Pada hakikatnya bunyi-bunyi itu tidak mempunyai makna. Fonem sebagai satuan terkecil bunyi bahasa yang membedakan arti, bersatu sehingga menjadi suku kata dan kata. Kata bergabung dengan kata lain menjadi kelompok kata, bahkan kalimat. Kalimat berhubungan dengan kalimat lain dan menimbulkan saluran arti yang utuh sebagai satuan wacana. Dengan membaca puisi "Kepada Adik-adikku" kita dapat menarik makna puisi tersebut.
c. Lapis metafisis
         lapisan metafisis ialah lapis yang menimbulkan perasaan seperti rasa haus, ngeri, menakutkan, menyenangkan dan suci. Setelah membaca puisi, timbul perasaan yang dapat menjadi bahan renungan bagi pembaca. Perhatikan kembali lirik puisi "Kepada Adik-adikku berikut ini
"Adapun ibu tidak akan pernah pergi dan hati
kita Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu
mengenangnya".

Anak yang soleh, adalah anak yang selalu berbakti kepada orang tuanya, anak yang selalu mendoakan orang tuanya walaupun ia lelah meninggal, inilah yang telah ditanamkan oleh ibu mereka dan ini pulalah yang di ingatkan oleh kakaknya bahwa mereka selalu mengenang ibu mereka. Dengan demikian, kematian yang dialami oleh ibunya merupakan sesuatu yang suci yang tidak perlu ditangisi. Dengan larik, "Bersyukurlah kita, karena kita akan selalu mengenangnya", dan "Sebab pada hari ini Tuhan telah selesai membangun rumah terindah buat ibu kita," mempertajam rasa bahwa, sesuatu yang suci bukan suatu yang harus ditangisi, kalau saja dipersiapkan selama masih hidup. Inilah lapis meiafisis yang dapat ditarik dan dalam puisi tersebut.
d.   Lapis Dunia
Lapis dunia ialah lapis dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan tetapi terkandung didalamnya suatu peristiwa dalam sastra yang dapat terdengar, atau terlihat oleh panca indera. Tetapi, dibalik yang terlihat dan terdengar itu, tersirat watak tokoh yang mengalami peristiwa tersebut.
Misalnya dari larik puisi berikut:

"Adik-adikku yang manis
jangan kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi selain dosa-dosa kita"

Di balik larik-larik tersebut, tertangkap rasa keimanan yang tinggi dari penyairnya yang menyadarkan manusia akan arti hidup ini.
Walaupun puisi dibangun oleh lapis-lapis yang demikian, namun masing-masing lapis bukanlah berdiri sendiri. Lapis bunyi yang didengungkan puisi tidak akan tertangkap kalau tidak diiringi oleh makna bunyi-bunyi itu. Makna puisi akan menjaring tema, pesan atau amanat yang ingin disampaikan melalui puisi itu.
b. Unsur-unsur prosa
Yang dimaksud dengan prosa dalam hal ini adalah novel maupun cerita pendek (cerpen). Sebuah novel, adalah sebuah cerita tentang pengalaman hidup manusia dengan segala macam permasalahannya. Dalam istilah novel tercakup pengertian roman yang sering digunakan sebagai istilah untuk cerita yang muncul sebelum Perang Dunia II di Indonesia. Karya-karya sastra yang terbit pada tahun dua puluhan dinamakan toman, misalnya, roman Siti Nurbaya, roman Azab dan Sengsara, fontoman Salah Asitlian Istilah roman ini wajar digunakan karena dalam sastra barat, cerita seperti itu dinamakan roman, apalagi para satrawan Indonesia pada masa itu banyak mempelajari sastra barat, khususnya sastra Belanda. Islilah roman ini digunakan dalam kesusastraan Prancis, Rusia, dan Negara-negara di Eropa lainnya masuk ke Indonesia melalui kesusastraan Belanda.
Untuk hal yang sama di Inggris dan Amerika, menggunakan istilah novel. Istilah ini masuk ke Indonesia Setelah kemerdekaan yaitu pada saat satrawan kita mulai mempelajari sastra yang berbahasa Inggris. Istilah novel ini digunakan untuk karya-karya yang berisi kisah petualangan seorang pahlawan atau kisah kehidupan manusia pada umumnya.
Di antara para ahli sastra di Indonesia memang ada yang membedakannya antara roman dan novel. Perbedaannya dilihat dari sudut kelengkapan, keutuhan kisah hidup manusia secara utuh sepanjang hidupnya. Cerita yang mengisahkan hidup manusia secara utuh, dari kecil serapan luar, bahkan akhir hayalnya dinamakan roman, sedangkan yang hanya mengisahkan sebagian dari perjalanan kehidupan manusia, dinamakan novel. Namun, kedua jenis itu pada hakikatnya sama, yaitu mengisahkan kehidupan manusia dengan segala permasalahannya. Karena itu, kedua istilah itu dianggap sama saja, sebagaimana halnya pada kesusastraan Inggris, dan Amerika.
Jenis prosa yang lain ialah cerita pendek, sumber cerita juga berasal dari pengalaman kehidupan sehari-hari hanya kadar panjangnya kisah hidup
1.      Tema, Alur, dan Karakter
Yonathan Culler, dalam bukunya Structuralist Poetics (1975) mengemukakan tiga hal yang dominan di dalam karya sastra yaitu, tema, plot, dan karakter. Ketiga unsur itu berjalan sedemikian rupa, sehingga membentuk suatu karya yang memikat untuk dibaca.
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Di dalamnya terbayang pandangan hidup atau cita-cita pengarang. Bagaimana pengarang melihat persoalan kehidupan. Persoalan inilah yang dikemukakan pengarang dalam novelnya, bahkan dengan pemecahannya sekaligus. Tema cerita hendaklah suatu yang universal, linkup sepanjang masa. Pilihan tema yang baik akan menimbulkan kesan yang semakin mendalam bagi setiap orang yang mencoba menghayati kembali persoalan yang diungkapkan pengarang. Di bawah tema yang universal itu dapat disajikan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Alur atau plot ialah rangkaian peristiwa yang saling berkaitan yang membentuk suatu cerita, Peristiwa-peristiwa itu ada yang berkaitan secara kronologis, ada pula yang merupakan rangkaian sebab-akibat, Hubungan antara peristiwa-peristiwa itu tidak sama eratnya. Ada yang longgar dan ada pula yang sangat erat. Dalam hal ini dikenal alur longgar dan alur erat. Alur yang erat adalah alur yang memperlihatkan hubungan antar peristiwa yang cukup baik sehingga selalu menarik keingintahuan pembaca akan peristiwa berikutnya yang akan terjadi. Sedangkan alur longgar sebaliknya. Pada alur longgar kemungkinan meninggalkan salah satu bagian peristiwa karena tidak berhubungan dengan peristiwa lainnya mungkin saja dilakukan karena tidak merusak keutuhan jalan cerita. Cerita beralur longgar ini ditemui pada kisah-kisah sastra klasik seperti hidayah dan novel-novel dewasa.
Dalam hubungan ini cobalah Anda cari sebuah novel. Bacalah dan tentukan apakah novel tersebut beralur longgar atau tidak.
Karakter atau penokohan adalah yang berbuat atau yang mengalami peristiwa di dalam cerita. Mereka itu adalah tokoh cerita. Peristiwa dapat terjadi pada diri tokoh karena aksi para tokoh. Seorang tokoh berbuat karena ada watak yang disandangnya, ada karakter yang dimilikinya. Pembicaraan tokoh dengan watak yang disandangnya merupakan dua hal yang selalu berhubungan pula. Perwatakan, atau karakteristik yang dimiliki seorang tokoh terlihat dari dominasi sifat yang dimilikinya. Misalnya, tokoh itu dilukiskan sebagai seorang yang suka mabuk, marah, pendendam, atau sebaliknya. Watak atau sifat yang dominan yang dimiliki tokoh menjadi alasan bagi pembaca untuk simpati atau antipati terhadapnya. Perhatikan penokohan Datuk Maringgih dalam Siti Nurbaya, Tuli dalam Layar Tcrkembang atau tokoh Pak Raden dalam cerita Si Unyil. Para tokoh tersebut memberikan kesan tertentu bagi pembaca atau penikmat cerita. .
Dari teknik penceritaan situasi dan aksi tokoh, pembaca dapat mengetahui bagaimana watak atau karakter tokoh dalam cerita.
Di samping ketiga unsur yang dominan itu, terdapat pula isinya yaitu unsur alat yang digunakan pengarang dalam ceritanya, yaitu media bahasa. Media di sini adalah gaya berbahasa yang digunakan mengarang di dalam ceritanya. Gaya berbahasa setiap pengarang berbeda. Tersayang sama dapat ditemukan dengan gaya yang berbeda oleh pengarang yang berbeda pula.
Unsur prosa lainnya ialah sudut pandang pengarang. Sudut pandang ini adalah posisi pengarang di dalam cerita. Pengarang mungkin saja berlaku  sebagai pengamat tokoh, atau juga sebagai keduanya yaitu sebagai tokoh dan juga sebagai pengamat. Ketiga sudut pandang itu terlihat dari teknik penceritaan yang bersifat akuan, diam, maupun akuan dan diam. Pengarang dari sudut acuan berperan sebagai tokoh di dalam cerita. Cerita seakan-akan merupakan kisah kehidupan pribadinya. Hal ini disebut juga dengan sudut pandang orang. Pada cerita lain terlihat pula pengarang tidak ikut di dalam cerita, hanya sebagai pengamat perjalanan hidup tokoh. Tetapi, ada kalanya juga berlaku keduanya; suatu ketika pengarang bertindak sebagai tokoh, dan di bagian lain ia keluar dari alur cerita untuk bertindak sebagai pengamat. Kata ganti nama diri, saya dan dia merupakan kala yang digunakan sebagai penanda pusai pengesahan ini.
Demikianlah unsur-unsur yang membangun novel; sebagai sebuah karya sastra yang utuh,. Unsur-unsur tersebut bukanlah unsur yang terpisah satu sama lain, melainkan merupakan kesatuan yang utuh.
Sebagai latihan bacalah sebuah cerpen. Tentukan: (a) tema, (b) alur yang digunakan (c) watak (d) tokoh.

3) Unsur-unsur Drama
Drama, sebagai salah satu bentuk karya sastra juga berisi kisah hidup manusia dengan berbagai permasalahannya. Perbedaannya dengan puisi maupun prosa, ialah sudut penyajiannya.
Drama tidaklah hanya membicarakan sesuatu melalui naskah saja, melainkan mempertontonkan permasalahan itu dengan tiruan gerak dan laku tokoh. Tanpa dilakonkan, tanpa dipertontonkan, maka sebuah naskah teks drama bukanlah drama. Dengan kata lain, drama adalah cerita atau tiruan prilaku manusia yang dipentaskan (Atar Semi; 1988).
Sebagai suatu karya sastra, drama memiliki unsur-unsur yang menyatu di dalam dirinya, yaitu: lakon, laku, pelaku. dialog, dan alur. Lakon ialah cerita atau kisah yang menjadi pokok permasalahan yang ingin diperlihatkan oleh penulis atau pengarang. Laku (action) adalah gerak yang mengungkapkan segala situasi yang di perlihatkan di dalam lakon. Setiap gerakan mempunyai makna dalam jalinan cerita. Tanpa gerakan (action) sebuah cerita tidaklah merupakan sebuah drama. Gerakan itu, dapat berupa gerakan fisik dan dapat juga berupa gerakan batin, Situasi batin dapat dilihat dari gerak fisik pelaku. Dalam contoh, adegan drama "prita istri kita", Anda dapat melihat bagaimana situasi batin yang bergolak dalam din Frila sebagai istri seorang guru, dengan laku fisik yang diperlihatkan pelakunya. Dialog (wawan kata) adalah percakapan yang merupakan penyerta utama bagi laku bahkan merupakan kesatuan, yang integral (Brahim, 1968) dalam sebuah drama. Dialog itu pulalah yang memperlihatkan perkembangan cerita berikutnya. Dalam dialog terlihat alur cerita. Alur (plot) drama adalah perkembangan cerita yang terlihat dari perkembangan situasi cerita. Menurut Hudson, (di dalam Brahim; 1968) plot drama disusun atas garis dramatik (dramatic-line), yaitu:
1)      insiden permulaan, di mana konflik-konflik mulai diperlihatkan,
2)      penanjakan laku (rising action) pertumbuhan atau komplikasi dan insiden yang terjadi,
3)      klimaks, krisis atau titik balik di mana satu dari   kekuatan   yang saling   berlawanan memperlihatkan kekuasaan yang menguasai situasi cerita,
4)      penurunan laku( the falling action) penyelesaian, atau denoument
5)      keputusan atau catastroplie di mana konflik itu diakhiri.
Kelima jenjang alur drama tersebut berdasarkan alas alur konvensional untuk drama yang panjang yang dibagi alas lima babak. Tetapi pada drama-drama mutahir sekarang alur drama tidak selamanya memperlihatkan alur konvensional  seperti itu. Unsur terakhir./w/ofcu, ialah orang-orang yang berkepentingan di dalam cerita. Menurut kepentingannya, para pelaku itu bermacam-macam. Ada pelaku pokok pelaku kedua dan pelaku utama. Pelaku pokok ialah seorang pelaku di dalam lakon yang kehidupannya merupakan pokok cerita di dalam lakon, yang selalu terlibat atau melibatkan diri dalam setiap peristiwa cerita. 'Pelaku kedua ialah pelaku yang merupakan atau imbangan pelaku pokok yang selalu berlawanan (antagonis) dengan pelaku pokok, sehingga menimbulkan perkembangan cerita yang menimbulkan keingintahuan penonton untuk melihat peristiwa berikutnya. Sedangkan pelaku utama yaitu seorang pelaku yang memegang peranan utama pada setiap insiden.
Demikianlah unsur-unsur drama yang pada hakekatnya tidak berbeda dari unsur-unsur prosa. Perbedaannya adalah pada penyajiannya yang hams dipertontonkan melalui gerak dan laku di pentas.

3. Pengajaran Apresiasi  Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembelajaran apresiasi bahasa dan sastra Indonesia setidaknya dapat dibagi atas tiga langkah besar, yaitu; persiapan pendahuluan penyajian, dan pengukuhan (penutup). H.L.B.Moody (1979) membaginya alas enam langkah, yaitu;
1)   pelacakan pendahuluan
2)   penentuan sikap praktis
3)   introduksi
4)   penyajian
5)  diskusi
6)   pengukuhan
Pelacakan pendahuluan, penentuan sikap praktis adalah persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar. Pada pelacakan pendahuluan, guru mempelajari bahan yang akan diajarkannya di muka kelas, untuk memperoleh pemahaman tentang materi yang akan diberikannya kepada siswanya. Di samping mempelajari bahan yang akan diajarkan, guru menentukan strategi yang tepat untuk penyajian bahan tersebut. Pada penentuan sikap praktis, guru menentukan mated yang tidak terlalu panjang, mudah dicerna. dan mudah dikembangkannya. Penjelasan awal tidak terlalu lama dan jelas ditangkap siswa.














Daftar Pustaka

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Azman, Nur. 1997. Intisari Bahasa Indonesia. Jakarta: Penabur Ilmu.
Badudu , J.S. dan Zain, Sutan Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Cayne, Bernard S., dkk. 1990.The New Lexicon Webster’s Dictioanray of The English Languange. New York: Lexicon Publication. Inc.

Dallman, Martha, dkk. 1974. The Teachings of Reading. St. Cloud: Holt, Rinehart Wiston, Inc.

Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.

Moeliono, Anton: 1985. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Nababan, Sri Utari Subiyakto. 1997. Metedologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Nurhadi. 1987. Kapita Selekta  Kajian Bahasa dan Pengajarannya. Malang:  FPBS IKIP

Rahim, Abd. Rahman. 2008. Meretas Bahasa Mengkaji Pragmatik : Makassar: Berkah Utami..

Rosdiana, Yus., dkk. 2007. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Rusyana, Yus. 1984. Pusparagam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan. Bandung: Gunung Larangan.

Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak –anak. Jakarta: Pustaka Jaya.
Shadily, Hassan, (ed). 1980.Ensiklopedi Indonesia I. Jakrta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Sholiha,dkk. 2003. Beda Soal Uji  Kemahiran Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat  Bahasa.

Suroso. dkk. 2006. Pernik-Pernik Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka.

Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Supriyadi, dkk. 1991. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan,Djago, dkk. 2001. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Tim Penyusun Kamus. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.






Tidak ada komentar: