|
|
Saudara
Mahasiswa, sebelum kita membahas tentang sastra anak, terlebih dahulu kita akan
menjabarkan pengertian sastra. Jakob Sumardja dan Saini, K. M. (1991: 3)
menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, kata sastra
berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni berasal dari akar kata sas-, yang dalam kata kerja turunannya diartikan
sebagai “mengarahkan”, “mengajar”, dan “memberi petunjuk dan instruksi”.
Akhiran –tra menunjukkan alat untuk
mengajar, buku petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran.
Saudara Mahasiswa, selanjutnya, kita
bicarakan tentang sastra anak. Sastra anak dapat merujuk pada bacaan anak
secara umum ataupun secara khusus, yaitu bacaan anak yang bernilai sastra. Dalam
pembahasan ini, istilah sastra anak dapat digunakan untuk merujuk pada kedua
maksud tersebut, baik merujuk pada bacaan anak secara umum maupun bacaan anak
yang bernilai sastra. Penggunaan kedua rujukan ini bukan tanpa pemikiran, salah
satunya adalah untuk membiasakan kita menggunakan istilah sastra anak sebagai
bacaan anak yang bernilai cipta sastra. Artinya, meskipun diturunkan untuk
konsumsi anak-anak, persoalan yang disampaikan sama-sama menyangkut persoalan
antarumat manusia dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, sastra anak dapat
diartikan sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan
yang bermediumkan bahasa, baik lisan maupun tertulis, yang secara khusus dapat
dipahami oleh anak- anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan
anak-anak.
Dalam sastra anak, ada dua subunit
yang akan dibahas yaitu subunit satu tentang hakikat sastra anak dan sub unit
kedua tentang unsur pambangun sastra anak yang meliputi unsur pembangun puisi
anak, cerita anak-anak, dan
unsur pembangun drama anak-anak.
Selamat belajar, semoga sukses
|
A. Pengertian
Sastra Anak
|
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mendengar orang
menyebutkan atau mengucapkan kata sastra anak, cerita anak atau bacaan
anak. Namun kenyataannya, istilah sastra anak dalam beberapa kamus istilah
sastra, seperti Kamus Istilah Sastra (Panuti Sudjiman, 1990: 7-1-72) dan
Kamus Istilah Sastra (Abdul Rozak Zaidan, et al. 1994: 181-184). tidak
ditemukan tema itu. Demikian juga, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:
786-787) atau Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Besar (Kamisa, 1997: 473) pun
tidak kita temukan tema atau subtema sastra anak. Lalu, kita pun
bertanya-tanya: apa pengertian dari sastra anak itu?
Kata sastra anak merupakan dua patah kata yang
dirangkaikan menjadi satu kata sebut, yaitu dari kata
sastra dan kata anak. Kata sastra berarti 'karya seni
imaginative dengan unsur estetisnya dominan yang bermediunikun bahasa' (Rene
Wellek, 1989). Karya seni imajinatif yang bermedium bahasa itu dapat dalam
bentuk tertulis ataupun dalam bentuk lisan. Sementara itu, kata anak di
sini diartikan sebagai 'manusia yang masih kecil' (KBBI, 1988: 31) atau
'bocah' (KBBI, 1988: 123). Tentu pengertian anak yang dimaksud di sini bukan
anak balita dan bukan pula anak remaja, melainkan anak yang masih berumur
antara 6-13 tahun, usia anak sekolah dasar. Jadi, secara sederhana istilah sastra
anak dapat diartikan sebagai 'karya seni yang imajinatif dengan unsur
estetisnya dominan yang bermediumkan bahasa. baik lisan ataupun tertulis, yang
secara khusus dapat dipahaminya oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang
akrab dengan anak-anak'.
Sementara itu, Riris K. Toha-Sarumpaet (1976: 21)
menyatakan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dikonsumsi anak dan di
urns xeria dikerjakan oleh orang tua. Artinya, sastra anak ditulis oleh orang tua untuk anak.
Orang tua jugalah yang mengedit, mengilustrasi, mencetak, menerbitkan,
mendistribusikan, memilihkannya di rumah atau di sekolah. sering kali
membacakannya, dan sesekali membicarakannya. Orang dewasa pulalah yang
membimbing anak dalam memilih dan mengusahakan bacaan yang baik bagi anak.
Sebenarnya, tidak semua sastra anak itu ditulis oleh orang
tua. Penulis sastra anak dapat juga dilakukan oleh anak-anak itu sendiri,
misalnya anak yang telah berumur sepuluh atau sebelas tahun ke atas, sudah
dapat menulis puisi atau catatan harian dalam majalah Bobo dan
sebagainya. Memang pada umumnya sastra anak itu ditulis oleh orang dewasa atau
orang tua untuk anak-anak. Sementara itu, istilah cerita anak merupakan
istilah yang umum untuk menyebut sastra anak yang semata-mata bergenre
prosa, seperti dongeng, legenda, mite yang diolah kembali menjadi
cerita anak, dan tidak termasuk jenis puisi anak atau drama anak. Istilah bacaan
anak lebih menekankan pada media tertulis, bahasa tulis, dan bukan bahasa
lisan. Bacaan anak tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat fantasi atau
sastra, tetapi juga bacaan yang bersifat pengetahuan, keterampilan khusus,
komik atau cerita bergambar, cerita rakyat, dan sebagainya.
Hakikat sastra anak
harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka
dan bukan milik orang dewasa. Sifat sastra anak lebih menonjolkan unsur
fantasi. Sifat fantasi ini terwujud dalam eksplorasi dari yang serba mungkin
dalam sastra anak. Anak-anak menganggap segala sesuatu, baik benda hidup maupun
benda mati, itu berjiwa dan bernyawa, seperti diri mereka sendiri. Segala
sesuatu itu masing-masing dianggap mempunyai himbauan dan nilai tertentu. Di
situlah letak kekhasan hakikat sastra anak, yaitu bertumpu dan bermula pada
penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku
dalam alam kehidupan mereka (Sarumpaet, 1976: 29).
|
B. Ciri Sastra Anak
|
Riris K.
Toha-Sarumpaet (1976: 29-32) mengemukakan bahwa ada 3 ciri yang menandai sastra
anak itu berbeda dengan sastra orang dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa:
|
(1) unsur pantangan,
(2)
penyajian dengan gaya secara langsung,
(3) fungsi terapan.
|
Unsur pantangan merupakan unsur yang secara khusus berkenaan dengan tema
dan amanat. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sastra anak menghindari atau
pantangan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang
erotis, dendam yang menimbulkan kebencian. kekejaman, prasangka buruk,
kecurangan yang jahat, dan masalah kematian. Apabila ada hal-hal buruk dalam
kehidupan itu yang diangkat dalam sastra anak, misalnya masalah kemiskinan,
kekejaman ibu tiri, dan perlakuan yang tidak adil pada tokoh protagonis, biasanya
amanatnya lebih disederhanakan dengan akhir cerita menemui kebahagiaan atau
keindahan, misalnya dalam kisah Putri Salju, Cinderella, Bawang Merah dan
Bawang Putih. Limanm, Cindelaras, dan Putri Angsa.
Penyajian dengan gaya secara langsung adalah, bahwa sajian cerita merupakan deskripsi secara
singkat dan langsung menuju sasarannya, mengetengahkan gerak yang dinamis, dan
jelas sebab-sebabnya. Deskripsi itu diselingi dengan dialog yang wajar,
organis, dan hidup. Melalui pengisahan dan dialog itu terwujud suasana yang
tersaji perilaku tokoh-tokohnya amat jelas, baik sifat, peran, maupun fungsinya
dalam cerita. Biasanya lebih cenderung digambarkan sifat tokoh yang hitam
putih. Artinya, setiap tokoh yang dihadirkan hanya mengemban satu sifat utama,
yaitu tokoh baik atau tokoh buruk.
Fungsi terapan adalah
sajian cerita yang harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang
bermanfaat, baik untuk pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun untuk
pertumbuhan anak. Fungsi terapan dalam sastra anak ini ditunjukkan oleh
unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada teks karya sastra anak itu sendiri,
misalnya dari judul Petualangan Sinhad akan memberi informasi tokoh
asing. Keasingan itu merupakan bahan informasi bahwa Sinbad berasal dari
daerah Timur Tengah, Arab-Persia. Selain memberikan informasi yang berupa kata
atau nama tokoh, anak akan bertambah pengetahuannya tentang negeri asal kata
atau tokoh itu, letak negeri itu, apa yang terkenal di negeri itu, dan
sebagainya.
|
C.
Fungsi
Sastra
Anak
|
Ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya, sastra anak
berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak
memberi banyak informasi tentang sesuatu hal, memberi banyak pengetahuan,
memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral
pada anak, Dalam contoh kisah Asal Usul Nama Surabaya si anak memperoleh
banyak informasi tentang asal-usul nama Surabaya, letak geografis kola
Surabaya, informasi tentang lambang kota madya Surabaya, pengetahuan praktis
tentang kehidupan di air laut dan di sungai, nama binatang air, serta
pendidikan moral untuk bermusyawarah, mempertahankan hak, dan kepahlawanan.
Kisah tentang perebutan kekuasaan dan daerah pencarian
mangsa padu ikan Hiu-Sura dan Buaya seperti itu, sebenarnya dapat
dimusyawarahkan secara adil dan jujur. Musyawarah merupakan jalan perdamaian
yang dianjurkan untuk menghindari pertumpahan darah. Memang daerah kekuasaan
yang sudah menjadi hak miliknya itu perlu dipertahankan sampai titik darah
penghabisan. Perlu diingat bahwa mempertahankan hak, yaitu sesuatu yang telah
menjadi milik kila itu merupakan suatu kewajiban. Selain kita yang membela
kebenaran dan keadilan itu merupakan jiwa kepahlawanan. Sebaliknya, jika
merebut sesuatu yang bukan milik dan hak kita itu merupakan perbuatan yang tak
terpuji atau termasuk kejahatan.
Dari sajak Kembang Sepatu karya L.K. Ara banyak hal
yang dapat memberi fungsi pendidikan pada si anak. Mengapa bunga itu dinamakan
"kembang sepatu"? Jawabnya adalah jika kembang itu diusapkan pada sepatu
akan berkilau atau mengisap. Fungsi informasi yang lain, misalnya tempat asal
kembang sepatu, yaitu India dan Cina. Kebiasaan gadis-gadis Cina dan India
memakai bunga sepatu untuk penghias alis. Bentuk daun sepatu, yaitu berbentuk
hati yang ujungnya meruncing. Ada bermacam-macam warna bunga sepatu, yaitu
merah, putih, merah muda, kuning, dan merah kekuning-kuningan. Hanya sebentar
bunga itu mekar, kemudian segera layu.
Sajak Kembang Sepatu itu juga jelas memberi
informasi kreativitas pada diri anak untuk memanfaatkan kegunaan kembang
sepatu. Pertama, sebagai tanaman hias untuk pagar pekarangan rumah, Kedua,
bunga sepatu untuk mengilatkan warna sepatu. Ketiga, bunga sepatu
untuk kecantikan wajah dengan menghias alis. Keempat, bunga sepatu itu
dapat juga direbus untuk dibuat pewarna kue makanan. Dan, kelima, akar
hingga sepatu itu dapat direbus sebagai penawar racun. Sementara amanah atau
pendidikan moraliti adalah manusia itu hendaknya menjadi manusia yang berguna
bagi siapa saja, baik bagi masyarakat, bagi nusa bangsa, maupun bagi agamanya.
Fungsi hiburan sastra anak jelas memberi kesenangan, kenikmatan,
dan kepuasan pada diri anak. Ketika membaca dan menghayati sastra anak. seperti
Asal Usul Nama Surabaya dan Kembang Sepatu, si anak memperoleh
hiburan yang menyenangkan dari bacaannya itu. Hati si anak akan terhibur dengan
perilaku tokoh ikan Hiu-Sura dan Buaya yang saling berebut daerah mangsa. Si
anak juga akan terhibur dengan ketulusan hati tokoh Kembang sepatu yang
banyak memberi manfaat bagi kehidupan di sekitarnya. Hiburan itu akan terasa
pula jika karya sastra itu dibacakan secara nyaring oleh seorang siswa di depan
kelas. Siswa-siswa yang lainnya, yang mendengar pembacaan karya sastra itu,
akan merasa terhibur pula.
Saudara, selain fungsi pendidikan dan hiburan, sastra anak
juga berfungsi (1) membentuk kepribadian, dan (2) menuntun kecerdasan
emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang
dibacanya. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya itu anak-anak secara
alamiah akan terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi secara wajar,
menanamkan konsep diri, harga diri, memerlukan kemampuan yang realistis,
membekali anak untuk memahami kelebihan dan kekurangan diri, dan membentuk
sifat-sifat kemanusiaan pada diri si anak, seperti ingin dihargai, ingin
mendapatkan cinta kasih yang tulus, ingin menikmati keindahan, dan sastra anak
pantang terhadap tema atau hal-hal percintaan yang bersifat erotis, kekejaman
yang keji, kesengsaraan yang menyedihkan, dan perbuatan tercela yang penuh
prasangka buruk itu disebabkan oleh kondisi si anak yang masih suci, jernih,
penuh kasih sayang, dan kepribadian yang masih labil sehingga mudah dibentuk.
Sastra anak harus memberikan sesuatu hal yang bermanfaat bagi kehidupan anak di
kemudian hari, membentuk kepribadian yang bermoral, dan mampu mengembangkan
kreativitas untuk meraih cita-cita berbudi pekerti luhur dan mulia hidupnya.
Dengan menghindari pantangan itu, diharapkan sastra anak mampu menjadi media
pendidikan yang efektif bagi kehidupan anak di masa depan.
Sastra anak dapat diartikan
sebagai 'karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang
bermediumkan bahasa. baik lisan ataupun tertulis, yang secara khusus dapat
dipahaminya oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan
anak-anak.
Riris K. Toha-Sarumpaet (1976: 29-32) mengemukakan bahwa ada
3 ciri yang menandai sastra anak itu berbeda dengan sastra orang
dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa (1) unsur pantangan, (2) penyajian dengan
gaya secara langsung, dan (3) fungsi terapan.
|
UNIT II
|
Unsur Pembangun Sastra Anak
|
Pendahuluan
|
Saudara Mahasiswa, dalam
subunit 2 ini, penulis akan mengajak Anda untuk mempelajari salah satu bagian
penting dalam membahas materi penting tentang karya sastra anak. Materi unsur-unsur
pembangun karya sastra anak merupakan salah satu materi yang sangat berguna
bagi Anda karena di dalamnya membicarakan
tentang struktur karya sastra
sebagai salah satu karya fiksi yang tentu saja terdiri atas struktur luar atau yang dikenal dengan unsur
ekstrinsik dan struktur dalam, atau yang lebih dikenal dengan struktur
intrinsik.
Struktur luar atau unsur ekstrinsik
adalah segala macam unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi kehadirannya
sangat mempengaruhi cerita yang disajikan, misalnya faktor
sosial-poiltik, ekonomi, dan kepengarangan, serta tata nilai
yang dianut oleh masyarakat.
Struktur
dalam atau unsur intrinsik adalah unsur- unsur yang membentuk karya sastra itu
sendiri baik pada prosa, puisi maupun drama. Unsur-unsur intrinsik tersebut
seperti tokoh, tema, amanat, alur, latar, gaya bahasa, dan pusat pengisahan.
Untuk
lebih jelasnya dalam memahami unsur-unsur pembangun sastra anak yang terdapat
dalam setiap karya sastra anak yang berbentuk prosa, cerita anak-anak, puisi,
dan drama, akan dijelaskan dalam pembahasan di
bawah ini .
|
A. Karya Sastra Anak yang
Berbentuk Prosa
|
Saudara
Mahasiswa, karya sastra anak yang berbentuk prosa dapat berupa novel, roman, novelet,
cerpen, dan yang jelasnya dikatakan sebuah prosa ketika berisi sebuah cerita
tentang kehidupan, khusus untuk anak-anak biasa dikelompokkan dalam cerita
anak- anak.
Sebuah
karya sastra anak yang berbentuk prosa dibangun oleh unsur-unsur yang saling
mendukung, yaitu tokoh, tema, alur, latar, gaya dan pusat pengisahan. Secara
garis besar perhatikan uraian berikut ini tentang unsur-unsur pembangun prosa.
|
1.
Tokoh dan Penokohan
|
Tokoh
merupakan pemain, pelaku, pemeran atau orang yang berada atau yang memiliki
peran dalam cerita tersebut. Sebuah karya fiksi hadir tanpa adanya tokoh cerita
atau tanpa adanya tokoh yang bergerak dari awal hingga akhir cerita maka, belum
bisa dikatakan sebagai karya sastra anak yang berbentuk prosa, sedangkan
penokohan adalah perwatakan atau gambaran perilaku, watak atau karakter
dari masing- masing tokoh dalam cerita.
Tokoh dan
penokohan merupakan unsur pembangun dalam cerita yang merupakan satu struktur
yang padu. Gambaran tentang seorang tokoh dengan segenap perilakunya tentu saja
sekaligus menguraikan tentang gambaran tentang perwatakannya.
Cara
menghadirkan perwatakan atau penokohan ini dapat dilakukan oleh pengarang
dengan dua cara yaitu yang pertama, pengggambaran analitik atau penggambaran
langsung yang dilakukan seorang pengarang tentang watak atau karakter tokoh
seperti penggambaran seorang tokoh yang keras kepala, setia, penyabar,
emosinal, religius dan lainnya.Yang kedua adalah penggambaran dramatik atau
penggambaran perwatakan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pengarang,
misalnya melalui pilihan nama atau tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh,
dan melalui dialog.
|
2. Tema
|
Saudara
Mahasiswa, menemukan tema sebuah karya sastra harus dimulai dengan ditemukannya
kejelasan tentang tokoh dan perwatakannya serta situasi dan alur cerita yang
ada, sehingga tema dapat dikatakan sebagai gagasan sentral yang menjadi dasar
cerita.
Tema dapat
ditelusuri melalui beberapa variabel, yakni (a) apa yang membuat karangan
tampak berharga?, dan (b) mengapa pengarang menulis cerita tersebut?. Untuk
menjawab semua itu tentunya Anda harus membaca cerita secara cermat, bagian
demi bagian, tidak melompat-melompat dan jangan Anda berharap dapat menemukan
tema hanya dengan membaca ringkasannya.
|
3. Alur
|
Alur atau
plot merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita dan dialami
tokoh- tokohnya. Alur atau plot biasa juga disebut sebagai struktur rangkain
kejadan dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang
sekaligus menandai urutan bagian- bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang
membangun cerita.
|
4. Latar atau Setting
|
Saudara
Mahasiswa, yang dimaksud dengan latar atau setting adalah llingkungan tempat
peristiwa terjadi yang bentuknya dapat bermacam- macam, misalnya kampus,
pedesaan, perkotaan, nama desa, nama kota, nama daerah dan nama Negara serta segala tepat yang dapat diamati
dengan pancaindra kita, seperti suasana pasar malam. Biasanya latar ini muncul
pada semua bagian cerita atau penggalan cerita.
Latar
cerita ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu yang pertama adalah latar
sosial atau penggambaran keadaaan masyarakat kelompok-kelompok sosial, sepert
adat istadat, cara hidup, dan Bahasa
yang digunakan. Yang kedua adalah latar fisk atau tempat dalam wujud fisiknya,
yatu segala sesuatu yang membangun daerah tertentu atau latar tempat dan waktu.
|
5. Gaya Penceritaan
|
Saudara
Mahasiswa, yang dimaksud dengan gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang
dalam menggunakan Bahasa agar menimbulkan penekanan tertentu. Tingkah laku
berbahasa ini merupakan salah satu sarana sastra yang sangat penting. Tanpa
bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Kita tentu ingat bahwa karya
sastra pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan pengarang dalam membahasakan
sesuatu kepada orang lain.
|
6. Pusat Pengisahan
|
Pusat
pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya atau
dari mana seorang pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam
ceritanya itu. Dari titik pandangan pengarang inilah pembaca mengikuti jalannya
cerita dan memahami temanya.
|
B. Karya Sastra Anak yang Berbentuk Puisi
|
Saudara
mahasiswa, sebelum kita memasuki unsur pembangun puisi anak, terlebih dahulu
kita harus mengetahui apa puisi anak itu. Puisi anak adalah puisi untuk
dikonsumsi anak, yang isinya sesuai dengan lingkungan anak, usia anak dan
memiliki nilai-nilai yang dapat membentuk sikap, budi pekerti yang luhur, serta
memiliki nilai seni.
Adapun unsur- unsur yang membangun puisi anak adalah:
1. Unsur Intrnsik
Puisi
Unsur
intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam, atau
dari wujud puisi itu sendiri yaitu:
(a) Tema
Seperti
prosa dan drama, puisi pun memiliki tema yang berisi persoalan yang mendasari
suatu karya sastra. Tema munculnya pada awal, sebelum penyair menulis puisinya.
Tema merupakan dorongan yang kuat yang menyebabkan penyair mengungkapkan apa
yang dirasakannya melalui puisi. Untuk menentukan tema dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu: dengan cara melihat
judul puisinya dijadikan dengan melihat
bentuk fisik puisi itu, seperti dari
sisi diksi ( pilihan kata ), dari sisi judul puisinya, dan dari keterapan kata
yang sering muncul.
(b) Amanat
Amanat
merupakan sala satu unsur yang membangun puisi anak. Amanat dalam puisi adalah
pesan atau nasihat yang disampaiakn oleh pengarang kepada pembaca atau
pendengar. Oleh karena itu, amanat hanya dapat dirumuskan oleh pembaca atau
penikmat, sehingga bisa terjadi beda
pendapat antara penikmat satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan
karena beragamnya tingkatan penikmat baik dari sisi pengetahuan, latar agama,
latar budaya, dan sebagainya.
(c) Sikap, Suasana atau Nada, dan Perasaan dalam Puisi.
Sebuah
puisi tidak dapat dinikmati jika tidak dibaca secara keseluruhan. Pembacaan
puisi dapat dilakukan tanpa suara, hanya sekedar dinikmati pembacanya saja atau
dibaca dengan suara keras, bisa juga dideklamasikan. Dengan dideklamasikan atau
membacanya secara keras, Anda akan merasakan perasaan yang diungkapkan oleh
penyairnya. Suasana kejiwaan akan terungkap melalui ungkapan nada pada puisi
yang diciptakan.
Nada dan
perasaan dalam puisi merupakan espresi
penyair dalam menyampaikan apa yang dirasakan dalam hatinya. Sikap dan
penyair akan terlihat jelas dalam puisinya. Sikap yang berbeda pada tiap
penyair, akan membedakan tiap karya alam bentuk nada-nada puisi yang diciptakan meskipun objek yang
disampaikan. Oleh karena itu, unsur sikap, suasana, nada, atau perasaan pada puisi
anak adalah ekspresi perasaan penyair yang disampaikan dalam bentuk nada-nada
yang menimbulkan keindahan, seperti memberontak, main-main, serius, takut, dan
sebagainya.
(4) Tipografi
Tipografi
adalah ukiran bentuk puisi yang biasanya berupa susunan baris, ke bawah. Ada
yang menyebutkan istilah tipografi
dengan sebutan tata wajah puisi. Baik tipografi maupun tata wajah memiliki pengertian yang sama,
yaitu salah satu unsur puisi yang menjadikan puisi lebih indah karena tata
wajahnya dibuat seperti lukisan tertentu. Perhahtikan contoh di bawah ini:
Sajak Transmigran
II
Singkong
Oleh: F. Rahardi
Dia selalu singkong
Dan terus menerus
singkong
Hari ini singkong
Besok mungkin singkong
Besoknya lagi
juga singkong
Dirumah sepotong singkong
Di
ladang seikat singkong
Di pasar segerobak
singkong
Di rumah
tetangga sepiring singkong
Enam
bulan lagi tetap singkong
Setahun lagi tetap
singkong
Sepuluh tahun tetap
singkong
Dua puluh tahun makin singkong
Dan lima puluh tahun
kemudian
Transmiran berubah
Sakit-sakitan
Mati
Lalu terkubur di ladang
singkong
(5)
Rima atau Persamaan Bunyi
Rima
adalah persamaan bunyi yang berulang secara teratur pada kata yang letaknya
berdekatan di dalam satu larik atau antarlirik.
Perhatikan pengulangan bunyi pada puisi berikut, dan bacalah keras-keras
dan ulangi lagi membacanya. Benarkah ada kekuatan magis?
Catatan hari
lebaran
Sepiring ketupat luka
Semangkuk sop duka
Sepotong lauk alpa
Tergeletak di atas meja
Sajakku pun sigap menyantapnya.
(6) Citraan atau Pengimajian
Citraan
atau pengimajian adalah susunan kata yang dapat memperjelas apa yang dinyatakan
oleh penyair. Mengingat puisi bukanlah hanya untuk sekedar dibaca maka penyair
menggunakan citraan ini sebagai cara untuk memperjelas agar penikmat memahami
puisi ciptaannya melalui citraan yang disajikan dalam beberapa bentuk citraan:
(a) Penglihatan ( visual imagery)
(b) Pendengaran ( auditory imagery)
(c) Penciuman (
smell imagery)
(d) Perasaan (tactile imagery)
Perhatian contoh pengimajian penglihatan pada puisi Chairil
Anwar berikut
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama- Mu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
……………………………………………
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu- Mu aku mengetuk
Aku tidak bias berpaling
(7) Gaya Bahasa, Irama, atau Ritme
Gaya
Bahasa atau irama atau ritme adalah cara khas yang dipakai penyair untuk
menimbulkan efek estetis (keindahan) pada karya sastra puisi yang dihasilkannya. Perhatikan contoh pengulangan
bunyi dan pengulangan kata pada puisi berikut yang menimbukan bunyi teratur dan
menciptakan irama.
Menyesal ( Ali Hajmi)
Pagiku hilang/ sudah melayang
Hari mudak/ telah melayang
Kini petang/ dan membayang
Batang usiaku/ sudah tinggi
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat kau penuh seluruh
2. Unsur
Ekstrinsik Puisi
Unsur
ekstrinsik adalah unsur pembangun puisi anak yang dari luar. Disebut unsur luar,
tetapi sangat mempengaruhi totalitas puisi. Unsur ekstrinsik di bawah ini
terdiri atas: unsur biografi penyair, unsur kesejarahan, dan unsur
kemasyarakatan.
Di samping
unsur intrinsik dan ekstrinsik, karya puisi juga dapat dilihat dari struktur
yang berbeda, yaitu struktur lapis-lapis norma. Struktur norma ini ditinjau
dari kenyataan yang ada dalam puisi itu sendiri atau fenomena yang ada.
Lapis-lapis tersebut adalah:
-
Lapis Bunyi
Lapis
bunyi yaitu bunyi kata, kelompok kata, kalimat dan bait.
-
Lapis Arti
Lapis arti merupakan wujud puisi yang
berada pada lapisan ke duaberupa makna tiap rangkaian huruf, kata, kelompok
kata, kalimat, dan bait.
-
Lapis Pengarang
Lapis pengarang merupakan hal-hal yang
berasal dari sisi pengarang yang turut memperkuat keindahan hasil karyanya,
seperti imajinasi dan suasana ucapan tak langsung berupa kiasan- kiasan yang
memperkaya puisi.
|
C. Drama Anak- Anak
|
Saudara
Mahasiswa, sebelumnya kita membahas tentang unsur pembangun drama anak- anak, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu
drama anak-anak?.
Secara
umum pengertian drama adalah teks yang bersifat dialog dan isinya membentangkan
sebuah alur (Luxemburg, 1984: 158). Dapat juga dikatakan bahwa drama adalah
karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan emosi
lewat lakuan dan dialog, lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung,
(Sudjiman, 1984: 20). Sedangkan secara khusus, pengertian drama anak-anak
adalah proses lakuan anak sebagai tokoh. Dalam berperan, mencontoh atau meniru
gerak pembicaraan seseorang, menggunakan atau memanfatkan pengalaman dan
pengetahuan tentang karakter dan situasi dalam suatu lakuan, baik dialog maupun
monolog guna menghadirkan peristiwa dan rangkaian cerita tertentu, (Wood dan Attfield,
1996:144).
Adapun
unsur yang membangun drama anak-anak adalah sebagai berikut:
Unsur
intrinsik
1. Tokoh
Tokoh
dalam drama anak-anak selain orang dewasa dan anak-anak juga biasa berupa boneka, binatang, tumbuhan, dan benda mati, sikap dan tingkah
lakunya tetap menggambarkan kehidupan
manusia. Ciri–ciri tokoh drama anak-anak, yaitu yang pertama memiliki ciri-ciri
kebadanan seperti: usia, jenis kelamin, keadaan tubuh,dan kondisi wajah. Yang
kedua, ciri-ciri kejiwaan, misalnya mentalitas, moral, temperamen, kecerdasan,
dan kepandaian dalam bidang tertentu. Yang ke tiga adalah ciri-ciri kemasyarakatan, misalnya status sosial,
pekerjaan, pendidikan, ideology, kegemaran,dan peranannya dalam
masyarakat.
2. Alur
Alur atau
plot dalam drama biasa juga disebut dengan plot atau jalan cerita. Alur atau
struktur drama anak-anak pada umumnya mengandung lima rangkaian peristiwa,
yaitu:
-
Perkenalan adalah
rangkaian peristiwa dalam drama anak- anak yang berisi mengenai keterangan
tokoh dan latar. Dalam hal ini, pengarang memperkenalkan para tokoh,
menjelaskan peristiwa yang akan terjadi.
-
Konflik adalah tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang menimbulkan
suasana emosional karena pertentangan antara manusia dengan alam, manusia
dengan sesama manusia, manusia dengan pencipta- Nya, dan manusia dengan diri sendiri.
-
Klimaks adalah tahapan
rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang menimbulkan puncak ketegangan.
-
Antiklimaks adalah
tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian.
-
Penyelesaian adalah
tahapan rangkaian peristiwa dalam drama anak-anak yang diakhiri kebahagiaan,
kedamaian, atau punkesedihan.
3. Latar
Konsep
tentang latar telah dipelajari
sebelumnya pada unsur pembangun karya sastra anak dalam bentuk prosa. Seperti yang kita ketahui bahwa latar
dalam karya sastra anak yang dikenal adalah latar tempat dan latar waktu.
4. Tema
Pada
umumnya tema dalam teks drama anak-anak dinyatakan secara eksplisit. Di samping
itu, tema drama anak-anak merupakan pikiran utama yang dikaitkan dengan masalah
kebenaran dan kejahatan. Misalnya, perbuatan yang jahat akan dikalahkan oleh
perbuatan yang baik.
Unsur Ekstrinsik
Adapun
unsur ekstrinsik yang terdapat dalam karya sastra yang berbentuk drama
anak-anak, meliputi: yang pertama adalah biografi pengarang, dalam hal ini
pengarang sastra anak-anak perlu menjiwai corak kpribadian anak-anak.Yang kedua
adalah psikologi, ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang,(P. Hariyanto,
1997-1998: 930), psikologi juga merupakan ilmu yang berkaitan dengan
proses-proses mental, baik berkenaan dengan proses mental yang normal maupun
tidak normal.Yang ketiga adalah sosiologi, ilmu pengetahuan yang mempelajari
berbagai struktur sosial dan proses-proses
sosial, (P. Hariyanto, 1997-1998: 932).
|
D.
Karya Sastra yang Berbentuk Cerita Anak-anak
|
Menurut
Titik W. S., dkk., (2003: 89) bahwa, cerita anak-anak merupakan cerita
sederhana yang kompleks. Kesederhanaan itu ditandai oleh syarat yang wacananya
yang baku dan berkualitas tinggi, sehingga cerita anak-anak harus
berbicara tentang kehidupan anak-anak.
Cerita anak-anak juga dikatakan sebagai
sesuatu yang kompleks, artinya cerita anak-anak dibangun oleh stuktur yang
tidak berbeda dengan cerita orang dewasa, sebab cerita anak-anak yang sederhana
itu tetap harus disususn dengan memperhatikan unsur keindahan.
Saudara
mahasiswa, anak-anak SD dikelompokkan pada usia antara 6-13 tahun. Apabila
dikelompokkan berdasarkan jenjang kelas maka mereka terkelmpok menjadi kelompok
kelas anak rendah dan kelompok anak kelas tinggi. Kelompok kelas rendah berusia
antara 6-9 tahun, sedangkan kelas tinggi berusia antara 10-13 tahun.
Perkembangan
jiwa anak-anak usia 6-9 tahun berada
pada tahap imajinasi dan fantasi yang tinggi sehingga cerita-cerita yang
disenangi oleh anak-anak usia ini adalah cerita-cerita yang mengandung daya
khayati atau fantasi.
Adapun
jenis-jenis cerita anak yang cocok untuk SD adalah
|
(a) Cerita Jenaka
|
Cerita jenaka merupakan cerita yang mengungkapkan hal ihwal
atau tingkah laku seorang tokoh yang lucu. Kelucuan yang diungkapkan dapat
berupa karena kebodohan sang tokoh atau pula karena kecerdikannya.
|
(b) Dongeng
|
Dongeng adalah cerita yang didasari atas angan-angan atau
khayalan. Dalam dongeng terkandung cerita yang menggambarkan sesuatu diluar
nyata, seperti Timun
Mas, Putri Salju, Peri yang baik hati, dan
sebagainya.
|
(c) Fabel
|
Fabel adalah cerita yang menampilkan hewan-hewan sebagai
tokoh-tokohnya. Di dalam fabel, para hewan atau binatang digambarkan
sebagaimana layaknya manusia yang dapat berpikir, bereeksi dan berbicara. Fabel
mengandung unsur mendidik karena diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang
mengandung ajaran moral. Misalnya, “ Kancil dan Kera “, “ Kancil dan
Buaya”.
|
(d) Legenda
|
Legenda adalah cerita yang berasal dari zaman dahulu.
Cerita legenda bertalian dengan sejarah yang sesuai dengan kenyataan yang ada
pada alam atau cerita tentang terjadinya suatu negeri, danau atau gunung.
Contoh cerita “Malin Kundang”, “Batu Menangis”, Sangkuriang”, “asal Usul Kota
Surabaya”
|
(e) Mite atau Mitos
|
Mite atau mitos merupakan cerita yang berkaitan
dengan kepercayaan kuno, menyangkut kehidupan dewa-dewa atau kehidupan makhluk
halus. Mitos adalah cerita yang mengandung unsur-unsur misteri, dunia gaib, dan
alam dewa.
|
E. Unsur-unsur
yang Membangun Cerita Anak- Anak
|
Adapun
unsur-unsur karya sastra yang membangun cerita anak- anak di antaranya adalah:
(a)
Tema cerita
Tema dalam
sebuah cerita ibarat fondasi pada sebuah bangunan. Ini artinya eleman atau
unsur yang pertama harus ada dalam sebuah cerita adalah tema. Tema atau amanat
yang terkandung dalam cerita anak-anak berisi pertetangan antara baik dan
buruk. Secara lebih konkret tema
pertentangan baik dan buruk ini dinyatakan dalam bentuk kejujuran melawan kebohongan, keadilan melawan kezaliman,
kelembutan melawan kekerasan.
(b)
Amanat
Cerita
anak-anak yang bersifat didaktis pada umumnya mengandung ajaran moral,
pengetahuan dan keterampilan. Amanat pada sebuah cerita dapat disampaikan
secara implisit( tersurat) ataupun eksplisit (tersirat).
(c) Tokoh
Tokoh adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh
pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda
yang diinsankan atau diserupai sebagai manusia.
(d)
Latar
Latar atau
setting diartikan juga sebagai landas tumpu sebuah cerita. Secara kasat mata,
latar dalam cerita berkenaan dengan tempat atau ruang atau waktu yang tergambar
dalam sebuah cerita. Secara terperinci latar meliputi penggambaran lokasi
geografis, termasuk tipografi, pemandangan, sampai kepada perincian
perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh;
waktu berlakunya kejadian masa terjadinya, musim terjadinya; lingkungan agama,
moral, intelektual dan sosial para
tokoh.
(e) Alur
Alur atau
plot adalah jalan cerita. Dalam cerita anak, penggunaan alur tidak serumit
dalam cerita orang dewasa. Hal itu disebabkan oleh pengalaman dan daya berpikir
anak yang masih terbatas untu memahami ide-ide yang rumit. Penggunaan alur yang
sederhana ini biasa disebut dengan alur datar. Alur datar dijabarkan melalui
gaya bercerita secara langsung.
(f) Sudut Pandang
Sudut
pandang atau pusat pengisahan ( point of view) digunakan pengaraang dalam
menciptakan cerita. Secara garis besar, sudut pandang dibedakan menjadi dua,
yaitu sudut pandang orang yang pertama yang disebut dengan akuan atau sudut
pandang orang yang ketiga disebut dengan diaan atau disebut dengan insider atau outsider.
(a)
Gaya
Gaya dalam
bercerita berkaitan dengan sasaran
cerita, artinya cerita yang dituturkan untuk siapa. Cerita untuk siswa SD
menggunakan bahasa dengan gaya yang berbeda dengan cerita yang ditujukan untuk
remaja, orang dewasa, atau orang yang sudah usia lanjut. Melalui gaya
bercerita, pengarang bertujuan untuk menampilkan suasana, latar, tokoh, dan
unsur-unsur cerita yang lain menjadi hidup. Apapun jenis cerita, tujuan, dan
sasaran yang dimasudkan melalui tulisan,
ciri atau karakteristik yag dimilikinya akan tampak dalam gaya tulisannya.
|
UNIT III
|
Apresiasi
Sastra Anak
|
PENDAHULUAN
|
Modul Apresiasi Sastra Anak ini membahas
dua topik subunit. subunit pertama menguraikan konsep apresiasi anak dari
pengertian apresiasi, kegiatan apresiasi, tingkatan apresiasi sastra anak. Subunit
kedua menguraikan pembelajaran apresiasi sastra anak, dari persiapan memilih
bahan, memilih metode pembelajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran hingga
evaluasi pembelajaran sastra anak.
Komposisi modul seperti yang
dikemukakan di atas, diharapkan dapat membekali Anda dengan konsep dasar
apresiasi sastra anak , fungsi apresiasi sastra anak hingga Anda sendiri
mampu mengapresiasi sastra anak dan
melaksanakan pembelajaran sastra anak di kelas dengan baik. Modul ini,
merupakan bekal utama dan sekaligus pegangan dasar bagi Anda mempelajari sastra
anak , kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam tindak lanjut
(mengerjakan tugas-tugas) dan ketika Anda melaksanakan praktik mengajar di
depan kelas.
Apabila Anda mempelajari modul ini
dengan sungguh-sungguh dan tekun, niscaya Anda akan memperoleh manfaat dalam
pengembangan ilmu dan wawasan, baik bagi diri Anda itu sendiri maupun bagi
bekal mengajar sebagai guru, yaitu pembelajaran sastra anak ini akan sangat
diperlukan. Pada saat Anda mempersiapkan bahan pembelajaran sastra yang sesuai
dengan tuntunan kurikulum, tentu Anda
membutuhkan pengetahuan dan kemampuan mengapresiasi sastra anak. Demikian juga,
pada saat Anda menyajikan materi pembelajaran sastra anak itu kepada siswa
Anda, tentu bekal ini sangat dibutuhkan agar pembelajaran sastra anak di bangku
sekolah dasar dapat berjalan denagn lancar dan sukses.
Setelah mempelajari modul ini,
secara umum Anda diharapkan dapat menerapkan pembelajaran sastra anak di bangku
sekolah dasar.
Secara khusus Anda diharapkan:
1.
Menjelaskan konsep apresiasi sastra anak
2.
Mengapresiasi
satra anak
Meskipun modul ini bersifat
pengayaan, Anda diharapkan tidak hanya merasa cukup dan berhenti dengan membaca
yang tersurat dalam modul ini tanpa mengembangkan dengan berbagai fenomena
kesusastraan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau hal itu sungguh
terjadi maka, Anda hanya memperoleh sesuatu yang bersifat hafalan dan tidak
terlalu bermanfaat bagi perluasan ilmu pengetahuan dan wawasan sebagai guru dan
pendidikan anak-anak dalam menghadapi masa depan bangsa dan negara ini. Oleh
karena itu, ketika mengisi soal-soal latihan
dan mengerjakan tes. Sebagai tindak lanjut dari pembelajaran ini,
hendaknya Anda tidak terpaku pada apa yang tertulis dalam modul dan
memindahkannya sebagai jawaban. Anda hendaknya dapat memperkaya jawaban,
latihan, dan tugas dengan referensi bacaan lain serta menuangkannya dengan
bahasa sendiri, tanpa harus meninggalkan materi modul ini. Dengan demikian, secara tidak disadari Anda telah
melakukan pengembangan diri, berlatih menulis, menuangkan gagasan secara
teratur, dan menjadi tenaga guru yang profesional di bidangnya.
Selamat
Belajar!
|
Konsep Apresiasi Sastra Anak vvv
|
|
A.
Pengertian Apresiasi Sastra
Anak
vv
|
Sebagai guru, tentu Anda pernah mendengar atau membaca
istilah apresiasi yang diucapkan atau
ditulis orang dalam berbagai kesempatan. Kata apresiasi diserap dari bahasa
Inggris appreciate. Dalam bahasa
asalnya, appreciate berarti understanding of the nature and quality of
something intelligent enjoyment,gratitude, an increase in money value, a
critical estimate or judgment (Cayne,1990). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1993), kata apresiasi sebagai tema dasar diberi arti (1) kesadaran
terhadap nilai-nilai seni dan budaya; (2) penilaian (penghargaan) terhadap
sesuatu; (3) kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan
akan barang itu bertambah. Badudu dan Zain (1996) memaknai kata apresiasi,
seperti (1) penghargaan; (2) pengertian, pemahaman; (3)penilaian, penafsiran.
Saudara, makna kata apresiasi, seperti dijelaskan di atas
merupakan makna leksikal, sedangkan dalam kaitannya dengan istilah apresiasi
sastra ada beberapa pendapat yang perlu Anda perhatikan. Marilah kita ikuti
pendapat-pendapat itu!
Dalam Enksilopedia Indonesia (1980) di jelaskan, bahwa
apresiasi sastra adalah sikap menghargai sastra berdasarkan pengertian tepat
tentang nilainya. Badudu dan Zain (1996) menjelaskan bahwa, apresiasi sastra
adalah pemahaman, penghargaan, dan penilaian yang positif terhadap karya
sastra. Sudjiman (1990) memaknai apresiasi sastra sebagai pengahargaan terhadap
karya sastra yang didasarkan pada pemahaman. Sementara itu, Zaidan (1994)
menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah penghargaan atas karya sastra sebagai
hasil penilaian, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang
didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya
sastra itu. Effendi (1982) mendefinisikan pengertian apresiasi sastra sebagai
kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap karya sastra.
Sejalan dengan rumusan-rumusan di atas, dapatlah dibuat
definisi pengertian apresiasi sastra anak sebagai berikut. Apresiasi sastra
anak adalah:
1.
Sikap menghargai sastra anak berdasarkan pengertian
tepat tentang nilainya;
2.
Pemahaman, penghargaan, dan penilaian yang positif
terhadap karya sastra anak;
3.
Penghargaan terhadap karya sastra anak yang didasarkan
pada pemahaman;
4.
Penghargaan atas karya sastra anak sebagai hasil pengenalan,
pemahaman, penafsiran, pengahayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan
batin terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya;
5.
Kegiatan menggauli karya sastra anak dengan
sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis
dan kepekaan perasaan yang baik terhadapnya.
Setelah membaca uraian di atas, akan timbul pertanyaan
dalam hati Anda. Membaca pembelajaran apresiasi sastra perlu dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh sejak sekolah dasar? Dalam hal ini perlu diingat bahwa
salah satu faktor yang diperlukan dalam mengapresiasi sastra dipandang sebagai
salah satu usaha menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca pembelajaran apresiasi sastra akan
membuat siswa memiliki kebiasaan membaca. Kebiasaan yang diciptakan seperti ini
pada tahap selanjutnya dapat menjadi kebutuhan bagi anak-anak kita, terutama
sebagai generasi penerusn bangsa Indonesia. Dengan banyak membaca, terbukalah
kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak-anak kita untuk maju seirama dengan
pesatnya laju kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini. Selain itu
apresiasi anak bermanfaat bagi anak dan bagi Anda sebagai guru.
|
B. Manfaat Apresiasi Sastra
|
Mempelajari apresiasi sastra bermanfaat secara estetis,
pendidikan kepekaan batin dan sosial, menambah wawasan, pengembangan kejiwaan
atau kepribadian.
- Manfaat Estetis
Manfaat estetis dalam manfaat tentang keindahan yang
melekat pada sastra anak. Ada nilai keindahan yang terpancar dalam sastra anak,
yaitu keindahan seni merangkai kata atau
menyusun bahasa. Manfaat estetis mampu memberi hiburan, kepuasaan,
kenikmatan, dan kebahagiaan batin ketika suatu karya sastra dibaca atau
didengar.
- Manfaat Pendidikan
Manfaat pendidikan pada apresiasi sastra anak adalah memberi
berbagai informasi tentang proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui kegiatan pembelajaran
dan latihan. Berbagai ajaran kehidupan lahir dan batin dapat dipetik melalui
kegiatan mengapresiasi sastra.
- Manfaat Kepekaan Batin atau Sosial
Manfaat kepekaan batin atau sosial dalam mengapresiasi sastra
anak merupakan upaya untuk selalu mengasah batin agar mudah tersentuh oleh
hal-hal yang bersifat batiniah ataupun sosial.
- Manfaat Menambah Wawasan
Manfaat menambah wawasan dalam mengapresiasi sastra anak
adalah memberi tambahan informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, dan pendangan
tentang kehidupan.
- Manfaat Pengembangan Kejiwaan atau Kepribadian
Manfaat pengembangan kejiwaan atau kepribadian dari apresiasi
sastra anak adalah mampu menghaluskan budi pekerti apresiator. Dari banyak
membaca karya sastra tentu anak banyak memperoleh informasi yang membuat anak (pembaca)
memiliki kepribadian yang baik, budi pekerti yang saleh dan luhur.
|
C. Tingkat
Apresiasi Sastra
|
Saudara, sebelum Anda
mempelajari tingkat apresiasi sastra, ada baiknya Anda mengetahui terlebih
dahulu bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan Anda dalam
mengapresiasi sastra. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan apresiasi
langsung, apresiasi tidak langsung, pendokumentasian karya sastra, dan kegiatan
kreatif.
1. Kegiatan Apresiasi Langsung
Kegiatan ini dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk
memperoleh nilai kenikmatan dan kehikmatan dari karya sastra anak yang
diapresiasi. Nilai kenikmatan sastra anak dapat memberi sesuatu yang menyenangkan,
menghibur, dan memberi kepuasan. Nilai kenikmatan sastra dapat memberi
pelajaran, amanat, dan nasihat tentang kehidupan.
Kegiatan apresiasi langsung meliputi kegiatan-kegiatan
seperti berikut:
a.
Membaca sastra anak
Kegiatan ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk
memperoleh sesuatu yang terkandung dalam sastra anak, yaitu nilai-nilai yang
bermanfaat bagi kehidupan anak. Nilai-nilai itu memberi arahan tentang perilaku,
pandangan hidup, dan cara menyikapi sesuatu dalam menghadapi kehidupan.
b.
Mendengar sastra anak
Kagiatan ini dapat berupa mendengarkan pembacaan suatu
karya sastra. Kegiatan ini memerlukan ketajaman pikiran dan perasaan guna
menyimak karya sastra yang didengarkan.
c.
Menonton pementasan sastra anak
Kegiatan ini dapat berupa menonton pembacaa puisi, cerpen,
atau pementasan drama. Kegiatan menonton ini tidak terbatas pada pementasan
panggung saja, melainkan juga menonton lewat televisi atau film di bioskop.
2. Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung
Kegiatan apresiasi tidak langsung merupakan kegiatan
apresiasi yang dapat menunjang pemahaman seseorang terhadap karya sastra anak.
Kegiatannya berupa kegiatan mempelajari teori sastra, sejarah sastra, dan
kritik sastra.
Mempelajari teori sastra dikatakan apresiasi tidak langsung,
sebab yang dipelajari bukan karya sastra konkrit, melainkan teori dan konsep tentang sastra. Teori sastra
sebaiknya dipelajari oleh orang dewasa, terutama sekali untuk guru sebagai
penambah wawasan tentang sastra, sedangkan untuk siswa sebaiknya Anda sajikan
apresiasi sastra secara langsung yaitu anak langsung membaca karya sastra,
mendengarkan pembacaan karya sastra, dan menonton pementasan karya sastra.
Mempelajari sejarah sastra dapat memperluas wawasan kita
yang memang diperlukan agar mengatahui bagaimana perkembangan sastra di suatu
wilayah atau Negara, perkembangan sastra dari satu dekade ke dekade berikutnya,
dari satu angkatan ke angkatan selanjutnya. Dan dari satu aliran ke aliran
lainnya. Hal yang dikaji dalam sejarah sastra adalah konsep-konsep dasar
angkatan, sejarah aliran sastra, pekembangan jenis-jenis sastra dari berbagai
segi, dan ciri-ciri struktur dan isi karya sastra setiap angkatan.
Demikian pula halnya, jika Anda mempelajari kritik sastra
karena kritik sastra berkaitan dengan penelaahan karangan ditinjau dari
segi-segi tertentu karya sastra. Bentuknya dapat berupa artikel dalam surat
kabar atau majalah, buku essai atau antologi essai. Mempelajari kritik sastra
dapat memperluas wawasan kita guna melihat bagaimana cara orang lain memberi
pertimbangan baik dan buruk terhadap suatu karya sastra.
3. Pendokumentasian Karya Sastra
Pendokumentasian karya sastra juga termasuk bentuk
apresiasi sastra yang secara nyata ikut melestarikan keberadaan karya sastra.
Bentuk apresiasi atau pengahrgaan terhadap karya sastra dengan cara
mendokumentasikannya itu dilihat dari segi fisiknya, yaitu ikut memelihara
karya sastra, menyediakan data bagi orang yang memerlukannya, dan menyelamatkan
karya sastra dari kepunahan. Kegiatan pendokumentasian sastra, meliputi
pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra yang berupa artikel atau
karangan dalam surat kabar, majalah, makalah, skripsi, tesis, disertasi ataupun
buku-buku sastra.
4. Kegiatan Kreatif
Kegiatan ini dapat berupa kegiatan
belajar menulis karya sastra, misalnya puisi, prosa atau drama. Hasilnya dapat
dikirimkan dan dimuatkan dalam majalah dinding, buletin OSIS, majalah sekolah,
surat kabar atau majalah tertentu. Kegiatan kreatif juga dapat dilaksanakan
secara rekreatif, misalnya menceritakan kembali karya sastra yang didengar,
dibaca, atau ditonton atau mengubah bentuk puisi menjadi prosa dan sebaliknya.
Rusyana(1979) menyebutkan ada tiga
tingkat apresiasi sastra, yaitu (1) seseorang mengalamki pengalaman yang ada
dalam karya sastra, ia terlibat secara berangsur-angsur meningkat dari taraf
yang rendah ke taraf yang lebih tinggi, lebih luas, dan lebih mendalam. Ini
berarti, kemampuan mengapresiasi sastra itu dapat ditingkatkan, diperluas atau
diperdalam. Caranya dengan melaksanakan kegiatan-kegiatn, seperti telah
diuraikan di muka.
Apresiasi tingkat I
Kegiatan apresiasi seseorang
didominasi oleh pergaulan emosinya dengan panduan daya intelektualnya. Pada
tingkat ini apresiator dapat merasakan kesenangan, kegembiraan, kesedihan atau
kemarahan, sesuai dengan aspek–aspek emosi yang terkandung dalam karya sastra
yang diapresiasinya. Apresiator seolah-olah berada di dalam cerita atau
mengalami sendiri kejadian-kejadian yang ada dalam cerita itu.
Apresiasi Tingkat II
Pada tingkat ini, selain terjadi pergulatan emosi, terjadi
pula pergaulan daya intelektualnya dengan kuat untuk memahami unsur-unsur yang
membentuk cerita itu. Apresiator yang berada pada tingkat ini telah dapat
memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya, apresiator dapat melihat kelebihan
dan kelemahan karya sastra yang diapresiasinya melalui unsur-unsur intrinsik
karya sastra tersebut. Dengan demikian, apresiator dapat menilai bagus tidaknya
karya sastra itu.
Selain pendapat di atas, ada pula pendapat tentang tingkat
apresiasi sastra yang dikemukakan oleh P. Suparman (dimuat dalam Tarigan,2001). Menurut P. Suparman, ada 5 tingkat apresiasi
sastra, yaitu:
a. tingkat penikmatan, tindak
operasionalnya: membaca karya sastra , mendengarkan pembacaan karya sastra, dan
menonton pementasan karya sastra;
b. tingkat penghargaan, tindak
operasionalnya: mendengarkan atau membaca dengan baik, mengambil suatu manfaat,
merasakan suatu pengaruh ke dalam jiwa, mengagumi;
c. tingkat penghayatan, tindak
operasionalnya: membuat analisis lanjut, mencari hakikat arti materi dengan
argumentasinya, memparafrase, menafsirkan, dan menyusun pendapat berdasarkan
analisis yang sudah dilakukan;
d. tingkat pemahaman, tindak
operasionalnya: meneliti unsur intrinsik dan ekstrinsiknya, menganalisis dan
menyimpulkan;
e. tingkat implikasi, tindak
operasionalnya: merasakan manfaatnya, melahirkan ide baru, mengamalkan penemuan,
dan mendayagunakan hasil apresiasi dalam mencapai nilai material, untuk
kepentingan sosial, politik dan budaya.
|
MEMILIH BAHAN
PEMBELAJARAN SASTRA ANAK
|
Sebelum kita memasuki pokok
pembicaraan seperti tertulis di atas, lebih dulu perlu diketahui bentuk-bentuk
sastra anak. Anda pasti ingat akan bentuk sastra. Secara umum, ada tiga bentuk
sastra anak, yaitu prosa, puisi, dan drama. Bentuk sastra anak pun seperti itu,
yaitu prosa anak, puisi anak, dan drama anak.
Puisi dan prosa anak banyak ditulis, sedangkan drama anak
kurang mendapat perhatian. Ini tidak berarti bahwa drama anak tidak ada. Drama
anak ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak puisi dan prosa anak.
Dewasa ini prosa dan puisi anak banyak ditulis oleh anak
dan dimuat dalam majalah anak-anak ataupun dalam lembar khusus untuk anak-anak
yang diusahakan oleh harian-harian tertentu di Jakarta ataupun di
daerah-daerah. Ini merupakan hal yang apositif bagi perkembangan sastra anak di
tanah air dan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, terutama bagi guru dalam
melaksanakan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah.
Sekarang kita beralih membicarakan fungsi sastra anak. Dari segi pragmatiknya, sastra anak
berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak
memberi banyak informasi tentang suatu hal, pengetahuan, kreativitas, atau
keterampilan anak, dan juga memberi berfungsi membentuk kepribadian dan
menuntun kecerdasan emosional anak. Perkembangan emosi anak akan terbentuk
melalui kegiatan membaca untuk menikmati karya sastra. Karya sastra anak
bermanfaat untuk membentuk kepribadian anak, menyeimbangkan secara wajar emosi
anak, menanamkan konsep diri dan harga diri, mendorong anak menemukan
kemampuannya yang realistis, membekali anak untuk memahami kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya, serta membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada diri anak,
misalnya sifat ingin dihargai, ingin mendapat cinta kasih yang tulus, ingin
menikmati keindahan, dan ingin memperoleh kebahagiaan.
Fungsi hiburan pada sastra anak memberi kesenangan, kenikmatan,
dan kepuasan pada anak. Coba perhatikan, betapa senangnya siswa Anda ketika
Anda membacakan sebuah cerita atau puisi untuk mereka
Sekarang kita sampai pada pembicaraan tentang memilih karya
sastra anak untuk keperluan pembelajaran apresiasi sastra. Bagaimana caranya
agar Anda dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran apresiasi sastra secara
efektif dan menarik? Salah satu cara yang dapat Anda tempuh adalah menyiapkan
bahan pembelajaran yang baik. Untuk dapat memilih bahan yang tidak baik. Untuk
dapat membedakannya dibutuhkan kriteria tertentu sebagai tolak ukurnya.
Dalam memilih bahan pembelajaran apresiasi sastra, guru
harus menggunakan kriteria keterbacaan
dan kesesuaian. Kriteria keterbacaan berkaitan dengan mudah sukarnya suatu
karya sastra dibaca dan dipahami oleh siswa. Sedangkan kriteria kesesuaian
berhubungan dengan sesuai tidaknya bahan pembelajaran dengan karateristik siswa
sebagai penerima pesan pembelajaran.
Selanjutnya, ikutilah pembicaraan tentang penggunaan kedua
kriteria itu dalam pemilihan bahan pembelajaran apresiasi prosa anak, puisi
anak, dan drama anak.
|
1.
Pemilihan Bahan
Pembelajaran Apresiasi Prosa
|
a.
Kriteria
keterbacaan yang digunakan dalam pemilihan bahan pembelajaran prosa harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
Kejelasan bahasa
Prosa yang dipilih harus menggunakan bahasa yang sederhana,
lugas. Kalimatnya pendek-pendek, tidak rumit sehingga memudahkan siswa menangkap
isinya. Kata-kata yang digunakan bermakna lugas. Kejelasan bahasa memungkinkan
siswa mudah menemukan unsur-unsur yang membangun sebuah prosa.
2)
Kejelasan tema
Prosa yang dipilih harus mempunyai tema yang terbuka.
Artinya, tema dapat ditemukan dengan langsung oleh siswa.
3)
Kesederhanaan plot
Prosa yang dipilih harus mempunyai plot maju. Maksudnya,
rangkaian peristiwa yang membentuk isi cerita tersusun secara kronologis dari
awal hingga akhir. Cerita dengan plot maju memungkinkan siswa terkandung dalam
cerita itupun mudah ditangkap oleh siswa.
4)
Kejelasan perwatakan
Perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita yang diplih harus
terdeskripsi secara sederhana sehingga siswa dapat dengan mudah dan cepat mengenali
tokoh-tokoh itu. Dengan demikian, pesan yang terkandung dalam cerita itu pun
mudahn ditangkap oleh siswa.
5)
Kesederhanaan latar
Latar atau setting dalam cerita yang dipilih harus tidak berbeda
jauh dengan lingkungan tempat tinggal siswa sehingga mereka merasa akrab dengan
suasana dalam cerita itu.
6)
Kejelasan pusat pengisahan
Pusat pengisahan dalam cerita yang dipilih harus konsisten.
Artinya, jangan terlalu banyak terjadi pergantian fokus. Seringnya terjadi
pergantian fokus menyulitkan siswa mengikuti jalan ceritnya.
b.
Kriteria,
kesesuaian berkaitan dengan karateristik anak
Agar pembelajaran apresiasi sastra bermakna
bagi siswa, pemilihan bahan pembelajarannya harus didasarkan pada karakteristik
anak, sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya. Di samping itu,
kandungan moral dalam cerita yang dipilih juga harus dipertimbangkan
kelayakannya.
Seperti telah diuraikan di muka,
anak-anak SD berusia 6-13 tahun. Sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya,
anak usia 6-9 tahun menyukai cerita sederhana tentang kehidupan sehari-hari,
dongeng binatang, kisah-kisah yang lucu. Sedangkan, anak yang berusia 9-12
tahun atau 13 tahun menyukai cerita yang melukiskan pahit getirnya hidup kekeluargaan yang ditulis secara realistis, juga
menyenangi cerita yang fantastis (science fiction) dan kisah-kisah petualangan.
|
2.
Pemilihan Bahan
Pembelajaran Apresiasi Puisi
|
a.
Kriteria
keterbacaan dalam memilih puisi yang akan digunakan dalam pembelajaran
apresiasi puisi berkaitan dengan sukar tidaknya bahasa yang digunakan dan sukar
tidaknya menemukan pesan yang terkandung dalam puisi itu. Bahasa yang digunakan
dala puisi harus terjangkau oleh kemampuan berbahasa anak. Artinya, sebagian
besar kata yang digunakan dala puisi sudah dikenal anak. Di samping itu,
susunan larik puisi pun harus diperhatikan. Puisi yang berlarik panjang-panjang
sebaiknya tidak dipilih
b.
Kriteria
kesesuaian dalam memilih puisi yang akan digunakan dalam pembelajaran
apresiasi puisi dirinci sebagai berikut.
1)
Sesuai dengan kelompok usia anak
Umumnya, anak-anak SD menyukai puisi yang mengandung
kemerduan bunyi. Hal itu dapat Anda lihat dala kehidupan sehari-hari, mereka
senang melagukan puisi yang berisi permainan bunyi.
2)
Sesuai dengan lingkungan
Pembelajaran apresiasi puisi akan lebih efektif bila
diawali dengan penyajian puisi yang memiliki suasana lingkungan yang akrab
dengan siswa. Dengan demikian, mereka akan merasakan bahwa puisi itu mereka
sehingga mudah membacanya.
|
3. Pemilihan Bahan Pembelajaran
Apresiasi Drama
|
a.
Kriteria
keterbacaan dalam memilih drama yang akan digunakan dalam pembelajaran
apresiasi drama dirinci sebagai berikut:
1) Kejelasan bahasa (Dialog)
Kata-kata yang digunakan dalam naskah drama yang dipilih
merupakan kata-kata lugas sehingga siswa merasa akrab dengan dialog seperti
itu. Dialog dalam naskah drama sebaiknya merupakan kalimat yang pendek-pendek
agar siswa mudah mengingat dan mengekspresikannya.
2) Kejelasan tema
dan pesan
Tema drama yang dipilih harus teruji secara lugas, sehingga
siswa dapat dengan langsung mengenalinya dan menemukan pesan-pesan yang
terkandung dalam naskah drama.
3)
Kesederhanaan alur (Babak)
Drama yang dipilih sebaiknya beralur maju dan tidak terlalu
panjang sehingga tidak sering berganti babak. Terlalu sering berganti babak
dapat memudarkan daya tangkap anak terhadap keutuhan lakon.
4)
Kejelasan
Setiap tokoh dalam drama yang dipilih hendaknya memiliki 19
m karakter yang jelas sehingga mudah dibedakan antara tokoh yang satu dengan
tokoh yang lainnya. Kejelasan karakter ini akan memudahkan Anda dan siswa dalam
mengarahkan laku historis yang akan diperankan.
b.
Kriteria
kesesuaian dalam memilih drama yang akan digunakan berkaitan dengan fase
perkembangan anak sesuai dengan usia psikologisnya. Drama yang dipilih harus
sesuai dengan karakteristik anak, yaitu sesuai dengan minat dan kemampuannya.
|
UNIT IV
|
Mengapresiasi Karya Sastra Anak
|
Pendahuluan
V
a.
Pendahuluan
|
Saudara
mahasiswa, mengapresiasi
karya sastra anak dapat dilakukan secara reseptif dan secara produktif.
Sebagian besar kegiatan mengapresiasi karya sastra anak yang dilaksanakan di
sekolah bersifat reseptif, artinya lebih diarahkan kepada kemampuan memahami,
menilai atau menikmati karya
sastra anak lewat berbagai teknik seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
1. Apresiasi
Reseptif
Apresiasi
reseptif dilakukan dengan cara mendengarkan atau menyimak cerita dan membaca
cerita. Mendengarkan cerita dapat dilakukan dengan cara mendengarkan cerita
melalui kaset, melalui radio atau mendengarkan orang lain membacakan,
bercerita, atau orang lain bercerita.
Membaca cerita (buku) dapat Anda
lakukan di mana saja, sesuai dengan kesempatan (waktu) yang Anda miliki.
Buku-buku cerita yang Anda baca juga sesuai dengan selera Anda. Namun, untuk
cerita anak-anak sebaiknya juga Anda sesuaikan dengan kebutuhan putra-putri dan
siswa-siswi Anda.
Kegiatan apresiasi puisi secara
reseptif dapat Anda lakukan dengan cara mendengarkan pembacaan puisi oleh para
penyair terkenal, seperti Rendra, Taufik Ismail, Gunawan Muhammad. Tidak hanya
itu, Anda juga dapat mendengarkan puisi yang dibacakan oleh siapa saja secara
langsung atau melalui media kaset, radio, dan televisi. Dengan demikian, Anda
dapat menilai dan membandingkan hasil pembacaan mereka.
Sebagaimana halnya apresiasi prosa,
kegiatan yang kedua adalah membaca. Membaca puisi dapat dilakukan tanpa
bersuara atau dalam hati jika tujuannya hanya untuk memahami isi puisi. Akan
tetapi, tujuannya untuk mengapresiasikan pembacaan puisi yang baik, Anda harus
melakukannya dengan bersuara nyaring dan melibatkan emosi yang memang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan puisi yang Anda bacakan.
2. Apresiasi Produktif
Apresiasi
produktif merupakan kagiatan mengapresiasi karya sastra anak secara produktif
yang mengacu kepada (1) penciptaan karya sastra secara konkret (kreatif), dan
(2) penciptaan kembali karya sastra (rekreatif) melalui teknik perafrase, yaitu
teknik ubah bentuk atau alih bentuk, misalnya mengubah bentuk puisi menjadi
prosa sebaliknya, prosa menjadi drama atau lakon dan sebaliknya.
Kegiatan menulis karya sastra anak,
yaitu menulis prosa, puisi, dan drama anak pada kesempatan ini dibatasi pada
kegiatan menulis denagn teknik parafrase. Jadi, sifatnya rekreatif. Ini tidak
berarti Anda tidak boleh melatih anak menulis prosa, puisi ataupun drama sacara
kreatif. Anda boleh saja melakukannya, asalkan itu benar-benar bermanfaat bagi
kagiatan pembelajaran yang Anda laksanakan.
Seperti dijelaskan di atas, menulis
karya sastra anak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik parafrase, yaitu
mengatakan kembali sesuatu dengan cara lain yang biasa disebut juga cara
penguaraian ( Badudu dan Zain,1996). Misalnya dalam bahasa prosa orang
mengatakan matahari terbit, sedangkan
dalam bahasa puisi ia dapat mengatakannya dengan sang surya keluar dari peraduannya; dalam bahasa prosa dinyatakan matahari tertutup awan, dalam bahasa
puisi pernyataan itu dapat berubah bentuk menjadi mentari bersembunyi di balik tirai awan. Masih banyak lagi contoh
yang dapat Anda ciptakan. Dalam hal ini perlu diingat. Meskipun bentuknya
berubah. Tetapi maknanya tetap sama.
Perhatikan puisi berikut ini !
BUKU
Oleh : Rohaidawati
Bila malam tiba
Kubuka dan kubaca
Kupahami dan
kudalami
Semua rahasia buku
ini
Kau menyimpan misteri
Dalam kehidupan ini
Kau tiada pernah marah
Bila kami tak menyentuhmu
Darimu aku tahu
Apa artinya ilmu
Yang berguna untuk
kami
Tuk bekal kemudian
hari
(Dikutip
dari Tarigan, dkk., 2001)
Hasil
parafrase puisi di atas adalah sebagai berikut:
BUKU
Setiap malam tiba, aku selalu
membuka buku pelajaran. Kuulangi membacanya sampai benar-benar- kupahami isinya.
Aku tak ingin ada yang terlewat walau sedikit. Semua teori dan latihan harus
kupahami.
Bagiku buku sebagai suatu misteri.
Makin sering kubaca dan kudalami, makin banyak kudapatkan manfaatnya, semakin
membuatku ingin tahu lebih banyak lagi tentang isi kehidupan ini. Ia guru yang
baik setiap saat setia melayani. Ia tak pernah marah meskipun orang tidak
membacanya.
Berkat jasa buku, aku mengetahui
berbagai ilmu. Setiap aku membaca, semakin bertambah pengetahuanku. Tidak ada
yang sia-sia dari setiap pemberiannya. Semuanya berguna untuk bekalku dalam
menempuh kehidupan ini.
Dari contoh di atas, tampak
kandungan makna dalam puisi dan hasil alih bentuknya sama. Hal yang berbeda
hanyalah bentuk pengungkapannya. Pengungkapan dalam bentuk prosa tampak lebih bebas
ketimbang bentuk puisi.
Agar hasil memparafrase puisi baik
dan mengena, kita perlu lebih dulu mempelajari puisi yang akan kita ubah
bentuknya. Kita harus dapat menangkap makna puisi itu dengan baik sehingga
dapat mengubah bentuknya dengan lancar menjadi prosa.
Memparafrase prosa dapat dikalukan
dengan dua cara, yaitu mengubah bentuknya menjadi puisi dan drama. Dalam
pengalihbentukan puisi menjadi prosa, tampak adanya kebebasan kita dalam
menggunakan kata atau kalimat, asalkan maknanya tidak berubah. Akan tetapi,
tidak demikian halnya dengan mengubah bentuk prosa menjadi puisi.
Puisi memiliki kekhususan dalam
pilihan katanya. Kata-kata yang terpilih harus benar-benar dapat mewakili imajinasi
penulisnya. Selain itu, unsur kepadatan dan ketepatan kata juga harus
diperhatikan dengan baik.
Langkah-langkah yang harus Anda
perhatikan dalam menulis puisi dengan teknik parafrase adalah, seperti berikut.
1. Memahami teori, jenis dan
perbedaan antara karya sastra yang akan diparafrase dengan karya sastra yang akan
dijadikan hasil parafrase.
2.
Membaca dan memahami secara keseluruhan karya sastra yang sudah dipilih
3.
Membuat rangkuman cerita anak yang telah dipilih.
4. Menyusun hasil rangkuman berurutan
ke bawah, tiap kalimat pokok ditulis dalam satu baris
5. Carilah kata-kata yang mungkin
masih dapat diganti dengan kata-kata yang lebih pendek, tetapi maknanya lebih
mengena.
6.
Usahakan agar setiap akhir baris atau susunan kata berirama dan bersajak.
Sekarang kita bicarakan parafrase
prosa menjadi drama. Untuk itu, bacalah terlebih dahulu cerita anak di bawah
ini !
PENYESALAN RIO
Oleh: Mien Rumini
“ Bi maafkan aku, ya!” pinta adikku
ketika aku dan bibi menengoknya di rumah sakit . “ Kamu jangan mikir yang
bukan-bukan , Bibi sangat sayang kepadamu. Tenanglah biar kamu cepat sembuh,
ya!”kata bibi sambil mengusap-usap kepala Rio. “ ya, Bi. Tapi Bibi memaafkan
aku, kan?”
“Tentu,Rio. Tanpa kamu minta, kau
telah kumaafkan , “ kata bibi lagi. Adikku memang pernah marah pada bibiku. Ini
terjadi karena berbeda pendapat tentang kucing. Bibiku ingin kucing itu
tidak menggelandang bebas di dalam rumah, karena rumah menjadi kotor. Adikku
berbeda lagi, ia ingin kucing itu selalu
bersamanya. Bermain,tidur, dan diberi makan di dalam rumah.
Suatu hari si kucing membuat bibi
merasa jengkel. Kucing itu mengangkat ayam bakar dari atas meja makan. Padahal,
makanan itu telah tertutup tudung saji. Bibi membawa sapu lidi
mengepruk-ngepruk kucing supaya tidak ke
rumah lagi. Bibi dimarahi ibu, karena dianggap ceroboh. Bibi juga
dimarahi adikku karena mengepruk-ngepruk kucing dengan sapu lidi, bahkan sampai
berani mengusirnya. “Bibi jangan tinggal di sini! Pulang sana ke kampung !”
Bibi hanya diam, dan pergi melanjutkan pekerjaan rumahnya, membuat taplak meja
dengan sulaman.
Bibiku memang dari kampung. Dia adik
perempuan ayahku. Di sini ia sedang bersekolah di sekolah kepandaian putri,
setingkat SMU. Di mataku, bibi sangat cekatan dan terampil. Walaupun, di rumah
ini ada pembantu, namun bibi selalu mengerjakan urusan bersih-bersih dan
memasak. Di sela-sela kesibukannya, bibi masih sempat menjahitkan baju-baju
temannya. Bibi biasanya tidak mendapat uang dari menjahit ini, tetapi temannya
membelikan kain secukup ukuran tubuh bibi. Jadi, jika bibi menjahitkan baju
temannya, bibi pun punya sebuah baju baru.
Selain itu, bibi masih punya tugas
menjaga dan mengurus aku sejak masih kecil. Ibuku harus menjaga bayi, si Rio
iru. Umurku memang hanya terpaut 13 bulan dengannya. Namun, entah mengapa,
semua perbuatan bibi itu tidak membuat ibu dan bapakku menyayanginya.
Suatu ketika si kucing berulah lagi,
kucing adikku berak di dalam rumah. Muali dari kamar Rio sampai ke koridor
penuh gundukan-gundukan kecil yang sangat menjjijikkan. Baunya memenuhi seluruh
rumahku.
Yang kebagian membersihkan, siapa
lagi kalau bukan bibi, sore begini pembantu sudah pulang. Dengan menggunakan
kantong plastik bening di tangan dan
sobekan kertas koran, bibi membersihkan kotoran itu. Setelah kotorannya hilang,
bibi mengepelnya. Air pelnya dicampur lisol agar baunya cepat hilang katanya.
Aku merasa kasihan sekali pada bibi, lebih-lebih setelah itu bibi muntah-muntah
di kamar mandi. Tetapi kejadian itu tidak membuat adikku jera. Ia tetap saja
membawa kucingnya ke dalam rumah. Sampai akhirnya ia sakit sesak nafas. Kata
dokter,”Jangan dekat-dekat yang berdebu dan buli...kucing.” itulah sebabnya ia
minta maaf kepada bibi, rupanya ia sadar bahwa bibi benar.
(Dikutip dari Tarigan, dkk.,2001)
Dapatkah Anda menceritakan kembali
cerita itu dengan singkat? Pasti dapat! Bagus’ mari kita buat ringkasannya.
Cerita itu mengisahkan seorang anak
laki-laki bernama Rio. Ia sangat menyukai kucing. Untuk kesukaannya itu ia
sampai harus memarahi bibinya karena bibinya menginginkan kucing tidak
menggelandang di dalam rumah. Menurut bibi jika kucing dibiarkan seperti itu,
akan mengotori rumah. Suatu ketika kucing mencuri ayam bakar. Selain itu,
kucing juga berak di dalam rumah Bibi dimarahi adik dan ibu. Akhirnya si adik
sadar, bibi benar. Hal ini terjadi karena dokter mengatakan bahwa adik jangan
dekat-dekat debu dan kucing.
Secara garis besar, begitulah
sinopsis cerita Penyesalan Rio itu. Anda pun dapat membuat sinopsis dengan gaya
Anda sendiri.
Sekarang mari kita lihat, di mana
cerita itu terjadi! Ya, di rumah sakit dan di rumah. Dengan demikian, cerita
dapat dijadikn dua babak, babak pertama di rumah sakit dan babak kedua di
rumah.
Selajutnya, siapa saja tokoh-tokoh
yang ada dalam cerita itu? Ya, Rio, aku, bibi, ibu dan ayah. Dalam cerita,
tokoh ibu dan ayah tidak begitu kelihatan geraknya. Di dalam drama perlu
digerakkan agar lebih hidup. Selain itu, agar cerita lebih hidup, Anda dapat
menampilkan tokoh perawat dan dokter. Dari tokoh-tokoh itu, siapa yang berperan
sebagai protagonis, antagonis, tritagonis, dan tokoh-tokoh pembantu lainnya?
Masih ingat dengan istilah
protagonis, antagonis, dan tritagonis? Protagonis adalah tokoh pembawa ide
kebaikan, antagonis adalah yang menentang keterlaksanaanya ide kebaikan dari
protagonis, dan tritagonis yang menengahi pertentangan kedua tokoh itu. Tokoh-tokoh lain yang menambah
ramainya pertentangan dan tidak terlalu berperan digolongkan sebagai tokoh
pembantu.
Di dalam cerita tadi, Rio adalah tokoh antagonis sebab
memiliki watak yang kurang baik. Ia membiarkan kucingnya mengotori rumah,
memarahi dan mengusir bibirnya. Di mana, posisi si aku menempati posisi
tritagonis. Posisi ini dapat lebih ditonjolkan dalam drama, misalnya dengan
cara menyajikan dialog antara aku dengan Rio. Isinya si aku mengingatkan Rio
agar jangan terlalu galak pada bibinya.
Siapa yang berperan sebagai tokoh
protagonisnya? Ya, si bibi, bukan? Lalu, bagaimana dengan si ibu dan bapak?
Dalam drama dapat dihadirkan sabagai tokoh yang menambah tajam konflik drama
dengan cara memarahi bibi.
Itulah
tokoh dan peranannya yang dalam cerita tadi. Kita dapat langsung menggunakannya
ke dalam drama atau memodifikasinya
lebih dulu. Begitu pula halnya dengan babak yang telah disebutkan di atas.
Babak dapat disusun, seperti babak satu
terjadi di rumah dan babak 2 di rumah sakit. Itu jika cerita diubah menjadi
beralur maju. Dapat pula terjadi dari tiga babak: babak 1 di rumah sakit, babak
2 di rumah, dan babak 3 di rumah sakit kembali.
Langkah-langkah pengalihbentukan
cerita anak menjadi drama:
1. membaca
cerita
2. membuat
sinopsis
3. menganalisis
alur, tokoh
4. menentukan
babak dan adegan
5. mengembangkan
dialog
Memparafrase drama menjadi cerita
ternyata tidak terlalu berbeda dengan memparafrase cerita menjadi drama. Jika
dilihat dari langkah-langkanya, juga ada langkah yang sama yaitu :
1.
membaca drama.
2.
membuat sinopsis.
3. menganalisis
unsur-unsur intrinsik.
4. menentukan
pola cerita.
5. mengembangkan
cerita .
Membuat sinopsis dapat ditempuh dengan 2 cara yaitu,
membuat sinopsis babak demi babak atau membuat sinopsis langsung dari seluruh
naskah. Bahkan membuat sinopsis dari keseluruhan dapat ditempuh dengan cara seakan-akan
Anda menceritakan kisah itu kepada orang lain. Dengan demikian, Anda bebas
mengembangkan cerita dengan menggunakan bahasa Anda sendiri. Selain itu,
hasilnya tidak akan terlalu panjang sebab hanya bagian intinya saja yang Anda
ceritakan.
Setelah menganalisis, Anda dapat langsung membuat pola
cerita yang akan dikembangkan. Jika Anda mengingingkan kerangka yang lebih
rinci, Anda dapat menyusun kerangka berdasarkan pola cerita, yang telah Anda
tentukan itu. Namun, apabila merasa sudah hafal dengan isi setiap bagian dalam
pola itu, Anda dapat saja tidak membuat kerangka seperti itu.
|
UNIT V
|
Apresiasi Sastra Indonesia
|
PENDAHULUAN
|
Effendi (1982) dalam bukunya Bimbingan
Apresiasi Puisi memberi
batasan terhadap apresiasi sastra, yaitu kegiatan menggali karya sastra dengan
sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis,
dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Kegiatan menggauli karya
sastra dengan sungguh-sungguh ini disajikan melalui serangkaian materi pelajaran
yang sesuai dengan tingkat I kemampuan
siswa SD. Dengan pergaulannya itu, diharapkan akan tumbuh sikap
menghargai cipta sastra yang merupakan bagian dari pengajaran bahasa Indonesia.
Dan melalui pengajaran sastra diharapkan mereka mengenal bentuk-bentuk dan isi
karya sastra dan pada akhirnya mereka diharapkan dapat merasakan bahwa karya
sastra mengandung keindahan dan kegunaan.
Pada jenjang SD, pengajaran apresiasi sastra barulah
dilekankan pada tingkat pengenalan bentuk dan isi karya sastra. Hal itu
terlihat dari berbagai materi pelajaran yang tersebar dari kelas 1 sampai kelas
VI. Di kelas 1, regu anak-anak yang di hafal oleh mereka merupakan sarana yang
dapat digunakan untuk pengungkapan keindahan bahasa, karena pada hakekatnya, lagu
menggunakan bahasa sebagai medianya di samping melodi dan irama. Pada tingkat
lebih lanjut mereka mendengarkan cerita dari guru, atau mengenalkan cerita
melalui bacaan akan membantu pengenalan mereka terhadap cipta sastra.
Pada akhirnya di kelas yang lebih tinggi, pengalaman,
perasaan dengan penggunaan bahasa sebagai medianya, sesuai dengan tingkat
mereka.
Rangkaian materi yang mengacu ke arah kegiatan bergaul
dengan cipta sastra tercantum dalam GBPP Bahasa Indonesia SD dengan berbagai
variasi materi dan kegiatan yang harus dilakukan siswa. (Lihat GBPP Bahasa
Indonesia SD, pokok bahasan Penghargaan Terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia).
Dengan banyak bergaul dengan cipta sastra diharapkan, mereka menjadi akrab
dengan teks sastra sehingga kegiatan apresiasi sastra merupakan bagian dari
hidupnya, yang mampu mengisi rohaninya.
Ada dua kegiatan yang dapat dilakukan dalam mengapresiasi
karya sastra. Kedua kegiatan itu saling menunjang dalam mencapai tujuan
apresiasi yang diharapkan. Kegiatan tersebut adalah kegiatan yang dilakukan secara
langsung dan kegiatan yang dilakukan secara tidak langsung (Effendi:
1982).
Kegiatan apresiasi secara langsung ialah kegiatan yang
berhubungan langsung dengan karya sastra, baik ke dalam teks maupun ke dalam
bentuk penampilan kegiatan sastra. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan
teks, yaitu membaca berbagai ragam sastra: puisi, cerpen, novel, naskah drama
hasil para satrawan dari berbagai zaman. Kegiatan yang berhubungan langsung
dengan penampilan (performance) kegiatan sastra ialah mendengarkan
pembacaan puisi mendengarkan pembacaan cerpen, serta menonton pementasan drama
di berbagai tempat kegiatan drama berlangsung. Kegiatan membaca, mendengarkan,
menonton kegiatan sastra itu tentunya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
sesering mungkin, sehingga diperoleh pengertian yang sebaik-baiknya tentang
wujud dan fungsi karya sastra.
Kegiatan apresiasi secara tidak langsung dapat dilaksanakan
dengan mempelajari teori sastra, essai dan kritik sastra, sejarah sastra, dan
mendokumentasikan berbagai masalah sastra. Dengan mempelajari teori sastra,
seseorang dapat mengetahui bagaimana wujud sajak, cerita atau drama, bagaimana
fungsinya, bagaimana hubungan antar unsur yang terdapat di dalamnya. Dengan
mempelajari teori ini, pemahaman tentang hakikat dan fungsi karya sastra dapat
dipenuhi. Kegiatan mempelajari essai serta kritik yang dilakukan orang tentang
karya sastra, akan membukakan wawasan pembaca, menambah pemahaman tentang karya
sastra, dan membukakan mata hati tentang karya sastra yang mungkin belum
dipahami sebelumnya. Kritikus sastra dan paracis sastra menambahkan jalan bagi
seseorang yang ingin tahu lebih lanjut tentang karya sastra. Selain itu, dengan
mempelajari sejarah sastra, penciptaan dan perkembangannya, kita akan dapat menempatkan
suatu karya pada tempatnya, sehingga tidak timbul salah paham tentang hakikat
dan fungsi sastra. Karya sastra tumbuh dan berkembang pada masanya. Karena itu
kegiatan mempelajari sejarah sastra, pertumbuhan dan perkembangan karya sastra,
akan menumbuhkan dan mempertajam pemahaman kita tentang karya sastra.
Kegiatan bergaul secara langsung dengan cipta sastra sangat
diutamakan, tetapi kegiatan secara tak langsung tidak dapat diabaikan. Karena
itu, kedua kegiatan tersebut saling menunjang, sama-sama bermakna dalam
apresiasi sastra.
Bergaul dengan karya sastra, dapat juga dilakukan melalui
kebiasaan mendokumentasikan masalah-masalah yang berhubungan dengan karya
sastra, baik dengan membuat guntingan-guntingan karangan atau esel tentang
sastra di majalah, surat kabar, maupun dengan mengumpulkan buku-buku yang
berkaitan dengan kesusatraan. Dokumentasi itu akan berguna bagi kegiatan
selanjutnya pada masa-masa yang akan datang.
Berlatih menulis puisi, menulis cerita pendek, atau novel merupakan
kreativitas langsung di bidang kegiatan bersastra. Melalui kegiatan ini,
melalui penulisan, seseorang dapat memberikan pandangan, menyampaikan sikap,
menyajikan pengalaman dalam wujud cipta sastra. Karena itu, kemampuan itu perlu
dikembangkan.
|
Sikap Menghadapi Karya Sastra
|
Banyak orang yang mengatakan bahwa, karya sastra itu ialah
hasil karya para pengalaman, para mengkhayal yang tidak berpijak pada bumi
nyata. Mereka dikatakan sebagai orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan,
orang-orang yang menganggur yang lainnya menghabiskan waktunya untuk mengkhayal
dan melamun saja. Benarkah demikian halnya?
Nyanyian Seorang Petani
Berilah
kiranya yang terbaik bagiku
tanah
berlumpur dan kerbau pilihan
biji
padi yang manis
Berilah
kiranya yang terbaik air mengalir
hujan
menyerbu tanah air
Bila
masanya, buahnya kupetik
Ranumnya
kupetik rakhmat-Mu kuraih
Riwayat, 1967
Karya sastra lahir dari suatu pemikiran serta perenungan
terhadap situasi yang terdapat dalam kehidupan nyata. Situasi yang ditemukan,
dilihat, dan diamati oleh satrawan itu diangkat ke permukaan dalam bentuk karya
sastra seperti puisi, drama, novel atau cerita pendek. Situasi atau
fenomena-fenomena yang terdapat di dalam karya sastra adalah situasi dan
fenomena kehidupan yang dapat dirasakan dan diterima oleh pembaca sehingga
karya sastra menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh pembaca.
Pergaulan dengan karya sastra, tentulah akan menghindarkan seseorang
dari kecurigaan terhadap proses penciptaan karya sastra. Sebaliknya kecurigaan
yang menyelimuti bagi pembaca akan menjauhkan dirinya dari karya sastra. Sikap terbuka tanpa prasangka akan
membawa seorang mau bergaul dengan karya sastra. Karena itu, sikap
terbuka hati menghadapi karya sastra adalah sikap yang sangat diperlukan untuk
mengapresiasi sastra.
Sajak itu mengungkapkan pengalaman indera dan pengembangan
nalar penciptanya terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh petani.
Pencipta puisi ini dapat merasakan, dapat menangkap pikiran dan perasaan petani
yang selalu mengharapkan kesuburan tanah, air yang merata mengalir di sawah, hujan yang iuran
menyirami tanaman, sehingga tanaman itu menjadi subur dan hasilnya dapat dijual
untuk kebutuhan hidup sehari-hari. "Begitu sederhana harapan Pak Tani,
tugas permintaannya, dan itu merupakan harapan petani pada umumnya. Apa yang
dilukiskan oleh pencipta puisi itu begitu hidup. Pembaca seakan-akan mendengar
langsung suara hati, cetusan jiwa, ungkapan perasaan dan pikiran yang terdengar
dari lubuk hati petani.
Siapa yang tidak akan gembira melihat tanaman yang subur,
hasil panen yang melimpah yang semua itu akan meluncurkan ucapan-ucapan syukur
kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat-Nya kepada petani.
Perhatikan
pula puisi berikut ini;
Rindu Dendam
Sementara
dingin sekal
Kini
pagi terang cerlang
Kuangkat
kaki melangkah masuk ke dalam taman
Udara
yang segar
Alam
yang indah ....
Semua
hijau
Semua
hidup....
Apakah
yang tentang cemerlang?
Tergantung-gantung
di ujung daun bunga
bakung
itu?
Kuhampiri,
0h, sebutir embun.
O,
betapa jernih,
betapa
suci dan putih ....
Kupandang
ke dalam,
Aku
meninjau ke dalam alam
Yang
tak terbatas jauhnya,
Langit
bercermin dalamnya,
Matahari
berpacaran Jalanya....
Makin
tinggi matahari naik,
Makin
berderang embun itu memancarkan
terang
itu keluar....
Makin
kecil juga ia....
Akhirnya
lenyap dari pandangan mata
Oh
Tuhanku,
Biarkan
aku menjadi embunmu
Memancarkan
terangmu
Sampai
aku hilang lenyap olehnya
Soli
Deo Gloria
Puisi Bant, 1964
Sajak ini memperlihatkan betapa seseorang memperhatikan
lingkungan hidupnya, betapa keindahan alam di waktu pagi menyentuh hatinya.
Tanaman yang hijau menyegarkan, embun yang bercahaya menyilaukan, hembusan angin
pagi yang menyejukkan, semua terpadu menjadi panorama keindahan alam di waktu
pagi. Dengan membaca puisi tersebut, kita seakan-akan melihat panorama di pagi
hari sebagaimana yang disaksikan oleh penyairnya. Keindahan panorama itu
menyebabkan penyair mengingat
penciptanya dan ingin menyatu
dengan-Nya. kita baca pula sebuah cerpen "Gerhana" misalnya.
Kita seakan-akan diajak menyaksikan bagaimana kecintaan
seseorang terhadap tanamannya sehingga dengan susah payah ia mengadukan
penebangnya kepada Pak Carnal, Pak Lurah dan Pak Polisi. Walau ejek dan cela
diterimanya dari orang-orang tempat ia mengadu, pengaduannya tetap saja ia
lanjutkan.
Bacalah
cerpen berikut ini:
GERHANA
Buah pepaya memang manis rasanya. Yang ranum pun sedap
kalau di bikin rujak. Ada lagi "keistimewaan pohon pepaya, ia tumbuh dan
berbuah di segala musim, di musim basah, maupun di musim kemarau. Jadi, tak ada
alasan bagi siapapun di muka bumi ini untuk memusuhi pohon dan buah papaya.
Itulah maka Sali tidak mengerti dan hampir tak dapat
menahan hati, ketika diketahuinya pada suatu pagi pohon papaya satu-satunya
yang tumbuh di pekarangan rumahnya dalam keadaan roboh membelinlang di tanah.
Beberapa buah pepaya yang sudah ranum dilihatnya tertimpa batangnya yang gemuk
itu, hingga lumat berlompotan serupa tempurung kepala bayi-bayi yang remuk
ditimpah penggada raksasa.
Serasa Sali diapungkan ke langit, linglung tak tahu apa
yang mesti dibuatnya. Perutnya berbunyi-bunyi, kedua belah matanya terus
berkedip-kedip. Jari-jarinya menggeletar ketika membarut-barut batang papaya
yang tumbang itu. Getahnya yang meleleh menetes-netes di matanya yang persis
darah segar kental, meninggalkannya pada ccrita-cerita penyembelihan yang
mengerikan.
Seorang tetangga dari sebelah rumahnya datang diam-diam
telah berdiri disampingnya, ikut menyaksikan musibah ini.
"Tengok," kata Sali, "tengoklah ini ada
bekas bacokan." Lalu dirabanya bagian itu. "Jadi telah dibacok dengan
parang ..."
"Siapa yang melakukannya?" tanya tetangga.
"Mana kutahu? Kalau saja aku tahu siapa dia yang
bertangan usil itu, “kata Sali sambil meremas-remas tangannya, "sekarang
akan kau saksikan sudah pameran dari kepingan tangan jahil ilu. Akan
kulunyah-lunyah sampai lembut berantakan tangan biadab itu."
"Aneh, apa maksudnya berbuat seperti ini? Apa latar
belakangnya?" tanya tetangga pula.
"Kutanam dulu bijinya di sini," kata Sali mengais
tanah di bawahnya dengan ujung jari kakinya, "kupupuk dan kusirami dua
kali sehari, pagi dan sore. Ketika kuncupnya mulai nyemi hampir aku
berjingkrak-jingkrak menari lantaran besar hatiku." Kembali diusapnya
batang papaya itu. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan suaranya mengeruh;
"Aku seperti bapaknya yang mengasuhnya sejak ia masih bayi, hingga sebesar
ini," tersekat sesaat, lalu tambahnya, "sekarang, beginilah
keadaannya, ditebang, dibacok, digorok dan diroboh kontak semena-mena.
Tercenung si tetangga mendengar kisah mengharukan itu.
Berkali-kali mencampur bicara, tapi setiap kali diurungkannya, akhirnya
berkatalah ia: "Sedih juga jadinya dengan ceritamu. Tapi seperti kau
melebih-lebihkannya. Aku jadi teringat pada yang sudah mendahului kita..."
"Siapa melarang apabila air kutimang bagai anak
sendiri?" tanya Sali tiba-tiba. "Bagiku dia tak berbeda dengan
seorang anak yang sungguh-sungguh, Tidakkah ia punya nyawa juga seperti kita?"
Kepala tetangga terangguk-angguk. Tiadalah ia berusaha buat
berbicara.
"Menebangnya serupa ini," kala Sali, "sama
dengan membunuh satu nyawa, tidakkah demikian?
Kembali tetangga terangguk-angguk.
"Apakah dosanya maka ia ditebang, dirobohkan? Di
segala musim dipersembahkannya kepada kita buahnya yang manis segar. Mengapa ia
dimusuhi, dibenci, dibacok dengan parang seperti ini?"
"Benar juga katamu Sali," kala tetangga,
"boleh dibilang ini pelanggaran, pelanggaran atas hak orang. Bisa
dituntut, sebab setiap pelanggaran mestilah dapat hukuman yang setimpal.
Sebaiknya hal ini kau laporkan kepada Pak Lurah."
"Tentu ini mesti dilaporkan. Bukan saja kepada Pak
Lurah, kalau perlu bahkan kepada pembesar yang paling gede"
"Pembesar kukira tak sudi mengurusi soal-soal sepele
seperti ini ....." sela tetangga, "Mereka cuma mengurusi
perkara-perkara besar saja. Urusan ini tentulah tidak menarik minat
mereka."
"Apa? Sepele?" dengus Sali. "Kini
ditebangnya pohon papaya, besok rumahku akan dirobohkannya dan lusa seluruh
kampung akan dibakarnya. Nah, apakah ini bukan perkara besar?"
"Kembali tetangga terangguk-angguk.
"Benar juga itu, sebaiknya kau lapor dulu pada Pak
Lurah. Pagi-pagi tentulah dia ada di rumahnya ..."
Sebentar Sali berpikir kemudian cepat melangkah meninggalkan halamannya. Diluar pagar
ia tertegun sejenak, ingat belum sarapan,
tapi segera melangkah kembali,
hampir berlari-lari menuju ke rumah Pak
Lurah.
Di kelurahan Sali disambut Pak Lurah.
"Sepagi ini, ada apa? Kemalingan?" tanya Pak
Lurah. Pak Lurah yang baginya mau mengada-ada itu. Tapi ia mendapat jalan lagi.
Katanya:
"Kalau ada seorang bocah pernah mengencinginya, adakah
pantas kalau ia lalu mencekek mampus setiap bocah yang dijumpainya di
jalan-jalan?"
Rupanya Pak Lurah merasa tersinggung oleh bantahan Sali.
Pak Lurah mendehem beberapa kali seolah-olah ada yang mengganjal di
tenggorokannya. Kemudian ujarnya:
"Mana boleh bocah kau samakan dengan pohon
papaya?"
"Kan pohon punya nyawa juga, Pak?"
"Uh, sebatang pohon papaya tak lebih berharga dari
sepucuk nasi rames dan kau mau berlagak seolah-olah kehilangan anak kandung
kesayanganmu?"
Sali mengerti bahwa Pak Lurah mulai meradang, kentara dari
kedua belah matanya yang mulai memerah. Pikirnya lebih balk mengalah, ia
berkata merendah.
Pak, pohon papaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan
tak semena-mena, tidaklah sepatutnya hal itu kulaporkan?"
"Itu benar, tapi jangan melebih-lebihkan. Ingat, yang
harus diutamakan ialah kerukunan kampung. Soal kecil yang terlalu
dibesar-besarkan bisa mengakibatkan kericuhan dalam kampung. Setiap soal mesti
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh main seruduk. Lebih-lebih
terhadapmu, kabarnya kau berpenyakit darah tinggi. Suatu penyakit yang jelek
sekali, mudah membuat orang jadi penasaran. Masih ingatkan kau pada peristiwa
Dullah dan Bidin tempo hari? Nah, betapa menyedihkan kesudahannya ………………….
Istri Sali
menangkupkan kepalanya ke
pinggiran bale-bale. Punggungnya
berguncang-guncang menahan kepiluan yang menghujan ke dalam dadanya.
Kini
di hadapannya, di alas bale-bale itu terbujurlah mayat suaminya: Sali. Orang
mulai menyibukkan diri, masuk ke luar pintu kamar. Tapi tiada seorang pun
merasa perlu untuk menanyakan sebab-sebab kematian Sali, karena mati adalah
untuk setiap makhluk yang hidup. Mungkin mereka sudah menduga, atau mereka reka
di kepala dan seperti halnya mereka, istri Sali pun menduga, mereka-reka pula
di kepala, berkala dia meski terbata-bata di sela-sela sedih-sedannya.
"Pohon celaka itulah gara-gara semua ini. Beginilah
jadinya. Akulah yang menebangnya semalam, karena anak-anak sering
memanjatinya..," Entah bagaimana jalannya tahu-tahu Sali sudah tiba
kembali di pagar pekarangannya dan di sini sekonyong-konyong robohlah ia tak
sadarkan diri. Masih juga ia tak sadar ketika kemudian keluarganya memindahkan
badannya dari pekarangan dan membaringkannya keatas bale-bale di kamarnya.
Tidak juga ia mau siuman ketika beberapa dukun kampung
lelah didatangkan, ketika mantera-mantera dibacakan dan ketika air penawar
diguyurkan ke ubun-ubunnya dan dibasuhkan ke serata wajahnya.
Sekali terdengar keluhannya, kering dan gerah. Sudah itu
sepi. Dadanya diam dan rata. Menjelang tengah malam para tetangga dikejutkan
oleh suara pekikan istri Sali yang melulung mencabik kesenyapan malam. Tentu
mereka pada tergugah dan sama takjub bertanya-tanya.
"Ada apa? Apa yang terjadi di rumah Sali?"
Cerpen ini mengungkapkan kehidupan masyarakat yang
kompleks, suami tidak bertanya kepada istrinya terdahulu tentang menebang pohon
pepaya kesayangannya dan istri pun tidak memberi tahu bahwa ia akan menebang
pohon itu.
Perhatikan pula apa yang diungkapkan penulis dalam cukilan
drama "Prita istri Kita" berikut!
PRITA ISTRI KITA
Soalnya rumah itu tidak begitu besar meskipun tidak kecil
amat, sehingga ruang di mana mereka makan, juga mereka pergunakan sebagai ruang
tengah. Tapi maksud saya sementara ini kita anggap dulu sungguh-sungguh sebagai
ruang makan. Tapi jangan segera mengira di sana kita akan mendapatkan sebuah
kulkas bahkan kita tidak akan menyerupai barang-barang yang umumnya
dipergunakan oleh orang-orang kaya. Ya, bisa kalian bayangkan sendiri rumah
seorang guru, yang saya maksudkan adalah seorang guru sekolah menengah di
Indonesia dewasa ini.
Kalau sekarang kalian melihat pada arloji bagi yang punya
maksud saya, tentu kalian akan melihat bahwa waktu sekarang menunjuk jam satu
siang, ya 12.30 WIB. Saya agak bisa memastikan memang, sebab perempuan muda itu
sudah terbiasa menyediakan makan siang suaminya pada saat-saat seperti
sekarang.
Lihatlah, malah perempuan muda itu baru saja ke luar dari
dapur dan memasuki ruang itu. la membawa sebakul kecil nasi yang masih
mengepulkan asap. Cemberut betul dia. Tanpa semangat sedikit pun, ia menaruh
bakal itu di alas meja makan (rendah mutunya tentu saja).
Salah saya! Kesalahan saya yang terbesar selama ini salah
saya! Selalu membayang-bayangkan hidup ini.
la masuk lagi ke dapur. la akan membuat sambal di alas
cowek. Kita hanya mendengar suaranya saja.
Saya tahu! Tapi itu urusan pribadi saya! Memang sering kau
ngomong, balikan terlalu sering. Hidup ini bukan untuk dibayang-bayangkan.
Hidup ini bukan untuk diimpi-impikan. Hidup ini untuk dijalani. Untuk
disaksikan. Untuk dirasakan. Dilihat dengan mata. Didengar dengan telinga. Ya,
urusan saya. Pribadi, kau dengar? Congek! Siapapun tidak berhak menghalangi
saya melamun atau pun mengenang sesuatu. Ya, juga kau! Kau pun tak berhak
melarang atau menghalangi saya mengenangkan, membayangkan bekas pacar-pacar
saya. Juga tak ada hakmu melarang saya melamunkan hidung Si Beni brewok itu.
Itu hak saya ke luar lagi dari dapur itu
membawa cowek berisi sambal.
Betul, saudara-saudara. Itu hak tiap-tiap orang. Hak asasi
manusia. Saudara-saudara pun tak berhak atas dunia sunyi seseorang. Dan apakah
bisa? Itu rahasia. Dan saudara-saudaranya akan menjadi pembohong besar kalau
sekarang berani mengatakan saudara-saudara tidak pernah melamun. Dan siapa yang
kuasa melarang saudara mengerjakan pekerjaan dan itu?
Begitu
jengkel pada dirinya, ia menghempaskan din dan nafasnya di atas kursi. Dadanya
serasa sesak. la seperti ingin menjerit keras-keras.
Dalam keadaan begini saya ingin
mabuk saja dengan menelan semua samba! itu. Saya tahu sambal itu merangsang
nafsu makan. Tapi saya tidak perlu di rangsang. Tanpa sambal itu saya sanggup
menelan sekaligus nasi sebanyak itu. Nasi Nasib! Ya, nasib. Bah nasib!
Setiap siang yang panas di meja
ini selalu ada sambal yang panas. Ini bukan lagi perangsang. Saya
bersungguh-sungguh, saudara. Bukan lagi perangsang. Sungguh-sungguh lauk untuk
makan. Tiap hari. Tidak. Tiap saat! Apakah ini tidak berarti saya menuntaskan
alkohol berbotol-botol sepanjang hidup? Ini penipuan mentah-mentahan namanya.
Cuma sebulan sejak lebih dari
dua tahun saya menjadi istrinya pernah makan agak lumayan. Malah tidak penuh
sebulan, dua puluh tiga hari Itulah bulan pertama saya seranjang dengan
laki-laki itu, maksud saya Mas Broto.
Barangkali saudara-saudara
menyangka saya berdusta? Mengada-ada? la mengangkat sebuah piring yang terletak
di meja.
Tempe dan cuma lima kerat. Yang
lima kerat lagi saya simpan untuk nanti malam
Ketukan
pada pintu. Kedua tangannya pada mulut. la serasa hendak pingsan.
Dial Tuhan.
Ketukan
pada pintu. Perempuan itu terduduk di kursi malas dan menangis sangat parah
sekali.
Kalian pasti mengerti sudah.
Ketukan itu ketukan suami saya. Saya menyesal sekali kenapa berpikiran demikian.
Perempuan itu menangis parah.
Salah
saya. Kesalahan saya yang
terbesar selama ini Karena selalu membayang-bayangkan hidup ini. Ketukan pada pintu. :
Tapi saya yakin siapapun pernah
berpikiran demikian dalam hidupnya. Kalian tentu sudah tahu apa yang sebaiknya
saya perbuat sekarang. Sebagai istri yang baik saya akan menghapus air mata
saya seakan saya tidak habis menangis. Di
hapusnya air mata.
Kemudian saya akan berlaku
seakan saya tak pernah berpikiran apa-apa. Saya akan menyambut suami saya dengan manis dan
mesra seolah saya tak pernah membayangkan apa-apa. Ketukan pada pintu
Sebentar, sayang! Terdengar suara laki-laki Offstage.
Prita!
Seraya mengucapkan kata-kata mesra perempuan itu melangkah
cepat. Dan kalau dia meninggalkan ruang makan dan ruang tengah itu menuju kamar
muka, maka tandanya selesailah sandiwara singkat ini.
Di dalam teks drama tersebut terlihat bagaimana jeritan
hati seorang istri guru yang merasa hidupnya selalu susah karena suaminya hanya
mengandalkan yang sangat terbatas, tidak man menerima uang sogok, tidak
memerlukan persaingan hidup dengan orang lain yang lebih baik hidupnya.
Gambaran yang diperlihatkan pengarang adalah gambaran kehidupan nyata yang
terdapat sehari-hari dalam kehidupan masyarakat kita. Di antara orang-orang
yang sibuk mengumpulkan harta untuk kekayaan dirinya dengan berbagai cara,
masih ada orang yang hidup hanya mengandalkan gaji saja.
Dari pembacaan karya sastra tadi, puisi, cuplikan cerpen
ataupun cuplikan teks drama jelas karya itu bukanlah hasil pekerjaan
pengelamun. Mereka menulis dengan sadar dan menyampaikannya kembali untuk
diinformasikan kepada orang lain.
Seorang yang mempunyai kemampuan mengapresiasi karya sastra
biasanya peka pikiran kritisnya dan peka perasaannya terhadap karya sastra.
Artinya, ia mudah tersentuh, tertarik atau terpikat oleh karya sastra. Dengan
pikiran, keterbukaan hati, dan dengan cara yang sungguh-sungguh menghadapinya,
seseorang akan berkenalan dengan berbagai pengalaman manusia yang lengkap dalam
sastra, misalnya: kegelisahan, kepedihan, keinginan, ketentraman, kegembiraan,
kekaguman, atau kebahagiaan. Semua itu akan memperkaya batin dan mereka akan
merasakan makna kehidupan sebagai hasil ciptaan Tuhan.
Sekarang kita
perhatikan pula apa hakikat puisi bagi penyair sendiri.
Sajak
Sanusi Pane (1905-1918)
O, bukannya dalam kata yang rancak
yang pelik kebagusan sajak
O, pujangga, buang segala kata
Yang 'kan cuma
mempermainkan mata,
dan hanya dibaca sepintas lalu
Karena tak keluar
dari sukma.
Seperti ralahari
mencintai bumi.
memberi sinar
selama-lamanya,
Tidak meminta
sesuatu kembali
Haus cintamu
senantiasa.
Madah Keiaiia, 1931
Sajak
Subagio Saslrowardojo (1924 )
Apakah arti sajak ini
Kalau anak semalam batuk-batuk
bau vicks dan kayu putih
melekat di kelambu,
Kalau isteri terus mengeluh
tentang kurang tidur, tentang
gajiku yang tekor buat
bayar dokter, bujang dan makan sehari,
Kalau terbayang pantalon
sudah sebulan sobek tak terjahit.
Apakah arti! sajak ini
Kalau sabentar malam aku lama terbangun
Hidup ini makin mengikat dan mengurung
Apakah arti! sajak ini:
Piaraan anggrek tricolor di rumah atau
pelarian kecut ke had akhir?
Ah, sajak ini
mengingatkan aku kepada langit dan mega,
Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian
Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan (tali
Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.
Simphoni,W75.
Sajak
Hartojo
Andangdjaja (1930)
Sajak ialah kenangan yang tercinta
mencari jejakmu, di dunia
la mengelana di tanah-tanah indah
lewat bukit dan lembah
dan kadang tertegun tiba-tiba, membaca
jejak kakimu di Sana
Sementara di mukanya masih menunggu
yojana biru
kaki langit yang
jauh jarak-jarak yang harus ditempuh
la makin rindu
dalam doa, dan bersimpuh
Tuhanku......
Sajak ialah kenangan yang tercinta
mencari jejakmu, di
dunia
Sastra VI(2), 1968
Dengan Puisi Aku
Oleh Taufik
lsmail
Dengan puisi aku bernyanyi
Sempat senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Janira waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Sanusi Pane, Subagio Sastrowardoyo, dan Hartoyo
Andangdijaya adalah para penyair yang sudah lama dikenal. Pandangannya tentang
puisi dapat terlihat dari puisi mereka yang berjudul Sajak. Menurut Sanusi
Pane, sajak bukanlah ungkapan dengan menggambarkan kata-kala yang
berbunga-bunga yang hanya mementingkan kebagusan persajakan, karena hal yang
seperti itu tidak keluar dari sukma (dari jiwa).
Sedangkan menurut Hanoyo Andangdijaya sajak ialah kenangan
dalam mencari jejak pencipta alam semesta, dan menurut Subagio Sasirowardoyo,
sajak mengingatkan kita pada sesuatu yang bermakna dalam hidup seseorang.
Tetapi Taufiq Ismail melihat puisi sebagai alat ekspresi, atau pengungkap
pikiran dan perasaan penyair. Sesuai dengan makna puisi (sajak) bagi para
penyair sendiri, jelas puisi bukanlah hasil pekerjaan pengelamun. Sebaliknya,
ia lahir dengan penuh kesadaran pencipta. Demikian halnya dengan prosa, maupun
drama sebagai bentuk karya sastra.
Beberapa batasan
yang pernah dikemukakan adalah batasan yang melihat sifat-sifat sastra. Batasan
itu ialah:
1.
Sastra ialah segala sesuatu
yang tertulis atau tercetak . Dengan demikian, semua karya yang tertulis adalah
sastra. Dalam bahasa Sansakerta, kata sastra berasal dari akar Sas yang
berarti, mendidik, mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk. Akhiran itu biasanya
menunjukkan alat, sarana. Jadi, Sastra berarti tulisan untuk mengajar atau
memberi petunjuk. Kata ini memperoleh imbuhan
yang berarti baik, bagus, indah, sesuatu yang mengandung nilai estetik.
Jadi Susastra berarti alat tulisan untuk mengajar atau memberi petunjuk
dengan menggunakan daya estetik.
Sebagai bahan bandingan istilah sastra dalam
bahasa barat juga berasal dari tulisan, huruf, letter yang berkembang
menjadi literature, (Inggris). Untuk membedakan karya tertulis yang
bernilai estetik digunakan istilah belles letters (Prancis).
Di dalam sastra Indonesia klasik istilah sastra
sebagai karya yang tertulis memang terlihat kitab hukum dan perundang-undangan,
Sejarah Raja-raja Pasal, Sejarah Negeri Kedah, merupakan karya sastra di
samping karya sastra lainnya.
Definisi balasan ini meniadakan sastra lisan yang pada kenyataannya dimiliki oleh setiap bangsa
dan menunjukkan budaya masyarakat lampau.
2.
Batasan berikutnya
membatasi sastra pada tulisan yang maha karya (great books), yaitu
buku-buku yang dianggap menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya. Dalam
hal ini kriteria yang digunakan ialah keindahan karya tersebut, atau nilai
keindahan karya tersebut dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Sedangkan buku
lainnya dipilih kaca mutu ilmiahnya.
3.
Sastra ialah karya yang
imajinatif. Pernyataan di dalam novel, puisi atau drama tidak dapat dianggap
benar secara harfiah, melainkan secara imajinaiif saja.
4.
Sastra ialah karangan yang
menggunakan bahasa yang khusus. Kekhususannya terlihat pada perbedaan bahasa
sastra dengan bahasa ilmiah. Bahasa sastra bersifat konotasi sedangkan bahasa
ilmiah bersifat denotatif. Bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonim, penuh
asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya dan
bersifat ekspresi. Bahasa sastra mengandung berbagai macam bentuk yang
diciptakan untuk menarik perhatian pembaca misalnya, adanya aliterasi, asonansi
yang mengandung daya estetis.
5.
Sastra ialah karya tulisan
yang dominan fungsi estetisnya. Berbagai balasan tentang sastra, memperlihatkan
bahwa kata sastra bukanlah kata yang sederhana, melainkan kata atau istilah
yang meliputi berbagai kegiatan yang berbeda. Yang menonjol pada sastra adalah
hasil pekerjaan seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala rencana
kehidupannya sebagai objek kreatifitasnya.
Dengan demikian, sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya.
1.
Fungsi Sastra
Horace dalam Welek dan Warren (1977) menentukan dua fungsi
sastra yang dominan yaitu fungsi keindahan, dan fungsi kegunaan. Kedua fungsi
sastra itu menyatu di dalam karya sastra. Kalau sebuah karya sastra hanya
berfungsi untuk keindahan tentu hanya untuk hiburan semata, sedangkan kalau
sastra hanya berfungsi untuk kegunaan pendidikan, pelajaran, tentu tidak ada
ubahnya dengan buku pelajaran.
2. Unsur Karya Sastra
Dari bentuknya, sastra dapat dibedakan sebagai puisi,
prosa, dan drama. Ketiga jenis karya sastra ini acuannya adalah dunia fiktif.
dunia imajinatif. Istilah prosa, dikenal juga dengan istilah karya fiksi. Karya
fiksi sering pula disebut cerita rekaan, yaitu cerita dalam bentuk prosa yang
merupakan hasil olahan pengarang, berdasarkan pandangan, tafsiran, dan
penilaiannya terhadap setiap peristiwa yang pernah terjadi, atau yang hanya
berlangsung di dalam khalayaknya. Fiksi bercerita tentang pengalaman manusia.
Kalaupun muncul bilang sebagai pelakunya, paling tidak binatang itu diperlakukan
sebagai terwujud dan tingkah laku manusia.
Suatu karya sastra dibangun oleh dua struktur besar yaitu
struktur luar karya sastra, dan struktur dalam karya sastra (struktur
ekstrinsik dan struktur intrinsik). Struktur instrinsik adalah segala macam hal
yang berada diluar karya sastra. Yang mempengaruhi terjadinya karya sastra.
Misalnya keadaan sosial ekonomi, kebudayaan, politik, agama, dan tata nilai
yang dianut masyarakat.
Sedangkan struktur instrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra. Struktur intrinsik untuk puisi tidak sama dengan prosa
maupun drama. Struktur luar dan struktur dalam karya sastra ini merupakan unsur
yang membangun karya sastra sebagai karya yang utuh. Di dalam pembicaraan karya
sastra, struktur luar hanya dibicarakan kalau struktur itu mempengaruhi karya
sastra. Jadi, tidak semua faktor luar itu relevan untuk dibicarakan mengingat
betapa luas dan beragam struktur luar yang mempengaruhi karya sastra.
a. Unsur-unsur
Puisi
1) Unsur
Fisik dan Unsur Batin
Maryorie Boulton (1979) membagi struktur intrinsik puisi
atas dua unsur yang besar. yaitu unsur fisik dan unsur mental, atau unsur lahir
dan unsur batin. Unsur fisik merupakan penampilan di atas kertas dalam bentuk
larik-larik dan nada puisi, seperti; irama, sajak, intonasi, repetisi, serta
perangkat kebahasaan lainnya. Adapun unsur menial terdiri dari; tema, urutan
logis antar kata, antar larik, dan antar bait, pola asosiasi, pola citra, dan
emosi. Kedua unsur ini terjalin dan terkombinasi secara utuh dan memungkinkan
sebuah puisi secara utuh memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi
pembacanya.
Perhatikan
Puisi berikut ini!
Kepada
Adik-Adikku
Oleh Arifin C Noor
Adik-adikku yang manis
janganlah bertanya kemana ibu pergi
sebab ibu tak pernah pergi
dari rumah kita
Adik-adikku yang manis
ibu akan selalu bersama kita
tidur dalam satu ranjang dalam satu pelukan
dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan
tentang suara
Adik-adikku yang manis
jangan kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi
selain dosa-dosa kita
adapun ibu tak akan pernah pergi
dari hati kita
bersyukurlah kita sebab kita akan selalu mengenangnya
Adik-adikku yang manis
potret yang terbaik, potret yang tercantik
adalah yang tersimpan dalam hati kita
"Terima kasih, Tuhan"
ucapkanlah kalimat itu sayang
sebab pada hari ini Tuhan telah selesai
membangun rumah terindah
buat ibu
dan kita
Amin
Sastra, VlI/4/1969
Unsur fisik (lahir) puisi "Kepada Adik-adikku" terlihat pada
kala-kala yang digunakan larik-larik yang berderet, seperti, "Adik-adikku
yang manis. Janganlah bertanya kemana ibu pergi, sebab ibu tak pernah pergi
dari kita" dan seluruhnya. Secara kita melihat deretan kata dalam larik,
deretan larik dalam keseluruhan puisi. Jika puisi itu dibaca akan terdengar
kemanisan bunyi. Telinga kita seakan-akan mendengar keindahan bunyi dengan
nada-nada ucap yang halus dari seorang kakak kepada adiknya yang ditinggal oleh
ibunya. Pengulangan (repetisi) yang selalu dimunculkan dalam sapaan
"Adik-adikku yang manis", mempertajam sentuhan keindahan tersebut.
Unsur batin dalam puisi tersebut terlihat pada
terpancingnya asosiasi kita, membayangkan peristiwa yang terjadi dibalik puisi
itu. Dengan membaca larik terakhir pada puisi tersebut, hati kita tersentak
oleh peristiwa kematian seorang ibu yang sangat dicintai anak-anaknya. Kita
dapat membayangkan bagaimana kesedihan yang dialami oleh anak-anak yang
ditinggal pergi oleh ibu mereka; bagaimana pula kakak mereka berusaha meredam
hati adik-adiknya dengan mengatakan bahwa ibu mereka tidak akan pernah pergi
dari hati mereka. asal mereka selalu berdoa untuk ibunya. Suatu pesan yang
disampaikan oleh penyair dalam larik "Tak adalah yang patut ditangisi
selain dosa-dosa kita", merupakan puncak pesan dalam puisi ini. Itu adalah
unsur batin yang kita tank dari makna puisi itu bagi kita, sebagai pembaca.
2) Bentuk dan Isi
Pembagian lain pula yang dikenal dalam puisi ialah
pembagian alas bentuk dan isi Pada hakikatnya pembagian
ini tidak banyak berbeda dengan pembagian kedua tadi dengan istilah unsur fisik
dan unsur mental. Bentuk adalah sesuatu yang terlihat secara
lahiriah, tipografi (bentuk penulisan), kala-kala, dan bunyi di dalam puisi.
Sedangkan isi adalah makna yang terkandung di dalam bentuk yang terlihat secara
visual itu.
3) Strata Bunyi dan Strata Makna
Roman Ingarden mengemukakan pula unsur-unsur yang membangun
puisi yaitu lapisan-lapisan tertentu yang membangun puisi yang disebut aya lapis
(strata). Lapis pertama adalah lapis bunyi (Sound Stratum) dan lapis
kedua adalah lapis makna (units of meaning). Di bawah lapis makna terdapat lagi lapis lainnya yaitu:
lapis dunia dan lapis metafisis.
a.
Lapis Bunyi (Sound Stratum)
Lapis bunyi ialah
lapis pertama penampilan puisi dalam bentuk bunyi-bunyi suara, seperti suara
suku kata, suara kata, suara frase, dan suara kalimat dalam konvensi bahasa
tertentu, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia. Lapisan bunyi yang dimaksudkan
dalam pembacaan puisi ialah lapisan bunyi yang bersifat khusus, istimewa, yang
dipergunakan untuk memberikan efek puitis atau nilai sent atau
lambang rasa dalam puisi. Misalnya, dalam bait pertama puisi "Kepada
Adik-adikku" terdengar bunyi "s" yang berulang-ulang, menangis,
tangis, yang memperlihatkan intensitas bunyi puisi tersebut. Demikian juga
dalam bait kedua, bunyi kala dalam, yaitu: dalam satu ranjang, dalam
satu pelukan, dalam dongeng-dongeng yang menyenangkan. Efek bunyi
yang demikian memberikan kesan penampilan puisi pada waktu pertama dibaca.
Karena pentingnya bunyi itu dalam kepuisian, maka bunyi itu pernah menjadi
unsur yang pertama dalam sastra romantik yang lirabul sekitar abad XVIII dan
XIX di Eropa Barat. Salah seorang simbolis, Paul Verloine (1844 -1896) berkala
bahwa musiklah yang paling utama dalam puisi. Para penyair romantik dan
simbolis ingin menciptakan puisi yang mendekati musik, merdu bunyinya, dan
berirama kuat.
b.
Lapis makna (Units of meaning)
Lapis makna ialah lapis yang timbul dari makna kata atau
makna kalimat yang diucapkan dalam puisi. Pada hakikatnya bunyi-bunyi itu tidak
mempunyai makna. Fonem sebagai satuan terkecil bunyi bahasa yang membedakan
arti, bersatu sehingga menjadi suku kata dan kata. Kata bergabung dengan kata
lain menjadi kelompok kata, bahkan kalimat. Kalimat berhubungan dengan kalimat
lain dan menimbulkan saluran arti yang utuh sebagai satuan wacana. Dengan
membaca puisi "Kepada Adik-adikku" kita dapat menarik makna puisi
tersebut.
c.
Lapis metafisis
lapisan metafisis ialah lapis yang
menimbulkan perasaan seperti rasa haus, ngeri, menakutkan, menyenangkan dan
suci. Setelah membaca puisi, timbul perasaan yang dapat menjadi bahan renungan
bagi pembaca. Perhatikan kembali lirik puisi "Kepada Adik-adikku berikut
ini
"Adapun ibu tidak akan pernah pergi dan hati
kita Bersyukurlah kita sebab kita akan selalu
mengenangnya".
Anak yang soleh, adalah anak yang selalu
berbakti kepada orang tuanya, anak yang selalu mendoakan orang tuanya walaupun
ia lelah meninggal, inilah yang telah ditanamkan oleh ibu mereka dan ini
pulalah yang di ingatkan oleh kakaknya bahwa mereka selalu mengenang ibu
mereka. Dengan demikian, kematian yang dialami oleh ibunya merupakan sesuatu
yang suci yang tidak perlu ditangisi. Dengan larik, "Bersyukurlah kita,
karena kita akan selalu mengenangnya", dan "Sebab pada hari ini Tuhan
telah selesai membangun rumah terindah buat ibu kita," mempertajam rasa
bahwa, sesuatu yang suci bukan suatu yang harus ditangisi, kalau saja
dipersiapkan selama masih hidup. Inilah lapis meiafisis yang dapat
ditarik dan dalam puisi tersebut.
d. Lapis Dunia
Lapis dunia ialah lapis dari titik pandang tertentu yang
tak perlu dinyatakan tetapi terkandung didalamnya suatu peristiwa dalam sastra
yang dapat terdengar, atau terlihat oleh panca indera. Tetapi, dibalik yang terlihat dan terdengar itu, tersirat
watak tokoh yang mengalami peristiwa tersebut.
Misalnya dari larik puisi berikut:
"Adik-adikku yang manis
jangan kalian menangis
tak adalah yang patut ditangisi selain dosa-dosa kita"
Di balik larik-larik tersebut, tertangkap rasa keimanan
yang tinggi dari penyairnya yang menyadarkan manusia akan arti hidup ini.
Walaupun puisi dibangun oleh lapis-lapis yang demikian,
namun masing-masing lapis bukanlah berdiri sendiri. Lapis bunyi yang
didengungkan puisi tidak akan tertangkap kalau tidak diiringi oleh makna
bunyi-bunyi itu. Makna puisi akan menjaring tema, pesan atau amanat yang ingin
disampaikan melalui puisi itu.
b. Unsur-unsur prosa
Yang dimaksud dengan prosa dalam hal ini adalah novel
maupun cerita pendek (cerpen). Sebuah novel, adalah sebuah cerita tentang
pengalaman hidup manusia dengan segala macam permasalahannya. Dalam istilah
novel tercakup pengertian roman yang sering digunakan sebagai istilah untuk
cerita yang muncul sebelum Perang Dunia II di Indonesia. Karya-karya sastra
yang terbit pada tahun dua puluhan dinamakan toman, misalnya, roman Siti
Nurbaya, roman Azab dan Sengsara, fontoman Salah Asitlian Istilah
roman ini wajar digunakan karena dalam sastra barat, cerita seperti itu
dinamakan roman, apalagi para satrawan Indonesia pada masa itu banyak
mempelajari sastra barat, khususnya sastra Belanda. Islilah roman ini digunakan
dalam kesusastraan Prancis, Rusia, dan Negara-negara di Eropa lainnya masuk ke
Indonesia melalui kesusastraan Belanda.
Untuk hal yang sama di Inggris dan Amerika, menggunakan
istilah novel. Istilah ini masuk ke Indonesia Setelah kemerdekaan yaitu pada
saat satrawan kita mulai mempelajari sastra yang berbahasa Inggris. Istilah
novel ini digunakan untuk karya-karya yang berisi kisah petualangan seorang
pahlawan atau kisah kehidupan manusia pada umumnya.
Di antara para ahli sastra di Indonesia memang ada yang
membedakannya antara roman dan novel. Perbedaannya dilihat dari sudut
kelengkapan, keutuhan kisah hidup manusia secara utuh sepanjang hidupnya.
Cerita yang mengisahkan hidup manusia secara utuh, dari kecil serapan luar,
bahkan akhir hayalnya dinamakan roman, sedangkan yang hanya mengisahkan
sebagian dari perjalanan kehidupan manusia, dinamakan novel. Namun, kedua jenis
itu pada hakikatnya sama, yaitu mengisahkan kehidupan manusia dengan segala
permasalahannya. Karena itu, kedua istilah itu dianggap sama saja, sebagaimana
halnya pada kesusastraan Inggris, dan Amerika.
Jenis prosa yang lain ialah cerita pendek, sumber cerita
juga berasal dari pengalaman kehidupan sehari-hari hanya kadar panjangnya kisah
hidup
1.
Tema, Alur, dan Karakter
Yonathan Culler, dalam bukunya Structuralist Poetics (1975)
mengemukakan tiga hal yang dominan di dalam karya sastra yaitu, tema, plot, dan
karakter. Ketiga unsur itu berjalan sedemikian rupa, sehingga membentuk suatu
karya yang memikat untuk dibaca.
Tema adalah sesuatu
yang menjadi pikiran pengarang. Di dalamnya terbayang pandangan hidup atau
cita-cita pengarang. Bagaimana pengarang melihat persoalan kehidupan. Persoalan
inilah yang dikemukakan pengarang dalam novelnya, bahkan dengan pemecahannya
sekaligus. Tema cerita hendaklah suatu yang universal, linkup sepanjang masa.
Pilihan tema yang baik akan menimbulkan kesan yang semakin mendalam bagi setiap
orang yang mencoba menghayati kembali persoalan yang diungkapkan pengarang. Di bawah
tema yang universal itu dapat disajikan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Alur atau plot ialah
rangkaian peristiwa yang saling berkaitan yang membentuk suatu cerita,
Peristiwa-peristiwa itu ada yang berkaitan secara kronologis, ada pula yang
merupakan rangkaian sebab-akibat, Hubungan antara peristiwa-peristiwa itu tidak
sama eratnya. Ada yang longgar dan ada pula yang sangat erat. Dalam hal ini dikenal
alur longgar dan alur erat. Alur yang erat adalah alur yang memperlihatkan
hubungan antar peristiwa yang cukup baik sehingga selalu menarik keingintahuan
pembaca akan peristiwa berikutnya yang akan terjadi. Sedangkan alur longgar
sebaliknya. Pada alur longgar kemungkinan meninggalkan salah satu bagian
peristiwa karena tidak berhubungan dengan peristiwa lainnya mungkin saja
dilakukan karena tidak merusak keutuhan jalan cerita. Cerita beralur longgar
ini ditemui pada kisah-kisah sastra klasik seperti hidayah dan novel-novel
dewasa.
Dalam hubungan ini cobalah Anda cari sebuah novel. Bacalah
dan tentukan apakah novel tersebut beralur longgar atau tidak.
Karakter atau penokohan adalah
yang berbuat atau yang mengalami peristiwa di dalam cerita. Mereka itu adalah
tokoh cerita. Peristiwa dapat terjadi pada diri tokoh karena aksi para tokoh.
Seorang tokoh berbuat karena ada watak yang disandangnya, ada karakter yang
dimilikinya. Pembicaraan tokoh dengan watak yang disandangnya merupakan dua hal
yang selalu berhubungan pula. Perwatakan, atau karakteristik yang dimiliki
seorang tokoh terlihat dari dominasi sifat yang dimilikinya. Misalnya, tokoh
itu dilukiskan sebagai seorang yang suka mabuk, marah, pendendam, atau
sebaliknya. Watak atau sifat yang dominan yang dimiliki tokoh menjadi alasan
bagi pembaca untuk simpati atau antipati terhadapnya. Perhatikan penokohan
Datuk Maringgih dalam Siti Nurbaya, Tuli dalam Layar Tcrkembang atau tokoh
Pak Raden dalam cerita Si Unyil. Para tokoh tersebut memberikan kesan tertentu
bagi pembaca atau penikmat cerita. .
Dari teknik penceritaan situasi dan aksi tokoh, pembaca
dapat mengetahui bagaimana watak atau karakter tokoh dalam cerita.
Di samping ketiga unsur yang dominan itu, terdapat pula
isinya yaitu unsur alat yang digunakan pengarang dalam ceritanya, yaitu media
bahasa. Media di sini adalah gaya berbahasa yang digunakan mengarang di
dalam ceritanya. Gaya berbahasa setiap pengarang berbeda. Tersayang sama dapat
ditemukan dengan gaya yang berbeda oleh pengarang yang berbeda pula.
Unsur prosa lainnya ialah sudut pandang pengarang. Sudut
pandang ini adalah posisi pengarang di dalam cerita. Pengarang mungkin saja berlaku
sebagai pengamat tokoh, atau juga
sebagai keduanya yaitu sebagai tokoh dan juga sebagai pengamat. Ketiga
sudut pandang itu terlihat dari teknik penceritaan yang bersifat akuan,
diam, maupun akuan dan diam. Pengarang dari sudut acuan
berperan sebagai tokoh di dalam cerita. Cerita seakan-akan merupakan
kisah kehidupan pribadinya. Hal ini disebut juga dengan sudut pandang orang.
Pada cerita lain terlihat pula pengarang tidak ikut di dalam cerita, hanya
sebagai pengamat perjalanan hidup tokoh. Tetapi, ada kalanya juga berlaku
keduanya; suatu ketika pengarang bertindak sebagai tokoh, dan di bagian lain ia
keluar dari alur cerita untuk bertindak sebagai pengamat. Kata ganti nama diri,
saya dan dia merupakan kala yang digunakan sebagai penanda pusai
pengesahan ini.
Demikianlah unsur-unsur yang membangun novel; sebagai
sebuah karya sastra yang utuh,. Unsur-unsur tersebut bukanlah unsur yang
terpisah satu sama lain, melainkan merupakan kesatuan yang utuh.
Sebagai latihan bacalah sebuah cerpen. Tentukan: (a) tema,
(b) alur yang digunakan (c) watak (d) tokoh.
3) Unsur-unsur Drama
Drama, sebagai salah satu bentuk karya sastra juga berisi
kisah hidup manusia dengan berbagai permasalahannya. Perbedaannya dengan puisi
maupun prosa, ialah sudut penyajiannya.
Drama tidaklah hanya membicarakan sesuatu melalui naskah
saja, melainkan mempertontonkan permasalahan itu dengan tiruan gerak dan
laku tokoh. Tanpa dilakonkan, tanpa dipertontonkan, maka sebuah naskah teks
drama bukanlah drama. Dengan kata lain, drama adalah cerita atau tiruan prilaku
manusia yang dipentaskan (Atar Semi; 1988).
Sebagai suatu karya sastra, drama memiliki unsur-unsur yang
menyatu di dalam dirinya, yaitu: lakon, laku, pelaku. dialog, dan alur.
Lakon ialah cerita atau kisah yang menjadi pokok permasalahan yang ingin
diperlihatkan oleh penulis atau pengarang. Laku (action) adalah gerak
yang mengungkapkan segala situasi yang di perlihatkan di dalam lakon. Setiap
gerakan mempunyai makna dalam jalinan cerita. Tanpa gerakan (action) sebuah
cerita tidaklah merupakan sebuah drama. Gerakan itu, dapat berupa gerakan
fisik dan dapat juga berupa gerakan batin, Situasi batin dapat
dilihat dari gerak fisik pelaku. Dalam contoh, adegan drama "prita istri
kita", Anda dapat melihat bagaimana situasi batin yang bergolak dalam din
Frila sebagai istri seorang guru, dengan laku fisik yang diperlihatkan pelakunya.
Dialog (wawan kata) adalah percakapan yang merupakan penyerta utama bagi laku
bahkan merupakan kesatuan, yang integral (Brahim, 1968) dalam sebuah drama.
Dialog itu pulalah yang memperlihatkan perkembangan cerita berikutnya. Dalam
dialog terlihat alur cerita. Alur (plot) drama adalah perkembangan
cerita yang terlihat dari perkembangan situasi cerita. Menurut Hudson, (di
dalam Brahim; 1968) plot drama disusun atas garis dramatik (dramatic-line), yaitu:
1)
insiden permulaan, di mana
konflik-konflik mulai diperlihatkan,
2)
penanjakan laku (rising
action) pertumbuhan atau komplikasi dan insiden yang terjadi,
3)
klimaks, krisis atau titik
balik di mana satu dari kekuatan yang saling
berlawanan memperlihatkan kekuasaan yang menguasai situasi
cerita,
4)
penurunan laku( the falling action) penyelesaian, atau denoument
5)
keputusan atau catastroplie
di mana konflik itu diakhiri.
Kelima jenjang alur drama tersebut berdasarkan alas alur
konvensional untuk drama yang panjang yang dibagi alas lima babak. Tetapi pada
drama-drama mutahir sekarang alur drama tidak selamanya memperlihatkan alur
konvensional seperti itu. Unsur
terakhir./w/ofcu, ialah orang-orang yang berkepentingan di dalam cerita.
Menurut kepentingannya, para pelaku itu bermacam-macam. Ada pelaku pokok
pelaku kedua dan pelaku utama. Pelaku pokok ialah seorang pelaku di
dalam lakon yang kehidupannya merupakan pokok cerita di dalam lakon, yang
selalu terlibat atau melibatkan diri dalam setiap peristiwa cerita. 'Pelaku
kedua ialah pelaku yang merupakan atau imbangan pelaku pokok yang selalu
berlawanan (antagonis) dengan pelaku pokok, sehingga menimbulkan perkembangan
cerita yang menimbulkan keingintahuan penonton untuk melihat peristiwa
berikutnya. Sedangkan pelaku utama yaitu seorang pelaku yang memegang
peranan utama pada setiap insiden.
Demikianlah unsur-unsur drama yang pada hakekatnya tidak
berbeda dari unsur-unsur prosa. Perbedaannya adalah pada penyajiannya yang hams
dipertontonkan melalui gerak dan laku di pentas.
3. Pengajaran Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembelajaran apresiasi bahasa dan sastra Indonesia
setidaknya dapat dibagi atas tiga langkah besar, yaitu; persiapan pendahuluan
penyajian, dan pengukuhan (penutup). H.L.B.Moody (1979) membaginya alas enam
langkah, yaitu;
1) pelacakan pendahuluan
2) penentuan sikap praktis
3) introduksi
4) penyajian
5) diskusi
6) pengukuhan
Pelacakan pendahuluan, penentuan sikap praktis adalah
persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar. Pada pelacakan
pendahuluan, guru mempelajari bahan yang akan diajarkannya di muka kelas, untuk
memperoleh pemahaman tentang materi yang akan diberikannya kepada siswanya.
Di samping mempelajari bahan yang akan diajarkan, guru menentukan strategi yang tepat untuk penyajian
bahan tersebut. Pada penentuan sikap praktis, guru menentukan mated yang tidak
terlalu panjang, mudah dicerna. dan mudah dikembangkannya. Penjelasan awal
tidak terlalu lama dan jelas ditangkap siswa.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan.
2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Azman, Nur.
1997. Intisari Bahasa Indonesia. Jakarta: Penabur Ilmu.
Badudu , J.S. dan Zain, Sutan Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Cayne, Bernard S., dkk. 1990.The New Lexicon Webster’s Dictioanray of The English Languange. New
York: Lexicon Publication. Inc.
Dallman, Martha, dkk. 1974. The Teachings of Reading. St. Cloud: Holt, Rinehart Wiston, Inc.
Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Tangga Mustika Alam.
Moeliono, Anton: 1985. Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Nababan, Sri Utari
Subiyakto. 1997. Metedologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Nurhadi. 1987. Kapita
Selekta Kajian Bahasa dan Pengajarannya.
Malang: FPBS IKIP
Rahim, Abd. Rahman. 2008. Meretas
Bahasa Mengkaji Pragmatik : Makassar: Berkah Utami..
Rosdiana, Yus., dkk. 2007. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka.
Rusyana, Yus. 1984. Pusparagam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Rusyana, Yus. 1979. Meningkatkan Kegiatan Apresiasi Sastra di Sekolah Lanjutan.
Bandung: Gunung Larangan.
Santosa, Puji,dkk. 2003. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 1976. Bacaan Anak –anak. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Shadily, Hassan, (ed). 1980.Ensiklopedi Indonesia I. Jakrta: Penerbit Buku Ichtiar Baru-Van
Hoeve.
Sholiha,dkk. 2003. Beda Soal
Uji Kemahiran Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Suroso. dkk.
2006. Pernik-Pernik Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Supriyadi, dkk. 1991. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta:
Depdikbud.
Tarigan,Djago, dkk. 2001. Pendidikan Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Tim Penyusun Kamus. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar